Jejak Digital Ungkap, Haji Isam Diduga Terlibat Pembunuhan Guru
Oleh: Mochamad Toha
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan ada 2 kejadian di Kalimantan Selatan yang perlu dikritisi dan dicermati selama satu pekan terakhir antara Presiden Joko Widodo dan Haji Isam.
Pertama, pada Kamis (21/10/2021), Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, meresmikan pabrik biodiesel yang didirikan PT Jhonlin Group milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
Kedua, keesokan harinya, Jumat (22/10/2021) lalu, Advokat Jurkani yang sedang melakukan langkah advokasi atas suatu penambangan ilegal juga di daerah Tanah Bumbu, dibacok oleh sekelompok orang hingga luka parah di di kaki dan tangannya.
Menurut Denny, kedua peristiwa itu, meski seakan terpisah, sebenarnya menunjukkan satu benang merah, bagaimana politik bisnis batubara bisa masuk ke dalam kepentingan politik dan penegakan hukum di tanah air.
Yang pertama, kehadiran Presiden Jokowi meresmikan proyek milik Johnlin Grup, seakan-akan tidak ada masalah – dalam kondisi normal.
Namun, sudah menjadi pemberitaan luas bahwa anak perusahaan Johnlin Grup sedang diduga terjerat perkara korupsi suap pembayaran pajak yang kasusnya sedang disidik KPK, dan kasusnya sedang disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Nama Haji Isam sempat menyita perhatian rakyat karena tertarik dalam pusaran kasus korupsi pejabat pajak. Haji Isam diduga 'bermain mata' dengan pejabat pajak berkaitan dengan nilai pajak perusahaannya.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Senin 4 Oktober kemarin. Sidang itu mengadili terdakwa Angin Prayitno Aji selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan di Ditjen Pajak.
Sidang menghadirkan seorang saksi atas nama Yulmanizar sebagai mantan anggota Tim Pemeriksa Pajak di Ditjen Pajak. Dari kesaksian Yulmanizar dalam Berita Acara Perkara nomor 41 itulah nama Haji Isam muncul.
Yulmanizar mengaku sempat bertemu orang bernama Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin. Disebutkan, dalam pertemuan itu dia meminta agar nilai perhitungan pajak PT Jhonlin dikondisikan pada Rp 10 miliar.
Dalam pertemuan itu, menurut kesaksian Yulmanizar, adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yang tidak lain dan tidak bukan adalah Samsuddin Andi Arsyad atau Haji Isam.
Pihak Haji Isam sempat melancarkan serangan balik, PT Jhonlin Baratama (JB) sebagai anak usaha dari Jhonlin Group yang berpusat di Kabupaten Tanah Bumbu. Bidang usaha PT JB di sektor pertambangan batubara.
Belakangan, Haji Isam melalui kuasa hukumnya Junaidi membantah soal kesaksian dalam persidangan itu. Bahkan pihak Haji Isam melaporkan saksi itu ke Bareskrim Polri dengan tudingan kesaksian palsu.
“Keterangan yang disampaikan oleh saudara Yulmanizar selaku saksi pada persidangan terdakwa Angin Prayitno tertanggal 4 Oktober 2021 adalah keterangan yang tidak benar dan menyesatkan serta kesaksian tersebut merupakan kesaksian de auditu," kata Junaidi dalam keterangannya.
Ia menyebut, Haji Isam tidak kenal dengan Agus Susetyo, yang di dalam surat dakwaan disebut sebagai konsultan pajak dari PT JB. Haji Isam juga mengaku tidak pernah memerintahkan untuk merekayasa pajak.
“Klien kami hanya pemegang saham ultimate di holding company yang tidak terlibat dalam kepengurusan dan operasional JB sehingga tidak mengetahui hal-hal terkait pemeriksaan pajak PT Jhonlin Baratama," papar Junaidi.
Mengejar Pembunuh
Tempo mencatat, Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam bukan sembarang pengusaha di kota air Banjarmasin. Ia dikenal sebagai "raja batubara", lahir di Batulicin, 1 Januari 1977.
Kariernya sebagai pengusaha dimulai sebagai sopir pengangkut kayu. Haji Isam memang berdarah pedagang. Ayahnya, Andi Arsyad, adalah pedagang tembakau asal Bugis yang merantau ke Kalimantan Selatan.
Kemajuan bisnisnya tersebut tidak bisa lepas dari perkenalannya dengan Johan Maulana, penambang batubara lokal di Kalimantan Selatan.
Lewat bendera PT Jhonlin Baratama, Haji Isam memulai bisnisnya sebagai kontraktor pelaksana tambang di PT Arutmin Indonesia, anak perusahaan PT Bumi Resources milik Bakrie Group.
Empat tahun kemudian perusahaan tersebut melebarkan sayap ke ladang batubara lain, seperti PT Alta70, PT Berkat Benua Inti, dan PT Praditya Baramulya. Kini PT Jhonlin menambang hingga 400 ribu ton batubara per bulan. Omzetnya sekitar Rp 40 miliar per bulan.
Bisnis Isam juga merambah sektor properti, penerbangan, dan perkapalan. Jhonlin Air Transport kini memiliki 2 Fokker dan 2 helikopter. Dalam bisnis perkapalan, Haji Isam mendirikan Jhonlin Marine, dengan armada 16 kapal tongkang pengangkut batubara.
Di balik semua cerita sukses itu, kabar miring tentang dirinya ternyata banyak berembus. Ia disebut-sebut kerap menggunakan kekuatan aparat kepolisian untuk menguasai bisnis batu bara yang diincarnya.
