Immanuel Macron vs Politisi Indonesia
by Tony Rosyid
Jakarta FNN – Jum’at (30/10). Pernyataan presiden Perancis Immanuel Macron menggegerkan dunia. Tidak saja membuat marah orang Islam, orang Kristen, dan bahkan sejumlah umat beragama marah. Penggiat demokrasi juga marah.
Immanuel Macron bilang bahwa Islam dan umat Islam sedang terjadi krisis dimana-mana. Presiden Perancis ini memberi ruang bagi munculnya karikatur yang menghina Nabi Muhammad sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
Publik bertanya, bagaimana "jika" ada yang membuat karikatur Immanuel Macron dan istrinya bertelanjang bulat dan melakukan hubungan intim di atas panggung dengan latar belakang gambar anak-anaknya dan rakyat yang sedang bertepuk tangan berada di kursi penonton? Apakah ini bagian dari kebebasan berekspresi? Kan ngawur!
Dipastikan, umat Islam tak akan membalasnya dengan cara-cara seperti itu. Sangat rendahan, tak berkelas dan melanggar tidak saja "aturan syar'i" tetapi juga menyalahi tata krama sosial dan kemanusiaan. Kita pun juga akan mengutuknya jika itu terjadi. Bukan membela Immanuel Macron. Tetapi membela kewarasan moral dan rasionalitas yang sehat.
Pernyataan Immanuel Macron menuai protes banyak pemimpin negara. Bahkan sejumlah negara Arab seperti Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan lain-lain dengan cara memboikot produk dari Perancis. Di Indonesia, juga sedang ada penggalangan untuk melakukan hal sama.
Pernyataan Macron tidak saja akan merusak hubungan Perancis dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Tetapi juga berpotensi merusak hubungan antar umat beragama di seluruh dunia. Sebuah pernyataan yang tidak saja nggak pantas keluar dari seorang kepala negara. Tetapi itu juga pernyataan destruktif dan sangat berbahaya.
Penyataan Immanuel Marcon ini menunjukkan bahwa dia memang seorang presiden yang belum begitu matang, dan sempit wawasan. Sebab ketika human right itu didefinisikan, maka ia terbatas. Semua yang didefinisikan itu terbatas. Hanya Tuhan yang tak terbatas. Di luar itu, semua terbatas.
Apa batasnya? Hak asasi itu tak boleh mengambil, mengganggu dan merusak hak orang lain. Kalau mengambil, mengganggu dan merusak hak orang lain, itu bukan hak asasi, tetapi kejahatan. Setiap kejahatan itu destruktif. Merusak tatanan dan hubungan sosial. Menciptakan disharmoni, bisa menjadi ancaman keamanan dan kenyamanan sosial, bahkan global.
Setiap kejahatan itu berpotensi melahirkan kejahatan yang lain. Bahkan bisa lebih dahsyat lagi ketika direspon dengan cara-cara yang negatif. Tidakkah perang itu seringkali terjadi karena adanya aksi kejahatan yang direspon dengan reaksi kejahatan?
Immanuel Macron nggak cerdas. Bahwa statemennya itu tak hanya bahaya untuk keamanan dunia. Tetapi juga menjadi bumerang buat negaranya sendiri. Anda bisa bayangkan, kalau semua negara berpenduduk muslim melakukan boikot terhadap produk Perancis? Negara itu bisa saja collaps. Dan itu layak dan sah dilakukan sebagai hukuman terhadap negara yang memprovokasi konflik.
Tapi, Abu Janda nggak mau boikot? Ah, anda jangan menurunkan kelas pendidikan dan sosial anda dengan memperhatikan "orang-orang" yang hidupnya sibuk cari perhatian.
Lalu bagaimana dengan pemerintah Indonesia yang notabene berpenduduk mayoritas umat Islam? Menlu RI Retno Marsudi telah panggil duta besar Perancis. Entah apa yang dibicarakan, publik masih meraba-raba. Tetapi, ini tak begitu taktis dan efektif.
Jauh lebih efektif jika presiden Jokowi ikut mengecam pernyataan Immanuel Macron. Tak harus sekeras Erdogan. Cukup bilang, "sangat menyayangkan apa yang diucapkan Immanuel Macron". Atau bisa juga menggunakan bahasa yang lebih lunak dan halus dari itu. Ini sudah lebih dari cukup. Yang penting, ada pernyataan sikap dari Jokowi.
Ingat, Pak Jokowi adalah presiden mayoritas umat Islam terbesar di dunia. Layak jika bertindak atas nama rakyat yang dipimpinnya. Sebab, presiden itu bukan representasi diri, keluarga, partai dan kelompoknya. Presiden itu juga representasi rakyat yang dipimpinnya. Presiden mesti tak perlu berkeberatan menyuarakan kegelisahan rakyat Indonesia terkait pernyataan presiden Perancis itu.
Kali ini, sikap AHY justru yang paling tepat dan berkelas. Atas nama demokrasi, ketua partai Demokrat ini mengecam pernyataan Immanuel Macron. Ini langkah AHY yang sangat cerdas. Aksi ini bisa membuka simpati rakyat, khususnya umat Islam kepada Demokrat. Rakyat berharap Pak Jokowi juga ikut membuat langkah cerdas, bahkan yang lebih cerdas lagi. Apa langkah cerdas dan lebih cerdas itu? Pak Jokowi pasti lebih taulah. Wong Pak Jokowi itu presiden ko.
Kalau pernyataan tersebut keluar dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), itu biasa saja. PKS selalu terdepan terkait isu-isu keislaman dan kemanusiaan. Partai dakwah ini sepertinya memang mendedikasikan diri untuk dua isu tersebut. Isu ke-Islaman dan Kemanusiaan.
Untuk kemanusiaan PKS membuktikannya di saat ada bencana nasional maupun global. Selalu hadir atas nama kemanusiaan. Kalau langkah ini konsisten, terus diperbesar, maka aksi PKS akan terus mendulang simpati publik. Hanya perlu sosialisasi lebih taktis dan efektif. PKS kurang soal ini. Demi "keikhlasankah?
Kalau kecaman terhadap Immanuel Macron itu dilakukan oleh PDIP, ini baru sesuatu luar biasa. Sesuatu banget. Atas nama demokrasi, PDIP mengajak rakyat Indonesia boikot produk Perancis. Ini akan menjadi berita besar. Jadi hot news dan headline media. Apalagi kalau diikuti oleh PSI. Ngarep ni yeee…
Tapi, apa mungkin? Ngayal aja ah! Bagaimana dengan PKB? Apakah akan mengikuti mazhabnya Abu Janda? Jangan bercanda! Colek Cak Imin. Lama kita gak ngobrol. Tulisan ini menjadi media kita untuk bersalingsapa.
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.