Juliari Ubah Pola Bansos Karena Fee Tidak Mencapai Target

Jakarta, FNN - Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso mengungkapkan realisasi "fee" setoran dan operasional yang berasal dari perusahaan-perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 di Kementerian Sosial pada April-Juni 2020 mencapai Rp19,132 miliar.

"Realisasi yang saya terima dari 'fee' setoran sejumlah Rp14,014 miliar, sedangkan 'fee' operasional adalah Rp5,117 miliar sehingga total putaran pertama 'fee'-nya adalah Rp19,132 miliar dan yang sudah kita setorkan adalah Rp11,2 miliar," kata Matheus Joko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.

Joko bertugas untuk mengutip Rp10 ribu/paket sembako sebagai "fee" setoran dan Rp1.000/paket sembako sebagai "fee" operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako. Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp300 ribu/paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket.

Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk 6 tahap pengadaan. "Yang sudah diserahkan ke Pak Juliari dalam 5 kali penyerahan total-nya Rp11,2 miliar dan ada sisa Rp2,815 miliar masih saya simpan sedangkan 'fee' operasional yang sudah dipakai adalah Rp4,825 miliar sisanya masih ada Rp292 juta," tutur Joko.

Joko sendiri mengaku "fee" operasional digunakan untuk pembayaran biaya operasional dan untuk para pejabat di Kemensos. "Hanya disampaikan secara umum terkait dengan pembayaran biaya-biaya operasional juga terkait penyerahan uang ke Pak Sekjen, ke Pak Adi dan saya, hanya disampaikan untuk itu," ungkap Joko.

Namun, Joko juga mengaku ia ditugaskan untuk membayar biaya operasional menteri. "Seperti bayar sewa pesawat jet, juga bayar tes 'swab', saat itu saya serahkan ke ajudan, Pak Eko Budi Santoso," ucap Joko.

Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara mengubah pola kuota pengadaan bansos sembako COVID-19 pada tahap II yaitu Juli-Desember 2020 karena target "fee" tidak memuaskan.

"Yang menyampaikan Pak Juliari katanya di putaran kedua ada perubahan pola, saya tidak disampaikan detail alasannya karena waktu itu yang mengkoordinasikan Pak Kukuh dan Pak Pepen serta pejabat Kemensos lainnya tapi dirasakan Pak Menteri (fee) kurang memuaskan," kata Matheus Joko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.

Kukuh yang dimaksud Joko adalah Tim Teknis Juliari Batubara untuk bidang komunikasi, sedangkan Pepen adalah Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin.

"Perubahan polanya dari 1,9 juta paket per tahap, 1 juta paket dikoordinir oleh Pak Herman Hery, yang 400 ribu paket dikoordinir Pak Ihsan Yunus, 200 ribu paket oleh Pak Juliari sendiri dan 300 ribu istilahnya bina lingkungan," ungkap Joko.

Herman Hery diketahui adalah Ketua Komisi III DPR dari fraksi PDI-Perjuangan, sedangkan Ihsan Yunus merupakan bekas Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang juga berasal dari fraksi PDI-Perjuangan.

"Bina lingkungan itu sebenarnya mengakomodir vendor-vendor yang belum pernah mendapat kuota pekerjaan, jadi untuk mengakomodir vendor-vendor lain yang belum dapat, pengelolaannya saya dan Pak Adi," tambah Joko.

Adi saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Umum Kemensos sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran. "Pada intinya Pak Adi yang mengumpulkan atensi-atensi dan saya yang merekap. karena daftar vendor disetujui Pak Juliari dulu sesuai permintaan terkait kuota-kuota yang sudah memberikan rekomendasi," papar Joko.

"Dalam BAP saudara mengatakan untuk pengadaan bansos tahap 7-12 memang saya dan Pak Adi merekap atensi-atensi termasuk pembagian kuota yang dikoordinir dan setelah kita buat draf saya serahkan ke Pak Adi untuk dilaporkan ke Pak Juliari untuk dikoreksi dan setelah ada persetujuan oleh Pak Juliari, daftar tersebut disampaikan ke saya dan ketika disampaikan ke saya, Pak Adi sekaligus menjelaskan pemilik paket, nama vendor, kuota dan PIC-nya siapa, apakah keterangan saudara ini benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi.

"Benar," jawab Joko.

Menurut Joko, untuk pembagian 1 juta paket milik Herman Hery, yang menjadi operator bernama Ivo, Yogi, Stevano dan Budi Pamugnkas; untuk paket 400 ribu milik Ihsan Yunus, operatornya adalah Yogas dan Iman serta paket 200 ribu milik Juliari yang menjadi operator adalah Kukuh.

"Kukuh itu jadi operator mulai tahap 1, 3, 5, 6 tapi untuk tahap 7-12, perusahaan-perusahaan vendornya tidak berkoordinasi dengan saya, jadi saya tidak tahu," ungkap Joko. Namun, Joko mengetahui dua perusahaan yang mendapat jatah kuota milik Juliari tersebut yaitu PT. Bismacindo Perkasa dan PT. Asricitra Pratama.

"Untuk Asricitra biasanya ke Pak Kuncoro berdasarkan draf dari Pak menteri, setelah disetujui Pak Juliari lalu draf diberikan ke saya untuk dibuat SPPBJ (Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa)," ujar Joko. (sws)

270

Related Post