Jokowi Sableng dan Rakus Kekuasaan
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Sableng (gila dan tidak waras) rakus (sangat tamak) kekuasaan, menjadikan Jokowi kehilangan rasa malu, kepekaan, harga diri, jatidiri dan nurani, buta dengan nilai kebenaran dan kejujuran.
Chris Komari Activist Democry dalam sebuah artikelnya menulis "Jangankan ditekan dengan petisi 100, petisi 200, petisi 500, petisi Bulaksumur, petisi ngolek jamur ataupun petisi rondo ucul, diteriakin di microphone dan dicacimaki tiap hari di simpang jalan dengan banner yang begitu besar selama hampir 10 tahun, Jokowi juga tidak peduli."
Dorongan kurang waras dan ketamakan menjadikanya kehilangan rasa malu dan sensitifitas dalam mendemonstrasikan berbagai kebohongan, keculasan dan ketidak jujuran bahkan dengan berbagai rekayasa justifikasi yang dimanipulasi.
Sesungguhnya prilaku kebohongan dan ketidak jujuran bukan sekedar memalukan dan menjijikkan. Tapi menjadi racun yang mematikan nurani dan rasa kemanusiaannya.
Dengan bangga mempertontonkan berbagai penyelewengan, kecurangan dan kebohongan, yang kemudian dibungkus dengan berbagai pembenaran yang direkayasa melahirkan perilaku buruk yang berkepanjangan beridentitas kebohongan, manipulasi dan perilaku culas.
Kekuasaan dan kekuatan Jokowi sesungguhnya kekuatan palsu, kebenaran semu, dan keberanian menipu. Kitalah yang sering melukiskannya demikian hebat.
Gangguan kejiwaan ini semakin parah, ketika kebohongannya mendapatkan pembenaran dan pujian. Kebohongannya yang menjadi-jadi membuat semua omongannya pasti kebalikannya.
Masyarakat sampai hafal betul untuk menangkap atau menebak kebenaran apa yang akan terjadi adalah dibaliknya ucapkan yang dikeluarkan.
Jokowi memiliki tabiat berbohong dalam jangka waktu yang lama, orang dengan kondisi ini memercayai dusta yang diucapkannya, sehingga tak bisa membedakan lagi mana yang fiktif dan mana yang nyata.
Anton Delbrueck menggunakan istilah pseudologia fantastica untuk menggambarkan kondisi Jokowi yang sering berbohong, disertai dengan fantasi atau khayalan tidak sadar akibat dan resikonya.
Jokowi selalu mengubah cerita dan memberikan informasi yang tidak konsisten. Sering melupakan bagian penting menyampaikannya dengan cerita yang berbeda dari waktu ke waktu.
Untuk mendapatkan ambisi kekuasaannya, sekalipun dilakukan tanpa kesadaran normal dampak kerusakan luar biasa dengan munculnya instrumen UU dan aturan sesuai angan-angan dan khayalannya.
Rakus kekuasaannya masih terlihat di ahir masa jabatannya tetap melakukan rekayasa kekuasaan yang tidak normal, seperti linglung, sableng dan rakus keuasaan tidak sadar dengan semua resiko dan akibat yang akan menimpanya. (*)