Ironi PKI Menyelimuti NKRI

Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI 

KASUS Ferdi Sambo yang terbongkar mendahului peristiwa KM 50 yang dibungkam, serta banyaknya misteri kejadian yang menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa rakyat yang tak berdosa, memberikan sinyal adanya gonjang-ganjing politik, ekonomi dan hukum. Situasinya bagai api dalam sekam, yang bukan tidak mungkin bisa menghilangkan Indonesia dari peta dunia. Akankah muncul kebangkitan umat Islam untuk menegakkan kebenaran dan melawan kebatilan, baik dari bangsanya sendiri maupun dari  irisan komunisme dan kapitalisme global yang memengaruhinya?

Ini bukan sekedar teori, bukan tentang sebuah elegi apalagi hanya ilusi atau fantasi.

Ini tentang sejarah dan kisah sebuah negeri yang menyayat hati.

Tentang kejahatan yang nyata dan faktual,  terdeteksi tapi tetap saja terkesan seolah-olah tersembunyi.

Tentang bukan saja soal peradaban yang tak manusiawi, namun menjadi etalase dari semua yang keji dan  tak terhitung rentetan tragedi.

1926, 1948 dan 1965 bukan cuma tahun-tahun yang menyadarkan bangsa ini pada sebuah penghianatan.

Noda hitam itu telah tuntas mengajarkan betapa mengerikan saat rakyat mengalami kebiadaban.

Mewujud dan eksis sebagai  bahaya laten,  semakin terang-terangan dan memasuki panggung formal pembelahan sosial yang berdampak nasional  mengancam persatuan dan kesatuan.

Membajak reformasi dan membelokan  cita-cita proklamasi,  sistem politik yang memisah negara dari agama itu, tampil agresif serta spartan menimbulkan kerusakan dan kehancuran.

Lebih dari sekedar buah pikir yang populis dari seorang Karl Marx, keyakinan itu masif menjadi ideologi.

Terstruktur dan sistemik mencabik-cabik konstitusi dan  melumat demokrasi, hanyalah cara efisien dan efektif menjadi tirani.

Perselingkuhan dari hubungan terlarang komunisme dan kapitalisme, tampil global mengebiri Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Sekulerisasi dan liberasi secara perlahan namun pasti menjadi lembut sekaligus  brutal membunuh religi, sembari menentang kebesaran Ilahi.

Wabah pandemi korupsi, utang negara yang meradang dan pelbagai perilaku para pejabat  tuna susila,  menjadi representasi kebobrokan pemerintahan.

Revolusi mental yang digaungkan rezim, hanya menjadi slogan dan propaganda dari kemunafikan.

Politisi, birokrasi dan oligarki berhaluan kiri, telah menjadi episentrum dari penyakit haus kekuasaan dan tradisi kedzoliman.

Kesengsaraan dan penderitaan rakyat terlebih yang dialami umat Islam,  kini marak tak terbantahkan  dalam sekelumit ironi PKI menyelimuti NKRI.

*) Catatan dari pinggiran kesadaran kritis dan perlawanan.

377

Related Post