Jenderal Widjojo: Waspada, Infiltrasi China Sudah Terjadi!

Selamat Ginting dan Hersubeno Arief.

Jakarta, FNN – “Telah meninggal dunia Jenderal (Purn) Widjojo Soejono dalam usia 94 tahun pada hari Rabu, 11 Mei 2022, pukul 04.43 WIB di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Soebroto karena sakit,” begitu pesan singkat yang beredar di grup WA dan media sosial, Rabu (11/5/2022).

Bangsa Indonesia berduka atas berpulangnya tokoh militer kharismatik yang mantan Kepala Staf Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), mantan Komandan Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspassus) 1967-1970 (sekarang Kopassus).

Melalui kanal Hersubeno Point, Kamis (12/5/2022), wartawan senior FNN Hersubeno Arief mewancarai Dosen Universitas Nasional (UNAS) yang juga pengamat militer Selamat Ginting.

Ginting menggambarkan sosok tokoh militer ini secara gamblang. Menurut Ginting, menjelang dan saat pemakaman, banyak purnawirawan jenderal datang bertakziah.  

Di situ hadir Ketua Umum PP Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD), Letjen TNI (Purn) Doni Monardo. Pukul 07.00 WIB, Doni meluncur ke rumah duka, di Jalan Karang Asem 1 Nomor 4-6 , Kuningan Timur, Jakarta Selatan, untuk memberi penghormatan terakhir.

Di situ juga ada Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Muhammad Herindra, Letjen TNI Purn Sintong Pandjaitan. Termasuk mantan KSAD Jenderal TNI Purn Agustadi Sasongko Purnomo. “Pokoknya, lengkaplah,” ujar Ginting.

Jadi, kata Ginting, beberapa senior TNI hadir di situ. “Upacara pemakaman dipimpin langsung oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa,” lanjutnya.

Setahun yang lalu Letjen TNI Purn Sayidiman Suryohadiprodjo (21 September 1927 – 16 Januari 2021) juga sudah wafat. Letjen Sayidiman adalah mantan Wakil KSAD dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang.

“Setelah Pak Sayidiman, Pak Rais Abin wafat, Maret. Saya kebetulan banyak mengunjungi beliau-beliau ini, jadi 4 sebenarnya quarted yang masih hidup ketika itu Sayidiman itu Jenderal Pemikir, Rais Abin Jenderal Diplomat, Widjojo Jenderal Tempur,” ungkap Ginting.

Kemudian, lanjutnya, sebenarnya ada yang masih hidup sekarang ini. Yaitu, Letjen TNI (Purn) Soerjo Wirjohadipoetro, dia mantan asisten pribadi Presiden Soeharto.

“Beliau-beliau itu merupakan perpustakaan hidup. Kebetulan mereka memiliki kualifikasi yang berbeda. Rais Abin dikenal sebagai jenderal diplomat, pernah bertugas sebagai Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah (1976-1979), Sekretaris Jenderal Konferensi Tingkat Tinggi (Sekjen KTT) Non-Blok, duta besar di beberapa negara sahabat, serta berbagai jabatan lainnya,” ujar Ginting.

Sampai saat ini, Rais Abin merupakan satu-satunya jenderal Indonesia yang pernah memimpin pasukan internasional (PBB). Dalam misi perdamaian yang beranggotakan ribuan tentara dari banyak negara di dunia.

Soerjo Wirjohadipoetro, terakhir yang ditemui Ginting di rumahnya pada akhir 2018. Dia merupakan tipe jenderal keuangan. Pernah menjadi asisten pribadi (aspri) bidang keuangan Presiden Soeharto (1966-1974). Pernah juga menjadi Dirut PT Hotel Indonesia.

“Beliau kini usianya 104 tahun dan masih hidup,” ungkap Ginting. Ada juga di Jawa Barat yang cukul terkenal legendaris Letjen TNI Purn Solihin Gautama Purwanegara (lahir 21 Juli 1926). Kini usianya 96 tahun,” lanjutnya.

Kembali ke Jenderal Widjojo Soejono. Widjojo lebih dikenal dengan panggilan “Willy” ketika masih di Seskoad. Kala itu banyak perwira dari Sumatera Utara, termasuk Sulawesi Utara, yang susah kalau harus menyebut nama “Widjojo”.

Suatu saat Ginting menanyakan ke yang bersangkutan, dan dijawab ketika Jenderal TNI Maraden Panggabean menjadi Panglima Angkatan Darat atau KSAD, “Dia panggil Widjojo dengan sebutan Willy, sehingga yang lainnya jadi ikut-ikutan manggil dia Willy: W. Soedjono di papan namanya.”

Saat ditugaskan memimpin Kopassus, dia kembali benahi betul, dan Kopassus kembali ke fisik dengan memoles kemapuannya. “Itu misalkan diserahkan 10 peluru, maka sasarannya harus 10 peluru itu juga, tidak boleh ada sisa,” ujar Ginting.

