Kadaluwarsa Kok Bisa Ditunda
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
NEGERI ini sepertinya berantakan. Baru baru ini berita di republika.co.id cukup lucu tetapi membuat hati trenyuh dimana vaksin yang sudah "expired date" akan didiskusikan dengan pakar untuk kemungkinan diperpanjang masa lakunya. Weleh.
Rupanya sekarang ini musimnya mundur-munduran setelah ramai kemarin soal pemilu yang diusulkan untuk ditunda oleh tiga Ketum Partai yaitu PKB, PAN, dan Golkar. Meski partai politik lain tidak sejalan tetapi usulan ini membuat heboh. Menko Luhut dan Presiden dikait-kaitan dengan ajuan penundaan tersebut.
Presiden yang akan kedaluwarsa pada tahun 2024 diwacanakan diperpanjang. Presiden sendiri ambigu menyikapinya di satu sisi akan taat Konstitusi, artinya akan patuh pada masa jabatan hanya dua periode, dilain sisi justru menyatakan tidak bisa melarang usulan tersebut karena menurutnya hal itu adalah bagian dari dinamika demokrasi. Mungkin demokrasi terpimpin.
Kemungkinan perpanjangan masa berlaku vaksin Covid 19 ini disampaikan oleh Jubir Satgas Penanganan Covid 19 Wiku Adisasmito. Hal ini dimaksudkan agar sisa stock vaksin yang ada tidak terbuang sia-sia. Ada sekitar 18 juta stock vaksin. Menurutnya perpanjangan itu dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan para pakar.
Meski hasil telaahan dan kehati-hatian akan tetapi fenomena perpanjangan masa berlaku vaksin yang telah kedaluwarsa adalah menarik dan mungkin mengejutkan. Memunculkan kekhawatiran publik akan dampak yang diakibatkannya. Jangankan kedaluwarsa yang masih dalam tenggat waktu saja masih terdengar adanya dampak itu.
Menurut Ketua Tim Riset Uji Klinis Covid 19 dampak penyuntikan vaksin kedaluwarsa adalah dapat mengurangi sensitivitas vaksin sehingga antibodi yang terbentuk menjadi rendah, bahkan vaksin Sinovac tidak membentuk antibodi sama sekali. Ahli lain menyebut dampak negatif tergantung pada kondisi tubuh seseorang.
Mungkin pihak Kemenkes memiliki berbagai alasan terhadap perpanjangan kedaluwarsa vaksin termasuk agar jutaan stock tidak terbuang sia-sia. Akan tetapi semestinya perhitungan jumlah, alokasi, dan mekanisme penyuntikan harus diperhitungkan dengan tepat. Termasuk risiko untuk membuang sisa stock vaksin yang telah kedaluwarsa. Aspek prinsipil disini juga terkait masalah "perlindungan konsumen" dimana konsumen sama sekali tidak mengetahui suatu vaksin itu kedaluwarsa atau tidak.
Ketika aspek ekonomi bisnis dan politik menjadi pertimbangan dari suatu kebijakan, maka biasanya selalu menimbulkan masalah. Perpanjangan masa laku vaksin kedaluwarsa pun bakal menimbulkan masalah. Begitu juga masa berlaku Presiden yang akan diperpanjang setelah "expire date" atau kedaluwarsa dipastikan akan menimbulkan masalah konstitusional.
Demi menjaga dan melindungi kesehatan apapun jika masa laku sudah habis atau kedaluwarsa maka kita tidak perlu ragu-ragu lagi untuk tidak menggunakan atau membuangnya. Apakah itu Vaksin maupun Presiden. (*)