Hydro Speed-27 Menuju “Zero Emission”

Wilianto Ali Rahardjo sedang "gurah" mobil BMW 320i di Sumenep.

Sekarang tinggal menunggu reaksi dari pemerintah. Apakah temuan ini akan didukung untuk dikembangkan di Indonesia. Apalagi, di luar negeri, THS ini belum ada.

Catatan Mochamad Toha, Wartawan FNN

SETELAH Sukses dengan temuan Tabung Hemat BBM-nya, Hydro Speed-27, Wilianto Ali Rahardjo berhasil menciptakan sebuah alat Carbon Clean atau Gurah untuk membersihkan mesin dari karbon.

Cara kerja alat ini, gas hidrogen yang dihasilkan dalam tabung reaksi pertama (penghasil gas hidrogen tanpa pemakaian daya DC/AC) dimasukan ke tabung reaksi kedua yang berisi cairan hidrogen, disuplai ke filter udara atau intake manipol (mana yang lebih mudah untuk instalasinya).

Kemudian, gas hidrogen yang masuk ke dalam ruang bakar akan bercampur dengan bahan bakar, sehingga pembakarannya menjadi sempurna, karena sifat hidrogen mengikat CO, maka carbon di ruang bakar akan terikat dan dibuang ke ekhaust atau knalpot

“Proses carbon clean ini memerlukan waktu efektif sekitar 15-30 menit,” kata Wili kepada FNN.co.id.

Carbon akan keluar melalui knalpot berupa asap hitam, sampai tidak tampak asap hitam lagi, sehingga ruang bakar, termasuk klep, masuk dan buang akan bersih sekitar 80%.

Itulah cara kerja alat gurah ciptaan ayah seorang putri kelahiran Sumenep ini. Saya sudah melihat dan membuktikan sendiri bagaimana efektifitas dan cara kerjanya, Kamis malam, 12 Mei 2022.

Sepeda motor Supra X-125 milik saya sudah waktunya servis rutin, dan oleh teknisi sebuah bengkel resmi Honda di Sidoarjo dinyatakan harus mengganti busi, karena sering ngadat dan sulit sekali starter-annya.

Namun, setelah digurah dengan carbon clean selama sekitar 30 menit, mesin mudah dihidupkan. Ketika digurah, asap hitam keluar dari knalpot sebagai pertanda bahwa proses gurah sedang berjalan sempurna.

Yang saya rasakan setelah digurah, tarikan mesin lebih langsam. Ketika busi diperiksa, kondisinya malah bersih, sehingga tidak pernah “batuk-batuk” dan tersendat lagi ketika berjalan.

Dan, busipun oleh teknisi bengkel dinyatakan, tidak perlu diganti. Padahal, sepekan sebelumnya teknisinya menyarankan supaya businya diganti saja. Itulah bukti nyata manfaanya carbon clean dengan hidrogen ini.  

Teknologi temuan Wili ini mulai efektif digunakan sejak 2018 lalu, meski dia telah menemukannya beberapa tahun sebelumnya. Setidaknya sudah lebih dari 150 unit mobil dan 50-an unit motor yang menggunakan jasa carbon clean ini.

Temuan ini sebenarnya adalah pengembangan dari temuan Wili sebelumnya. Yaitu Tabung Hemat BBM Hydro Speed-27. THS bisa mengurangi konsumsi BBM sampai 30 persen.

Hydro Speed-27

Sebuah mobil Nissan Terrano 2004 yang dipasang Tabung Hydro Speed-27 (THS) temuan Wilianto Ali Rahardjo, yang sehari-harinya digunakan sebagai kendaraan operasional penanganan bencana di Jawa Timur membuktikan, betapa hematnya konsumsi BBM-nya.

Perjalanan dari Surabaya ke kawasan lereng Gunung Ijen, Banyuwangi. Ini berdasarkan pengakuan John Arystone, pemilik bengkel GM Speed Surabaya. Sebelum dipasang THS, untuk 1 liter BBM hanya mampu menempuh jarak 7 km saja. Tapi, “Setelah dipasang THS, 1 liter bisa sampai 10 km,” kata John yang biasa menggunakan Terrano ini.

Tidak hanya itu, power Terrano yang sehari-hari dikendarainya bertambah besar, karena pengaruh pembakaran BBM yang lebih sempurna. Di tanjakan Gunung Gumitir (Jember-Banyuwangi), biasanya dengan gigi 1-2, tapi setelah dipasang THS dengan gigi 2-3 pun mampu.

“Suara mesin yang sebelumnya klitik-klitik hilang dengan sendirinya, sehingga suaranya jadi halus,” lanjutnya.

Lain lagi cerita Letkol Laut Kristianto T. Nugroho. Ia tak mengira setelah mobil KIA Picanto miliknya bisa melaju dengan kecepatan 120 km/jam saat melintas di Jalan Tol Porong-Surabaya. “Biasanya maksimal cuma 90 km/jam,” ungkap mantan Kepala Pemukiman TNI AL Grati, Pasuruan, ini.

