Ghost Riders di Km 50
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Dalam acara reuni 212 di Monas kemarin butir penting ceramah Habib Rizieq Shihab (HRS) antara lain menyinggung bau anyir Km 50 di Kabinet Prabowo. Artinya pelaku atau mereka yang terlibat dalam pembantaian 6 pengawal HRS yang dikenal dengan peristiwa Km 50 itu masih berkeliaran bahkan nyaman berada dalam barisan Prabowo. HRS mendesak agar Prabowo melakukan pembersihan.
Proses hukum Km 50 belum tuntas meski sudah ada dua anggota Polisi yang diproses. Lucunya vonis hakim membuat keduanya lepas merdeka. Peradilan dinilai hanya dagelan atau sandiwara. Para pembantai yang sesungguhnya masih berkeliaran dan bersiul-siul di udara bebas. Mereka mendapat perlindungan dari banyak pihak. Maklum kejahatan terencana ini adalah pembunuhan politik.
Penuntasan kasus menjadi tuntutan umat sebagaimana taushiyah HRS. Pembantaian bukan mainan, tetapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan secara sistematis. Pelanggaran HAM berat namanya. Ini menjadi kompetensi Pengadilan HAM untuk proses hukumnya sebagaimana diamanatkan oleh UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Di samping novum yang sudah ada, upaya politik lewat hak angket, Komnas HAM baru bergerak, serta pengaduan Internasional, maka kerja Komnas HAM lama meskipun "belepotan" namun rekomendasinya belum dijalankan semua oleh Penyidik. Di antaranya soal penumpang "hantu" dalam mobil "misterius".
Narasi rekomendasi Komnas HAM mengenai hal itu adalah :
"Mendalami dan melakukan penegakan hukum orang-orang yang terdapat dalam mobil Avanza hitam B 1739 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJD".
Jelas sekali bahwa Komnas HAM menilai bahwa orang-orang ini menjadi bagian penting dari pelaku pembunuhan atau pembantaian tersebut. Mereka tidak tersentuh padahal semestinya Penyidik "Mendalami dan melakukan penegakan hukum". Orang-orang dalam mobil Avanza tersebut menurut Komnas HAM adalah personal "instansi lain" bukan dari Kepolisian.
Mengingat rekomendasi belum dilaksanakan, maka Kapolri memiliki hutang yang belum dilunasi hingga kini. Saatnya membuka kasus Km 50 kembali dengan memulai "mendalami" para penumpang pada dua mobil yang membuntuti dan menembak pengawal HRS di jalur interchange Karawang Barat. Mulai menembak di depan Masjid Al Ghamar, Kantor Muhammadiyah Karawang. Komnas HAM menemukan selongsong peluru di jalan depan Masjid tersebut.
Para penumpang "Ghost Riders" mobil Avanza bernomor B 1739 PWQ dan B 1278 KJD diduga kuat menjadi pembunuh dan penganiaya para syuhada. Kedua mobil ini yang terus membuntuti mobil Chevrolet B 2152 TBN yang ditumpangi 6 pengawal HRS sejak awal di Sentul hingga keluar Gerbang Tol Karawang Timur lalu di dalam kota Karawang hingga kembali masuk Tol Jakarta Cikampek melalui Gerbang Tol Karawang Barat. Pengejaran terhenti di Km 50.
Keenamnya ditemukan terbunuh dengan luka penyiksaan. Diduga dibunuh dan disiksa bukan di Km 50 tetapi di suatu tempat dimana keenamnya dibawa. Namun seorang wartawan yang menginvestigasi menyebut ada saksi yang menyatakan 2 orang ditembak di rest area Km 50 dan jenazahnya dimasukkan ke dalam ambulans sedangkan 4 orang lagi masih hidup lalu dibawa entah kemana.
"Ghost Riders" mobil pembuntut nampaknya dilindungi dan disembunyikan hingga tidak disentuh. Personal yang dikorbankan justru dua orang Polisi yaitu Fikri Ramadhani dan Yusmin Ohorella, yang kemungkinan oleh operasi "Pasukan Sambo" berhasil divonis Pengadilan "dilepas dari segala tuntutan hukum" (onslag van recht vervolging).
"Ghost Riders" satu lagi adalah penumpang Land Cruiser hitam yang diduga menjadi "Komandan Operasi". Land Cruiser itu diakui milik Kepolisian. Enam pengawal HRS berpindah mobil setelah Land Cruiser hitam itu datang di Km 50. CCTV tidak merekamnya, belakangan diketahui CCTV di Km 50 dirusak oleh AKBP Ary Cahya Nugraha (Acay) sebagaimana pengakuan di Pengadilan dalam kasus Ferdy Sambo.
Jika kasus Km 50 dibuka kembali, maka pengusutan dapat dimulai dari mengungkap siapa "Ghost Riders" dari mobil Avanza hitam B 1739 PWQ, Avanza silver B 1278 KJD, dan Land Cruiser hitam.
Pengungkapan seperti ini bukan hal yang sulit bagi seorang Penyidik. (*)