Jokowi di Ujung Tanduk
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
PETISI 100 bergerak terus. Terakhir mendatangi Menkopolhukam menyampaikan pandangan bahwa untuk mencegah Pemilu curang hanya satu jalan, yaitu : Makzulkan Jokowi. Jokowi adalah faktor utama dari kecurangan Pemilu yang akan datang. Ada ambisi kuat untuk menggolkan anaknya Gibran sebagai Wapres. Bukan hanya Pemilu curang yang akan terjadi tetapi juga kehancuran bangsa jika Jokowi tetap berkuasa.
Isu pemakzulan terus bergulir. Uniknya gencar menjelang akhir jabatan sebagai Presiden. Dua fase target pemakzulan pertama hingga pelaksanaan Pilpres 14 Februari 2024 dan kedua, tahap hari Pilpres hingga 20 Oktober 2024. Meski sangat pendek bukan berarti mustahil untuk pemakzulan fase pertama. Gerakan rakyat yang menjadi sebab. Fase kedua gerakan akan lebih masif setelah melihat bukti berbagai kecurangan Pilpres.
Pemakzulan bukan untuk menggagalkan Pemilu. Pemilu harus tetap berlangsung. Akan tetapi Pemilu yang jujur dan adil adalah Pemilu yang biang kekacauan dan kecurangannya ditiadakan. Pemilu tanpa Jokowi.
Pilpres dengan cawe-cawe brutal menjadi tanda bahwa Jokowi kini sedang berada di ujung tanduk. Goyah dan mudah jatuh. Apakah itu tanduk tiga, tanduk dua maupun tanduk satu. Berarti pada semua hewan bertanduk, Jokowi terancam.
Berada di ujung tanduk tiga, bagaikan berada di tanduk hewan purba Triceratops. Hewan herbivora ini bermahkota sebagai penarik betina. Tanduknya tajam untuk menusuk lawan. Ditemukan juga Sapi bertanduk tiga di Bangli milik I Wayan Sudira.
Hewan bertanduk dua, lebih umum mulai dari yang jinak seperti kambing atau sapi hingga yang berbahaya seperti ular viper atau ular gurun. Gaboon viper (Bitis gabonica) memiliki taring terpanjang, sangat mematikan dan pandai berkamuflase.
Sementara hewan bertanduk satu, ada yang indah seperti Kasuari dan ada pula yang "galak" seperti Badak India (Rhinoceros unicornis). Lainnya Kadal Badak, Fish Unicorn, Saola, Paus Bor (Narwhal), serta Kumbang Badak (Oryctes Rhinoceros).
Sesungguhnya Jokowi berada di ujung hewan bertanduk berapapun. Semua potensial untuk menjatuhkan. Pada tanduk bernomor tiga, Jokowi adalah lawan yang awalnya dianggap kawan tetapi berkhianat. Pendukung utama sejak Walikota dan Gubernur yang kemudian dicampakkan. Megawati dan Jokowi kini dalam posisi berhadap-hadapan.
Di ujung tanduk nomor dua dalam makna bahwa rekayasa dan kecurangan dilakukan Jokowi untuk memenangkan pasangan nomor dua. Kemenangan berbasis kecurangan menjadi
sebab Jokowi bakal digoyang habis hingga jatuh. Bukan hanya Jokowi tetapi juga pasangan yang didukungnya. Apalagi jika justru pasangan nomor dua ternyata kalah, maka Jokowi tamat lebih cepat.
Adapun di ujung tanduk nomor satu menyangkut kemenangan kekuatan perubahan atas status quo. Kekalahan pasangan nomor dua menyebabkan telur di ujung tanduk itu jatuh dan pecah. Kekalahan ini bukan hanya berakibat lumpuhnya Jokowi bagai katak lumpuh (lame frog) tetapi juga terancam proses hukum berikutnya.
Jokowi tidak memilih pola mendarat nyaman dan aman tetapi opsi risiko buruk. Membangun politik dinasti, menutupi korupsi, serta investasi yang meminggirkan pribumi. Kedaulatan ditukar dengan hutang luar negeri. Rakyat terengah-engah membayar pajak dan harga barang yang terus melambung tinggi.
Masa pemerintahannya penuh dengan keruwetan dan kegaduhan. Sejak terpilih sudah terjadi kontroversi. Dosa politiknya dinilai tebal dan berkarat, sulit untuk dibersihkan. Demokrasi diganti oligarki bahkan monarki. Kebijakan ambivalen menginjak etika dan moral, hukum yang diperalat untuk kepentingan politik, kriminalisasi oposisi, sekularistik, mistik, serta otoriter.
Jokowi bagai telur di ujung tanduk (egg in the edge of a horn). Sebentar lagi jatuh dengan tidak hormat. Pecah berantakan. Rakyat memendam rasa kesal dan dendam. Presiden ini terlalu banyak bohong, tipu-tipu dan tidak ada rasa malu meski dituduh bersertifikat palsu. Sertifikat Kepresidenan yang sesungguhnya haram alias tidak halal. (*)