Gerakan Boikot Singapura Tidak Bisa Dibendung

Oleh: Tjahja Gunawan - Wartawan Senior FNN

RESOLUSI Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari anti Islamofobia. Namun hal itu nampaknya tidak mempengaruhi kebijakan pemerintah Singapura. Negara yang memilki luas hanya 728.6 km2 dengan jumlah penduduk 5,7 juta orang ini, sampai sekarang masih bersikap diskriminatif dan sangat ketakutan dengan yang berbau Islam alias Islamofobia.  

Padahal negara adidaya Amerika Serikat saja, kini sudah jauh berubah. Dari sebelumnya sangat anti Islam, sekarang semua warga AS yang berbeda agama mempunyai hak yang sama untuk menganut dan menjalankan ibadahnya masing-masing. Bahkan pada bulan puasa lalu, umat Islam disana bisa menunaikan sholat tarawih perdana di pusat kota New York di Time Square. Tidak hanya itu, pada hari raya Lebaran tanggal 2 Mei lalu, Presiden AS Joe Biden menjadi tuan rumah peringatan Hari Raya Idul Fitri 1443 H. Pada momen itu, Biden menyerukan tentang pentingnya toleransi dan menyatakan anti Islamofobia. 

Jika dicermati hubungan AS-Singapura selama ini, kedua negara nampaknya hanya terkoneksi karena kepentingan ekonomi saja. Sedangkan menyangkut urusan politik dan ideologi (agama), Singapura cenderung lebih  mengutamakan kepentingan Yahudi Israel. Negara ini, seperti orang yang kejang-kejang dan ketakutan begitu ada tokoh agama masuk ke negara tersebut.  Kondisi ini sama dengan di Israel, setiap ada warga Palestina yang taat menjalankan agama Islam di kawasan Baitul Maqdis, tentara Yahudi Israel langsung mengusir kecuali wisatawan yang datang kesana. Tidak hanya itu, atribut bendera Palestina pun sangat tidak disukai oleh rezim Yahudi Israel laknatullah. 

Ketua MUI Diinterogasi

Sikap yang ditunjukkan pemerintah Singapura pun nyaris sama. Itu tercermin dari deportasi yang dilakukan Singapura terhadap Ustadz Abdul Somad (UAS) pada Senin 16 Mei 2022 lalu. Karenanya bukan hal aneh kalau negara tetangga itu Anti Islam. Sampai sekarang setiap orang asing yang datang dengan nama Islam, dipastikan akan diinterogasi lebih lama oleh pihak imigrasi Singapura. Hal itu pernah dialami Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis pada tahun 2007. 

Ketika itu, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah itu, sempat diinterogasi selama kurang lebih dua jam oleh imigrasi setempat. Penyebabnya sepele, yaitu karena kata Muhammad pada nama depannya. "Saya pernah tahun 2007 dari Malaysia naik kereta ke Singapore diintrogasi 2 jam lebih di imigrasi, karena nama saya di paspor awalan Muhammad," kata Cholil dalam akun Twitternya @cholilnafis, Rabu,(18/05/2022).

Jadi sebenarnya deportasi yang dialami UAS, tidak lepas dari sikap kebencian pemerintah Singapura terhadap pemeluk agama Islam. Oleh karena itu wajar kalau hari Jumat ini (20/5/2022) masyarakat Indonesia khususnya umat Islam akan turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi mendatangi Kantor Kedutaan Besar Singapura di Jl Jl. H. R. Rasuna Said Blok X-1 No.1-2, RT.8/RW.3, Kuningan, Kuningan, Jakarta Selatan. 

Di hari yang sama, aliansi Ormas Islam Sumatera Utara juga akan mendatangi Konjen Singapura di Kota Medan. Sebelum mendatangi Kantor Konjen Singapura, Ormas Islam berkumpul dulu di Masjid Raya Al Mashun Medan. Bagi umat Islam, deportasi yang dialami UAS merupakan sebuah penghinaan. Karena itu dalam aksi tersebut, massa aksi antara lain akan menyerukan untuk memboikot Singapura.

Salah satu gerakan boikot itu adalah dengan tidak bepergian ke Singapura. Seperti diketahui, wisatawan asal Indonesia merupakan pasar potensial bagi sektor pariwisata Singapura. Sebagaimana dilaporkan Singapore Tourism Board (STB) , angka kunjungan warga asal Indonesia ke negara tetangga itu, menjadi salah satu yang terbesar dan menonjol dibandingkan pelancong dari negara lain.

Bahkan di era pandemi, jumlah wisatawan asal Indonesia yang melakukan perjalanan ke Singapura selama periode Januari-Desember 2021, sebanyak 33.000 orang. Angka tersebut bahkan menempatkan Indonesia dalam urutan tiga terbesar negara asal pengunjung Singapura pada periode tersebut. 

Wisatawan Indonesia tercatat sebagai negara terbesar kedua penyumbang pangsa pasar sektor pariwisata Singapura sebelum masa pandemi, baik dalam angka kunjungan maupun dana yang dibelanjakan.  Sebelum masa pandemi, warga Indonesia yang berkunjung ke Singapura bisa mencapai 3,1 juta orang. 

Bukan hanya wisatawan, Singapura juga banyak mengimpor pasir laut dari Kepulauan Riau untuk membangun negaranya khususnya dalam melakukan reklamasi. Aktivitas tersebut sudah berlangsung sejak lama. Bahkan penyelundupan bijih timah dari Bangka Belitung ke Singapura juga sering terjadi. Tidak hanya itu, negeri yang luasnya seupil itu, juga sering dijadikan sarang persembunyian koruptor dari Indonesia. Juga tidak sedikit uang-uang haram hasil korupsi maupun hasil judi yang tersimpan di Singapura. Jadi pantas kalau kebijakan negara tersebut tidak ramah dengan para tokoh agama karena Singapura lebih mengedepankan praktik maksiat yang dibungkus dengan gaya hidup modern. Oleh karena itu untuk "menenggelamkan" Singapura tidak ada cara lain kecuali rakyat Indonesia memboikot negara tersebut. ***

827

Related Post