Giliran Puan Versus Masyarakat Sumatera Barat

by M. RIzal Fadillah

Bandung FNN – Jum’at (04/09). "Semoga Sumatera Barat menjadi Provinsi yang mendukung Negara Pancasila". Begitu himbauan Puan Maharani saat mengumumkan rekomendasi PDIP pada pasangan Calon Gubernur (Cagub) Suametar Barat Mulyadi dan Ali Mukhni. Sontak ucapan Puan ini menimbulkan reaksi keras dari banyak pihak.

Penyataan Puan dinilai sangat menyinggung, menyakiti perasaan masyarakat Sumatera Barat. Penyataan tersebut juga mengindikasikan kalau Puan telah meragukan kesetiaan masyarakat Sumatera Barat kepada Pancasila sebagai dasar negara. Bersamaan dengan itu, juga sangat merugikan pasangan Cagub yang diusung oleh PDIP sendiri.

Menyinggung karena menganggap Sumatera Barat sebagai Provinsi yang tak setia atau tak mendukung Negara Pancasila. Padahal tokoh tokoh Sumatera Barat banyak yang menjadi loyalis, pejuang, bahkan perumus dasar negara Pancasila. Mohammad Hatta adalah Proklamator Negara Pancasila.

Merugikan pasangan PDIP, karena menjadi beban berat bagi pasangan tersebut dimata pemilih atau rakyat Sumatera Barat. Pasangan PDIP bakal dimusuhi habis-habisan oleh banyak warga Sumatera Barat yang merasa dilecehkan oleh anak Ketum PDIP tersebut.

Bukan mustahil bisa muncul "negative campaign" terhadap pasangan Cagub yang diusung oleh PDIP. Misalnya, akan muncul himbauan agar masyarakat Sumatera Barat silahkan pilih pasangan Cagub mana saja. Asal jangan pilih pasangan yang didukung oleh PDIP, karena pimpinan PDIP telah mengghina masyarakat Sumatera Barat.

Puan bukan saja tidak taktis dalam memilih diksi sebagai politis sekelas Ketua DPR. Tetapi juga lucu, atau mungkin masih lugu sebagai politisi. Bisa juga belum matang, meski sudah menjadi Ketua DPR. Atau mungkin saja masih kelas, bahkan tipikal politisi karbitan dan kacangan.

Apakah mungkin saja ada persoalan serius yang mengganjal atau perlu klarifikasi? Pancasila yang mana yang dimaksud oleh Puan? Sebab bila Pancasila yang kini diakui yaitu rumusan 18 Agustus 1945, maka warga Sumatera Barat tentu tidak diragukan loyalitasnya. Seperti uraian di atas, bahwa pendiri negara itu banyak dari kalangan tokoh Sumatera Barat.

Nah, jangan-jangan yang dimaksud oleh Puan adalah Pancasila 1 Juni 1945. Pernyataan Puan ini tentu saja bukan hal mengada-ada. Ada basis argumen dan dasar pijakannya. Karena PDIP secara platform partainya memang berjuang untuk menegakan Pancasila 1 Juni 1945.

Pada Pasal 10 butir g Anggaran Dasar PDIP berbunyi seperti ini : "mempengaruhi dan mengawasi jalannya penyelenggaraan negara agar senantiasa berdasarkan pada ideologi Pancasila 1 Juni 1945, UUD 1945 serta jalan Trisakti sebagai pedoman strategis dan tujuan kebijakan politik partai demi terwujudnya pemerintahan yang kuat dan efektif, bersih, dan berwibawa".

Plaform Anggaran Dasar PDIP ini diperkuat oleh Pasal 6 sebagai aturan yang mendahuluinya. "(a) alat perjuangan guna membentuk dan membangun karakter bangsa berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945".

Nah, jelas dan wajar jika muncul keraguan bahwa Pancasila yang diperjuangkan oleh PDIP beserta kader-kadernya adalah bukan Pancasila 18 Agustus 1945. Dalam keraguan seperti ini menjadi aneh jika Puan Maharani berharap pada masyarakat Sumbar agar menjadi pendukung Negara Pancasila. Kecuali jika Puan memaknai yang dimaksud adalah Pancasila 1 Juni 1945.

Keceplosan atas "keluguan" atau "kelucuan" Puan ini mesti menjadi pelajaran bagi PDIP untuk berpolitik lebih konsisten dalam membela Pancasila. Bukan merasa yang paling ber-Pancasila dengan realita pemaknaan Pancasila yang kabur. Perlu evaluasi mendasar untuk meluruskan.

Tanpa evaluasi dan koreksi PDIP akan menjadi sorotan sebagai partai yang perongrong Pancasila. Jadi, penilaian dari ucapan Puan bukan hanya melecehkan warga Sumatera Barat, dan merugikan pasangan PDIP, tetapi juga sikap yang merasa paling Pancasila di tengah upaya untuk pengaburan Pancasila.

Megawati sang ibunda pernah menyebut saat ini kita tak perlu lagi memperdebatkan soal Pancasila. Setuju saja, jika itu adalah Pancasila 18 Agustus 1945, akan tetapi jika yang dimaksud dan diperjuangkan adalah Pancasila 1 Juni 1945, maka rakyat dan bangsa Indonesia harus dan wajib memperdebatkan dengan sekeras-kerasnya. Sekali lagi sekeras-kerasnya.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

686

Related Post