Dalam wawancara dengan Tempo pada Juni 2010, Isam membantah semua ini. Tapi, semua bantahan Haji Isam ini sepertinya bisa dimentahkan Lilik Dwi Purwaningsih, 59 tahun.
Ny. Lilik adalah istri dari almarhum Hadriansyah, seorang guru olahraga di SD tewas dibantai pada 9 Februari 2004 di sebuah rumah kawannya dekat SDN I Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Bumbu.
Sabetan golok ke sejumlah bagian tubuhnya membuat nyawanya melayang. Pembantaian itu terjadi tak berapa lama setelah Hadriansyah memprotes kegiatan perusahaan batubara milik Haji Isam.
Jika Lilik ngotot meminta dalang pelakunya ditangkap, itu karena ia kini mengaku memiliki bukti yang dinilainya sangat sahih. Bukti itu bukanlah datang dari sembarang orang, tetapi justru dari pelaku pembunuhan itu: Muhammad Aini alias Culin.
Melansir Tempo, 23 Mei 2011, dalam pengakuannya itu, Culin bersumpah bahwa dialah yang membunuh Hadriansyah. Ia menyatakan melakukan itu atas perintah Haji Isam.
“Kayak apa mun orangnya melawan, Ji? (bagaimana kalau melawan, Ji?)”. “Selesaikan aja, paling sebiji alat habis?” demikian tanya-jawab antara anak buah dan bosnya itu, beberapa saat sebelum Culin membunuhnya.
Culin mengaku melakukan pembunuhan itu atas perintah Haji Isam. Saat itu ia membeberkannya kepada Gusti Suriansyah, salah satu tokoh pemuda Tanah Bumbu yang bersimpati pada nasib Lilik.
Pengakuan itu kemudian dibuat di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan ia tanda-tangani. "Semua rekaman pengakuannya itu ada pada saya," ungkap Gusti kepada Tempo.
Dalam testimoninya, Culin bercerita, pada hari tewasnya Hadriansyah itu, sebelumnya ia tengah berada di rumahnya.
Saat itu warga, termasuk Hadriansyah, tengah gencar-gencarnya berunjuk rasa di jalan eks Kodeco Km 8 RT 6 Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu.
Tidak berapa lama muncul di rumahnya Haji Isam bersama 5 karyawannya: Babak, Asyid, Amat, Ansyah, dan seorang lainnya sebagai sopir. Kepadanya Isam menyatakan ada seseorang yang menantangnya berkelahi.
Pengusaha muda itu meminta Culin meladeni tantangan tersebut. "Pukuli saja," ujar Culin, menirukan perintah Isam, seperti tertulis dalam dokumen pengakuan.
Dengan menggunakan Toyota Kijang, rombongan Haji Isam tersebut tiba di SDN Sarigadung. Inilah tempat berkonsentrasinya warga yang tengah unjuk rasa.
Begitu turun dari mobil, Isam langsung berteriak dan menunjuk seseorang. Tanpa pikir panjang, Culin langsung lari memburu target yang ditunjukkan Isam, yakni Hadriansyah, yang saat itu langsung lari menyelamatkan diri.
Menurut Culin, dalam aksi kejar-kejaran itu, dirinya sempat membacokkan parangnya ke punggung Hadriansyah. Ia terus berlari masuk rumah dinas seorang guru. Terpojok di sebuah kamar, ayah tiga anak itu dihabisi Culin.
Beberapa saat kemudian terdengar letusan senjata api dari luar rumah, disertai teriakan Isam, yang memerintahkan anak buahnya segera pergi dari tempat itu.
Culin mengungkapkan, di dalam mobil yang melaju kencang meninggalkan Sarigadung, Haji Isam memintanya mengakui bahwa dirinyalah pembunuh Hadriansyah.
Culin, yang terkejut atas perintah itu, langsung bertanya tentang hukuman apa yang akan diterimanya. "Paling hanya beberapa bulan,” katanya dalam testimoninya, mengutip jawaban Isam. Culin kemudian menyerahkan diri ke Kapolres Tanah Bumbu.
Ternyata, “ramalan" Isam terbukti. Ia ditahan beberapa pekan, kemudian diajukan ke kejaksaan, disidang di pengadilan, belakangan Culin hanya dihukum empat bulan penjara.
Rekannya yang lain, Ardi alias Babak, yang turut serta dalam pembunuhan itu, bahkan lebih ringan, tujuh hari. Padahal, dalam KUH Pidana, mereka yang terbukti melakukan pembunuhan hukumannya minimal 15 tahun.
Sebelumnya, pada pertengahan Maret 2011, misalnya, Ny. Lilik mendatangi Komnas HAM. Ia juga sudah mengadu ke Mabes Polri, Komisi Yudisial, dan juga Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Kepada sejumlah instansi itu ia serahkan bukti-bukti yang dimiliki tentang kasus dan dalang pembunuhan suaminya tersebut, yang hingga kini belum tersentuh.
Ia berharap, dengan dokumen itu, aparat segera meringkus otak pembunuh Hadriansyah. "Saya ingin aparat hukum juga ditindak," kata Lilik. “Masa’, hukuman untuk seorang pembunuh hanya tiga sampai empat bulan."
Isam sebenarnya pernah membantah sebagai otak pembunuhan itu. Dalam wawancaranya dengan Tempo pada Juni 2010, ia menegaskan tidak terlibat sama sekali dalam pembunuhan Hadriansyah.
Untuk memastikan ketidakterlibatan Haji Isam, testimoni Culin harus diuji secara hukum. Tapi, mengapa hingga kini koq tak ada kelanjutannya?
Penulis Wartawan FNN.co.id