Hei Kribo, Sebenarnya Apa yang Kau Cari?
Oleh Ady Amar, Kolumnis
TIDAK jelas apa yang dimaui lelaki satu ini, yang tiba-tiba muncul bak petir menyambar sana-sini. Hadir buat bising dan gaduh. Itulah lelaki berambut gimbal, yang mempolulerkan diri dengan sebutan Habib Kribo. Selanjutnya, cukuplah disebut si kribo. Tak perlulah ada embel-embel lain.
Tidak jelas apa yang dicarinya. Awal mula, ia muncul lewat video. Disasarlah Habib Bahar bin Smith. Lagak si kribo menantang-nantang. Seolah menantang bayangan, tanpa muncul wujud manusia yang ditantangnya.
Setelah menghantam Habib Bahar dan juga Habib Rizieq Shihab, lewat video yang diviralkan, panggung seolah disediakan untuknya. Ia melompat ke panggung elit. Masuk ke pusaran utama mereka yang selama ini berhadapan dengan tokoh dan ulama yang kritis pada rezim.
Maka foto tampangnya berduaan bersama Abu Janda viral. Juga foto keroyokan dengan mereka yang biasa disebut buzzer senior. Tampak di antaranya, DS, EK dan lainnya. Foto disebar seolah ingin mengabarkan, ia ada di barisan mana.
Ada pula foto yang tersebar, ia menggunakan topi Santa dengan wajah nyengir sumringah. Juga foto ikoniknya saat menggendong anjing pudel, yang juga viral. Seolah itu pun bentuk penegasan, ia manusia bebas lepas tanpa melekat aturan agama. Buatnya, memelihara anjing bukan hal terlarang.
Tidaklah perlu dimasalahkan, ia memilih di posisi mana, di barisan siapa. Itu pilihannya. Maka resiko apapun pastilah sudah diperhitungkan. Sebenarnya bukan ada di barisan mana si kribo bermukim, tapi lebih pada soal yang ditimbulkan, bicara pada wilayah tidak seharusnya. Bicara agama tanpa pemahaman yang benar. Bicara asal bicara.
Sebuah potongan video seuprit, tampak saat ia dihadapkan dengan Dr. Eggi Sudjana, berdialog soal agama. Saat si kribo menyamakan Sifat Allah yang 99 (Asmaul Husna) dengan Trinitas dalam agama Nasrani, Eggi pun menyebutnya bodoh, maka ia ngacir tinggalkan arena dialog. Nyaris berkesudahan adu jotos.
Ada pula video yang diunggah si kribo, menghantam Arab, etnisnya sendiri. Ia katakan, bahwa Arab itu tidak ada apa-apanya jika di sana tidak ada Ka'bah. Tambahnya, bahwa tidak ada ilmuwan lahir dari bangsa Arab. Bicara dengan nalar jongkok, itu jadi andalannya. Ia seakan punya tugas khusus, "mengobrak-abrik" ajaran Islam yang sudah baku.
Ia menutup mata, atau bisa jadi mata hati pun tertutup, sehingga tak tampak meski begitu banyak ilmuwan lahir di dunia Arab. Bahkan saat Barat masih tidak tahu cara mandi dan menggosok gigi yang benar. Sepertinya ia bagian dari proyek yang akhir-akhir ini tampak mengecilkan Arab. Jika mungkin, bahkan Arab pun dianggap tidak ada. Arab sepertinya jadi sasaran antara, sedang yang disasar sebenarnya adalah Islam.
Di negeri ini, beberapa tahun belakangan, hal-hal kontroversial yang nyerempet menghina agama (Islam) menjadi subur. Lahannya dibuat menjadi luas, dan dengan suplai pupuk yang lebih dari cukup. Maka, bermunculanlah serombongan manusia dengan kepentingannya masing-masing ambil peran. Hanya bermodal nekat, dengan mencaci agamanya, atau bahkan Tuhannya.
Dan si kribo, pendatang baru, itu langsung meroket tinggi. Rombongan yang justru datang paling awal, tampak tertinggal jauh oleh kenekatannya. Si kribo ini, seperti orang berjalan tanpa rambu. Nekat tanpa berpikir sedikit pun, bahwa ulahnya itu tidak berhenti di dirinya. Ia seperti orang mabuk yang tanpa menenggak minuman keras.
Si kribo seolah manusia yang keluar dari batu. Pantas jika ia abai pada latar belakang etnisnya, dan hal lain yang lebih spesifik yang menempel di dirinya. Ia tidak perlu berpikir pada apa yang keluar dari mulutnya, itu bisa menyinggung atau bahkan menyakiti keluarga besarnya, Bani Alawi. Seolah tidak jadi masalah buatnya, jika ia ujarkan ajaran agama yang tidak sebagaimana ajaran datuk moyangnya dulu mengajarkan.
Bersandar pada sikap cuek bebek jadi andalannya. Lidah tak bertulang yang dipunya makin menjadi-jadi. Los tanpa kontrol. Seolah untuk masuk dikalangan itu, ia harus tampil dengan bacot lebih "gila". Selama ini memang ia berhasil memerankan peran semestinya. Bahkan terkesan kebablasan. Ia sepertinya akan terus memproduk ujaran kebencian dan penodaan agama, sesuai seleranya.
Karena, maaf, ilmu agamanya yang cetek dan ia harus tampil tiap hari memproduk narasi lewat video. Maka yang muncul adalah ocehan yang dikarang dengan tidak sebenarnya. Ia bicara perlunya muslim toleran pada non muslim. Dan jika ajaran agamanya itu membatasi "ruang" ia untuk mensosialisasikan diri dengan non muslim, maka ia lebih baik keluar dari Islam. Buat apa agama mengekang membatasinya. Astaghfirullah.
Tidaklah perlu heran jika kedepan, si kribo akan terus memproduk ujaran kebencian dan bahkan penodaan agama. Kualitas ujarannya makin hari akan makin ngaco dengan tingkat kualitas menyakitkan yang juga makin kuat.
Zen Assegaf, nama si kribo itu. Nama yang indah dan dari marga terhormat. Tapi sayang ia tidak berpikir, bahwa nama indahnya yang juga menempel marga, itu mestinya dijaga dengan sebaik-baiknya. Tapi tidak dengannya. Sepertinya tidak ada yang bisa menghentikannya, kecuali dari mulutnya itu ia akan terjerembab jatuh, dan itu akan menyakitkan. Kita tunggu saja. (*)