Tak hanya itu. Pemakaian BBM pun menjadi lebih hemat. Biasanya untuk 1 liter BBM cuma bisa menempuh jarak 20 km, tapi sekarang bisa sampai 25 km. “Ini benar-benar efisien dalam penggunaan BBM. Speed dan tarikannya juga optimal,” lanjut Letkol Kristianto lagi.

Ketika baru masuk gigi 1, Rpm Picanto bisa mencapai 5.000-6.000. “Ini benar-benar luar biasa. Mobil ini jalannya bisa seperti Ferrari,” ujar Letkol Kristianto sembari tertawa. Gigi 3 saja kecepatan bisa mencapai 100 km/jam, gigi 4 bisa 110 km/jam, dan gigi 5 bisa 120 km/jam.

Padahal, “Rpm 5.000-6.000 itu pedal gasnya baru saya injak sekitar 1/4 saja. Akselerasi dan power-nya lebih kuat lagi,” ungkap Letkol Kristianto. Beberapa anak buahnya akhirnya mengikuti jejak komandannya. Seperti mobil Isuzu Panther, Toyota Kijang Kristal, Daihatsu Zebra Espass, dan Mitsubishi T-120-SS.

Beberapa perwira menengah (pamen) di Komando Armada Kawasan Timur (Armatim, kini Komando Armada II) juga sudah memasang THS. Yang baru dipasang THS lainnya adalah Honda CRV 2004, Daihatsu Terrios 2012, dan Izusu Panther Touring. Ketiga mobil ini milik pamen TNI-AL Armatim.

Menurut Wili, THS bisa mengurangi konsumsi BBM sampai 30 persen. THS ini telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) bermerk “Speed-27″ No. Agenda: DOO.2009027309 pada 18 Agustus 2009.

Wili menjamin, temuannya ini bisa membuat performa mesin dalam kondisi dingin. “THS ini beda dengan alat penghemat BBM yang pernah ada dan diekspos selama ini,” ungkap Wili.

THS itu dipasang di vacuum injector atau karburator pada mesin mobil atau motor, sehingga mesin menjadi responsif dan suhu mesin turun 5-10 derajat.

Dampaknya, lanjut Wili, asap menjadi bersih, karena telah terjadi pembakaran sempurna. “Dan yang penting, BBM menjadi efisien 10-30 persen, tetapi juga tergantung dari keadaan mesin dan cara mengemudi,” katanya.

Berkurangnya temperatur pada mesin tersebut bisa membuat mesin tambah awet. Yang menarik, meski irit BBM, kecepatan kendaraan bisa bertambah kisaran 20-30 persen.

“Dengan penghematan BBM sampai 30 persen, tentunya ini sangat cocok bila dipasang di mobil-mobil dinas instansi pemerintah atau swasta, karena akan bisa menghemat anggaran,” kata Wili.

Tinggal hitung saja berapa unit mobil dinas milik pemerintah yang selama ini menggunakan BBM jenis Pertalite atau Pertamax. Dan jika dipasang THS, berapa banyak uang anggaran yang terselamatkan, sehingga subsidi BBM bisa dialihkan untuk kesejahteraan rakyat.

Menurut Wili, THS itu berisi cairan kimia (hydro) yang berbasis dari minyak bumi. Cairan inilah yang kemudian bereaksi dengan O2 (oksigen), sehingga menghasilkan penguapan dari cairan itu berupa gas (hydrogen dan oksigen). Pada mesin yang standar, hanya disuplai oksigen dari luar.

Gas ini yang kemudian disuplaikan ke vacuum injector atau karburator mobil atau motor. Jadi, pada mesin yang standar, suplainya hanya oksigen (udara luar). Kalau ini ada tambahan pada hidrogennya. “Sedangkan sifat hidrogen, mengikat carbon (CO2) dan daya ledak secara implosive,” ujarnya.

Jadi, daya ledaknya sangat tinggi jika dibandingkan dengan bensin. Inilah yang menyebabkan kecepatan atau power pada mesin bisa bertambah. “Jika pembakaran di mesin sempurna, maka mesin menjadi maksimal dengan gas buang yang bersih, karena kadar CO2-nya berkurang,” katanya.

Kadar gas buang (CO2) berkurang dari 1,4 persen menjadi 0,5 persen pada mobil Honda City matic. Ini adalah hasil tes emisinya setelah dipasang THS. Jadi, kadar CO2-nya jauh di bawah standar emisi gas buang (2%).

“Honda Supra X-125 yang dipasang THS pernah menang lomba uji emisi gas buang, dengan capaian 0,28 persen,” ujarnya. Pemilik Supra X-125 itu saya sendiri, Mochamad Toha.

Lomba Uji Emisi Gas diselenggarakan oleh PT Pertamina bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Surabaya di Jalan Jagir, Kota Surabaya, pada Ahad, 4 Desember 2011, lalu.