Kemudian dia terkoneksi dengan banyak Jenderal yang sempat memimpin TNI misalnya, ketika menjadi Pangdam Merdeka di Manado itu ayahanda Jenderal Gatot Nurmantyo itu dulu ajudannya Widjojo Soejono.

Sehingga, hubungan Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo dengan Widjojo juga bagus sampai sekarang. “Termasuk kemarin pada 6 Mei 2022 Jenderal Hendro Priyono juga membesuk beliau di RSPAD,” ungkap Ginting.

Sebagai perwira tinggi, Widjojo Sujono jadi senior yang dihormati betul oleh Pak Harto, juga sangat percaya pada yang bersangkutan karena memang track record pendidikannya, meski memang bukan pendidikan Komando tapi Ranger di Amerika.

Ketika mengikuti pendidikan PETA, Widjojo bilang, mereka juga diajari bidang pendidikan intelijen. Kapan intelijen masuk, kapan potensi asing itu masuk, di sana diajari juga.

Saat bicara dengan Ginting, dia pernah menyampaikan kekhawatirannya pada kekuatan asing (China) yang mulai masuk ke Indonesia dengan dalih investasi pembangunan. “Sebagai Perwira Komando, dia tahu betul ancaman itu,” kata Ginting.

Widjojo memang dikenal sebagai Perwira Intelejen, Perwira Operasi, dan salah satu Jendetal Tempur yang paling tua yang wafat pada era ini.

“Dia selalu mengkhawatirkan itu, kalau bisa Anda belajar bahasa Mandarin untuk mempelajari ancaman-ancamam China. Sampai seperti itu beliau ini mengkhawatirkan ancaman China,” ungkap Ginting.

“Jadi, tolong ini TNI terutama atase kita dalam menghadapi China juga harus yang lebih cerdas. Potensi ancaman itu bukan sekedar guyonan atau fobhia terhadap China tapi dia sudah menyaksikan peristiwa 65 yang terjadi sampai pecahnya peristiwa G-30S/PKI itu juga,” lanjutnya.

Menurut Widjojo, awalnya bagaimana China memasukkan orang-orangnya sampai kemudian senjata bisa masuk? Masa kita mau belajar dari kesalahan-kesalahan serupa pada tahun-tahun sebelumnya?

Ini pelajaran empiris dari Widjojo Perwira Operasi yang dikenal oleh Angkatan Darat sebagai Perwira yang punya banyak pengalaman yang sampai sekarang hampir semua Jenderal kalau ingin atau setelah mendapatkan Jabatan pasti datang ke beliau minta restu yang dituakan.

“Kalau misalkan infiltrasi dia curiga bahwa infiltrasi sudah terjadi, wajar kalau ada kekhawatiran di mana-mana, misalkan tenaga kerja China dan lain-lain,” ungkap Ginting.

Jangan kemudian masuknya seratus terus kita tidak deteksi keluarnya cuma 30 atau 70 yang sisanya itu ke mana? Itu kemudian dia selalu mengigatkan intelijen kita mesti kuat terutama menghadapi warga asing dari China.

Pada 2021, Widjojo Sujono menerima Satyalancana Perintis Kemerdekaan dari Presiden Joko Widodo. Penghargaan itu melengkapi sejumlah penghargaan yang pernah dia terima. Antara lain Bintang Gerilya, Yudha Dharma Nararya Pratama, Kartika Eka Paksi Nararya Pratama, Satya Lencana 8, 16, dan 24 Tahun.

Widjojo Sujono lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 9 Mei 1928, sebagai putra bungsu 15 orang bersaudara dengan ayah Martodidjojo yang leluhurnya dari Surakarta dan Ibu Roesmirah yang leluhurnya dari Yogyakarta.

Sekolah Dasar ditempuh pada zaman Belanda (HIS). Melanjutkan ke Sekolah Teknik yang zaman Belanda bernama K.E.S., lalu zaman Jepang disebut Kogyo Gakko dan sekarang bernama SMK I Surabaya.

Ia sekelas dengan Soewoto Sukendar yang kelak jadi KSAU dengan pangkat Marsekal TNI dan Widodo Budidarmo yang di kemudian hari menjadi Kapolri dengan pangkat Jenderal Polisi. Soemitro yang terakhir juga berbintang empat dan menjabat sebagai Wapangab merangkap Pangkopkamtib tapi dari jurusan yang berbeda.

Semangat kemerdekaan yang bergelora mendorong Widjojo meninggalkan sekolah pada umur 17 tahun dan mengikuti Latihan Perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor awal 1945.

Setelah lulus, Widjojo ditempatkan di Batalyon 4 Karesidenan Malang. Setelah pembubaran PETA dua hari menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dia ikut membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di HBS Straat yang sekarang bernama Jalan Wijaya Kusuma, Surabaya. (mth)

658

Related Post