Jogja Kembali ke UUD1945

Oleh Daniel Mohammad Rosyid | Rosyid College of Arts

SEGERA setelah Gus Dur dipilih MPR hasil Pemilu 1999 sebagai presiden, bersama Wapres Megawati, Ketua DPR Akbar Tanjung, dan Ketua MPR Amien Rais, maka keempat tokoh reformasi ini memulai sebuah upaya mengubah UUD1945 yang dinilai sebagai basis Orde Baru yang otoriter-militeristik, tidak demokratis, dan pelanggar HAM. Keempat tokoh yang sedang mengalami euphoria reformasi itu lengah, sehingga kekuatan-kekuatan sekuler radikal, baik dukungan AS ataupun China, melalui serangkaian perubahan mendasar atas UUD45 berhasil melakukan total replacement atas UUD45 menjadi UUD2002. 

Proses yang sering disebut dengan congkak sebagai amandemen itu ternyata telah mengacak-acak rancangan dan prinsip-prinsip dasar UUD45 yang telah disusun oleh para pendiri bangsa sebagai pernyataan perang melawan penjajahan.

UUD2002 terbukti justru menjadi pintu masuk bagi penjajahan baru dimana hak monopoli politik diberikan pada partai-partai politik, sementara korporasi-korporasi swasta dipersilahkan mengakumulasi sumber-sumber daya ekonomi hampir tak terbatas. Dari sekedar ersatz capitalism era Soeharto, ekonomi nasional berkembang menjadi full fledged capitalism di era Jokowi. Yudhoyono ikut serta memperlancar transisi ini. 

Reformasi 1998 itu ternyata hanya pepesan kosong yang telah melahirkan deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara dimana DPR sebagai kekuatan check and balances sering sakit gigi, para ulama jadi setan bisu, dan para profesor di kampus-kampus sibuk mengejar world-class ranking. Maladministrasi publik terjadi berkali-kali di mana regulasi dibuat bukan untuk kepentingan publik, tapi untuk kepentingan parpol yang bersekongkol dengan para taipan pemilik modal. Jagad politik yang seharusnya menjadi jagad kebajikan publik justru diawaki oleh para bandit, badut dan bandar politik yang sering berperan sebagai gendham, glembuk dan copet politik. 

Para die hard Jokowers yang dulu menjadi pembela Jokowi terdepan seperti Goenawan Mohammad, Ikrar Nusa Bakti, Frans Magnis Suseno, dan Butet Kartarajasa, kini berbalik menjadi penghujat Jokowi yang paling keras. Bahkan GM menganjurkan revolusi. Tokoh-tokoh ini bisa jadi pura-pura tidak tahu bahwa akar masalahnya bukan Jokowi, tetapi Jokowisme yang dibesarkan oleh UUD2002. Bangsa ini tidak boleh lagi lengah, selengah Gus Dur, Megawati, Akbar Tanjung dan Amien Rais, sehingga cita fitrah negara proklamasi yg dirumuskan dalam UUD45 oleh para pendiri bangsa ini dibajak di tengah jalan oleh kaum sekuler radikal yang menyusup di ruang-ruang sidang MPR Senayan selama 1999-2002 itu. 

Bangsa ini harus segera Kembali Ke UUD45. Jika diperlukan perubahan, bisa dilakukan melalui addendum, bukan dengan mengubah arsitektur dan prinsip-prinsip dasarnya.

 Kembali ke UUD45 inipun hanya syarat perlu, sedangkan syarat cukupnya adalah pendidikan yang menyediakan syarat-syarat budaya bagi bangsa yg merdeka, pasar yang terbuka dan adil, investasi yang memandirikan bangsa, birokrasi yang cakap dan bersih dari KKN di pusat hingga ke daerah otonom, pasokan energi yang cukup untuk membangun, dan pemerintahan yang tidak hanya hadir di darat tapi juga di laut di negeri dengan bentang alam kepulauan seluas Eropa ini. (*)

277

Related Post