Giring Meracau
Meracau bisa dimaknai luas, dan itu serupa seorang yang bicara penuh kebohongan, bahkan sampai pada aromah fitnah. Meracau tak menentu dan penuh kebohongan, pastilah fitnah, itu yang ditampilkan Giring Ganesha, Ketua Umum PSI.
Oleh Ady Amar, Kolumnis
BUKAN cuma orang mabuk yang jika bicara meracau. Pastilah tidak jelas apa yang diomongkan. Terus pede meracau, meski orang lain ngelus dada tanda ibah melihatnya. Dan yang meracau tak merasakan kehadirannya tak disuka, bahkan mengganggu.
Meracau bisa dimaknai luas, dan itu serupa seorang yang bicara penuh kebohongan, bahkan sampai pada aromah fitnah. Meracau tak menentu dan penuh kebohongan, pastilah fitnah, itu yang ditampilkan Giring Ganesha, Ketua Umum PSI.
PSI diinisialkan dengan olok-olok, dan itu melatarbelakangi aktivitas partai yang hadir cuma menyoroti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan tidak semestinya. Maka, muncul inisial PSI yang dipelesetkan dengan Partai Seputaran Ibu kota.
Inisial yang meski tampak olok-olok, sepertinya memang pantas disematkan pada partai yang tidak mampu membangun langkah visioner, sebagaimana karakter khas anak muda. Yang dilakukan sebaliknya, cuma nyinyir pada prestasi yang dihadirkan Anies Baswedan.
PSI seperti tidak mampu beranjak dari isu itu ke itu saja. Seperti tidak ada isu strategis lain bisa dimuncul-kembangkan. Membutakan hati dalam melihat pembangunan kota Jakarta dengan penilaian sebaliknya. Menyerang dengan narasi meracau bak sedang mabuk.
Narasi yang dibangun diseputaran Anies itu pembohong, intoleran, pengusung politik identitas, jual ayat saat kampanye... dan seterusnya. Sepertinya tidak beranjak dari itu. Tidak mampu mengungkap pada kasus apa Anies berbohong, intoleran dan seterusnya. Yang penting meracau, berharap siapa tahu ada yang percaya fitnah yang ditebarkan.
Bernyanyi di Hadapan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkekeh, meski tak tampak giginya karena tertutup masker, mendengar "nyanyian" Giring Ganesha, dalam Pembukaan HUT PSI ke-7. Nyanyian meracau Giring tampaknya disukai Jokowi, ia terhibur melihat dialektika Giring yang jauh dari kesantunan.
Giring memang tidak menyebut nama seseorang yang disasar dalam pidatonya. Meski tidak muncul nama disebut, tapi pastilah yang disasar itu Anies Baswedan. Apa yang disampaikan Giring, itu sama dengan pernyataan sensasional sebelumnya yang menyebut Anies pembohong.
Giring dan partainya tampil bak buzzer, yang tidak mampu melihat kekurangan yang dianggap lawan politiknya. Dan karenanya, terpaksa memakai penilaian terbalik. Maka, saat menilai prestasi dan kemajuan yang telah ditorehkan Anies Baswedan, ia menyatakan dengan penilaian sebaliknya.
Saat menyatakan Anies pembohong dan intoleran, itu sebenarnya tanpa disadari ia tengah memberi sebuah panduan bahwa apa yang disampaikannya bisa dimaknai sebaliknya. Giring sedang meracau, dan pasti yang keluar dari mulutnya itu hal-hal tidak sebenarnya. Dan adab kesantunan tidak menjadi penting dikedepankan. Terpenting nekat dalam meracau.
Giring tidak suka pemimpin yang suka berbohong dan intoleran, dan itu pastilah Anies yang disasarnya. Jika ditanya, memangnya Anies berbohong dan intoleran pada hal apa, pastilah ia tergagap tanpa bisa memberi bukti khas para buzzer yang cuma pintar ngoceh di dunia maya.
Sikap Giring yang meracau, itu tentu seperti biasanya setidaknya belum ditanggapi Anies, tapi beberapa elit partai politik menyesalkan sikapnya yang jauh dari budaya kesantunan.
Tidak demikian dengan Jokowi, yang justru tampak menikmati ocehan meracau Giring itu. Memang duduk, berdiri dan melangkah jadi asyik, jika sama-sama dalam satu barisan, satu frekuensi. (*)