Generasi Milenial dan Gen-Z Muak, Mereka Membaca bahwa Perencanaan Kecurangan Sudah Dimulai Sejak Baliho PSI - Kaesang Dipasang di Seluruh Indonesia

Jakarta, FNN – Senin ini merupakan hari yang sangat penting karena sudah mulai banyak orang yang count down menuju hari Selasa (7/11/23). Seperti kita ketahui bersama bahwa pada 7  November besok MKMK akan mengumumkan hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran etik dalam putusan MK mengenai syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden. Menghadapi hal ini, selain menghitung hari, kemungkinan banyak yang ‘taruhan’ atau menghitung bunyi tokek tentang batal atau tidaknya pencawapresan Gibran.

“Ini hitungan mundur untuk semacam kepastian apakah Indonesia bisa lolos dari jebakan dinastikal atau memang kita ditakdirkan untuk mengalami semacam evolusi terbalik. Jadi, sebentulnya kita mau lihat potensi elit politik kita untuk memahami bahwa ini satu momentum bagi mereka untuk menentukan kalian tuh elit atau pecundang sebetulnya,” ujar Rocky Gerung menaggapi putusan MKMK yang akan diumumkan besok.

Kata elitis, lanjut Rocky, adalah sesuatu yang menggambarkan pada orang yang sedikit tapi punya keberanian, punya kapasitas, bahkan punya idealisme. Tetapi, elit Indonesia kelihatannya tidak punya seluruh semangat itu. Dia disebut elit hanya karena dia berkuasa dan memiliki uang, bukan karena dia memiliki pengetahuan, bukan karena dia memiliki nobility ‘kemuliaan’. Inilah yang sedang diuji oleh sejarah melalui keputusan MKMK besok. Apakah elit politik, termasuk Jimly Asshiddiqie dan tim MKMK, mampu menuntun bangsa ini keluar dari kemacetan konstitusional.

Memang, keputusan apa pun yang besok akan diambil oleh MKMK sangat menentukan, apalagi persiapan dinasti Jokowi betul-betul all out. Video viral tentang anak muda di Subang yang kira-kira umurnya masuk gen-Z, dengan tegas menyatakan muak dan  protes soal baliho Kaesang yang ternyata menyebar di seluruh Indonesia.

Jadi, setidaknya ada dua persiapan Jokowi untuk melanjutkan dinastinya, yaitu menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden dan menjadikan Kaesang sebagai salah satu ketua umum partai yang nantinya punya kursi cukup signifikan di parlemen.

“Ya, itu semacam keajaiban, bahkan Bandung Bondowoso tidak bisa melakukan itu dalam semalam. Tetapi, ini dalam semalam satu Indonesia ditutup oleh baliho PSI - Kaesang. Pertanyaan kita, ada berapa banyak kader PSI di seluruh Indonesia? Lebih banyak baliho daripada jumlah kadernya. Itu gila,” ujar Rocky.

“Jadi, kita mesti membayangkan ada satu operasi intelijen atau operasi pengerahan aparat yang diam-diam sebetulnya disuruh oleh kepala negara untuk mengkhianati negara, karena tidak ada tradisi di mana uang itu begitu banyak bertaburan hanya untuk menegakkan baliho dari seorang yang betul-betul dipersiapkan secara curang oleh kepala negara,” lanjut Rocky dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.

Padahal, kata Rocky, Golkar, PDIP, atau partai-partai lain yang sudah bertahun-tahun menjadi partai, belum pernah memasang baliho semasif dan sesistematis yang dilakukan oleh PSI. Oleh karena itu, pertanyaan orang adalah dari mana uangnya? Itu masalahnya. Lalu, kecepatannya, siapa yang melakukan? Operasi malam hari atau, operasi tengah malam? Apakah anak-anak PSI ini yang milenial yang justru malas untuk turun ke jalan yang melakukan itu?  

Pertanyaan sederhananya, dari mana uangnya, tanya Rocky. Mungkin ada sejuta baliho disiapkan untuk dipasang seluruh Indonesia sehingga pasti minimal ada sejuta orang untuk memasang baliho itu. Siapa mereka?

“Berarti ada organisasi yang diatur oleh negara untuk memasang itu kan? Enggak mungkin partai lakukan itu dalam satu dua malam, kecuali ketua-ketua partainya betul-betul minta tolong pada Bandung Bondowoso, kemudian tinggal satu kali kutukan lalu berubah jadi patung baliho-baliho itu,” ungkap Rocky.

Kalau kita mengacu pada video yang dibuat Gen-Z di Subang tersebut, dia menghitung dalam satu desa ada 50 baliho, sedangkan di sana ada 30 desa. Total dia memperkirakan ini saja kira-kira sekitar satu miliar untuk 30 desa. Padahal, baliho ada di mana-mana, di hampir seluruh Indonesia. Itu artinya, kalau di Indonesia ada 500.000 desa, berarti ada 500 ribu  baliho. Bayangkan berapa harga 500 ribu baliho dan berapa aparat yang akan disewa?  

“Jadi, tetap anak-anak muda ini justru mengerti bahwa yang terjadi adalah manipulasi, yang terjadi adalah mobilisasi, bukan partisipasi. Kalau kritik datang dari oposisi mungkin dianggap syirik pada PSI. Ini milenial sendiri mengkritik partai yang menganggap dirinya mewakili milenial. Karena itu, mereka bilang bahwa “Kami muak” dan itu kata yang paling tepat,” ujar Rocky.

Menurut Rocky, di belakang kata muak itu ada kebencian, ada olok-olok, dan ada semacam ketidakpedulian. Jadi, kalau kata muak sudah diucapkan, itu artinya orang nausea. Kalau muak karena mual bisa saja dimuntahkan, tapi ini muak yang secara psikologis. Mereka muak pada Jokowi tentunya, karena  yang di belakang layar, di belakang baliho adalah Presiden Jokowi.

Mungkin, kata Rocky,  Jokowi akan bilang tidak, karena anak-anaknya sudah dewasa sehingga mereka pasang sendiri. Tetapi, anak muda dari Subang tadi adalah seorang perempuan yang cerdas. Dia, enghitung dengan cara yang sederhana bahwa itu adalah manipulasi, bahwa itu adalah tipu-menipu, bahwa itu adalah kecurangan.

“Jadi, perencanaan kecurangan sudah dimulai sejak baliho itu dipasang di seluruh Indonesia, ratusan juta atau bahkan mungkin satu miliar baliho disiapkan untuk mem-back up sebuah partai yang dulu dielu-elukan sebagai partai dari anak-anak muda yang berpikir, punya kapasitas mengetahui isu global, dan menginginkan Indonesia tumbuh secara bersih serta demokratis. Sekarang PSI itu jadi semacam partai yang memuakkan. Kita hanya membaca sinyal itu sebagai kemarahan publik,” ujar Rocky.(ida)

747

Related Post