Seminggu kemudian, hasilnya baru diketahui. Supra X-125 yang turut serta dalam lomba itu dinyatakan sebagai salah satu diantara 4 pemenang dalam Uji Emisi Gas yang diikuti lebih dari 300 kendaraan (sepeda motor dan mobil).

Hasilnya, kadar emisi gas CO2 cuma 0,28% dan kadar HC-nya mencapai 548 ppm. Mengapa bisa serendah itu? Salah satunya, selain memakai Pertamax, sepeda motor saya ini juga dipasang THS.

“Cairan yang ada di dalamnya itulah yang justru bisa memproses hingga kadar emisi gas buangnya menjadi rendah,” kata Wili. Jadi, alat ini memang sangat cocok untuk mendukung program Pemerintah yang ingin agar udara menjadi sangat bersih.

“Kalau mau, saya masih bisa menurunkan kadar emisinya hingga nol (nol),” tegasnya. Tinggal sekarang ini bagaimana Pemerintah bisa mendukung agar membersihkan udara dengan memanfaatkan Tabung Hydro Speed27 ini.

Menurut Wili, yang paling mudah dalam upaya penghematan bensin adalah dengan memasang THS pada vacuum injector atau karburator pada mesin mobil atau sepeda motor.

Berbeda dengan alat penghemat yang ada selama ini, THS ini tidak memakai sistem elektrolisa. Sistem elektrolisa atau elektronik yang diisi arus listrik dengan bahan dasar air (H2O). Kelebihannya, kata Wili, prosesnya hampir sama dengan tabung, “Tapi ini pakai air yang diambil gasnya (H2O).”

Hanya saja, lanjut Wili, kelemahan sistem elektronik ini kalau airnya masuk ke ruang bakar, maka akan mudah timbul kerak yang dapat menyebabkan mesin tidak bisa menyala atau mati. Belum lagi efek elektriknya.

“Jika terjadi konsleting akan mengganggu kerja elektrik lainnya,” katanya. Apalagi, lanjut Wili, kalau elektrik itu ada katalisnya seperti NAOH, bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat pemisahan molekul hidrogen dengan oksigen.

“Sedangkan, di THS saya ini tidak menggunakan elektrik, lebih simple lagi daripada penghemat BBM lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, jumlah molekul hidrogen pada bensin jenis Premium itu lebih sedikit dibandingkan Pertamax dan Pertamax Plus, sehingga daya bakarnya tidak sebagus Pertamax dan Pertamax Plus.

“Jika kita tambah dengan hydrogen dari THS ini, maka pembakaran akan lebih bagus dan sempurna, otomatis oktannya bisa naik. Di sinilah fungsinya THS saya ini,” ujar Wili yang melakukan riset ini selama 3 tahun sejak 2008.

Daya ledak hidrogen itu lebih tinggi daripada bensin, mencapai kisaran 1.2-3.6 kali bensin. “Inilah yang membuat power atau kecepatannya bisa lebih tinggi dari biasanya dengan hasil pembakaran yang sempurna,” lanjutnya.

Dari hasil risetnya, per 100 cc bisa untuk jarak tempuh 250 km atau kalau diukur dengan waktu itu sekitar 6-7 jam. Untuk THS yang dipasang di mobil isinya 800 cc. “Ini untuk keperluan mesin jenis mobil berkapasitas 1.000-2.800 cc,” tambah Wili.

Pengisian cairan THS ini sangat tergantung pada jarak tempuh atau waktu dalam kondisi mesin menyala/hidup. Jika dalam kondisi lalu-lintas macet dengan mesin menyala tentu saja yang dihitung bukan jaraktempuh, tapi waktu mesin menyala.

Karena temuan ini masih baru akan diluncurkan, sehingga yang mengetahui hanya sebagian orang saja. Kini, sudah hampir 200 unit mobil berbagai merek dan cc yang sudah dipasang THS. “Sedangkan sepeda motor hampir 100 unit,” ujarnya.

Beragam jenis dan merk mobil yang dipasang, yaitu: Toyota (Innova, Avanza, Fortuner, Yaris, Soluna, Vios, Dino Dutro), Daihatsu (Grandmax, Zebra, Xenia, Sirion), Suzuki (Baleno, Grand Vitara, Ertiga, APV), Honda (Civic, Accord, CRV, New Civic R), Mazda (Lantis).

Isuzu (Elf, Panther), KIA (Picanto), Ford (Escape Laser), Mercy (Boxer, Tiger, Jeep), BMW (320i, 3i8i), Peugeot 206 hb.306, Mitsubishi (PS 100, TS 120 SS, L300, Pajero), Proton Wira, Hyundai (Carnival, Gets), Nissan X-Trail 2003 matic.

Sekarang tinggal menunggu reaksi dari pemerintah. Apakah temuan ini akan didukung untuk dikembangkan di Indonesia. Apalagi, di luar negeri, THS ini belum ada.

Jika kedua temuan Wili itu dipakai, kolaborasi berbagai program terkait iklim, apalagi Jakarta memiliki target untuk mencapai zero emission (emisi nol) pada tahun 2050, akan mudah tercapai. (*)

993

Related Post