Kalbar Menjadi Provinsi yang Rentan Perdagangan Orang

Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji bersama Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI yang juga Ketua Tim TPPO, Putu Elvina, S.Psi., M.M., membahas sekaligus berdiskusi mengenai Efektivitas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kalimantan Barat. (Sumber: ANTARA)

Pontianak, FNN - Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, mengatakan Kalimantan Barat memiliki akses keluar-masuk orang ke negara tetangga yang menyebabkan rentan terjadinya perdagangan orang dan menjadikan Provinsi Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi yang diperhatikan pemerintah pusat.

"Provinsi Kalbar merupakan salah satu wilayah yang mobilitas manusianya sangat tinggi. Namun, masih banyak Pekerja Migran Indonesia tidak memakai jalur resmi (non-prosedural) hingga akhirnya mengalami eksploitasi di negara tujuan," katanya di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat, Jumat.

Menurutnya, belum baiknya koordinasi antar Kementerian/lembaga (K/L), data yang tidak valid, serta pemberian sanksi yang tidak tegas, merupakan beberapa kendala dalam menangani perdagangan orang.

"Banyak sekali modus atau kasus dalam perdagangan orang, seperti kawin kontrak, prostitusi anak hingga kurangnya skill PMI. Berkaitan dengan TPPO, apapun modusnya, pasti ilegal dalam berbagai aspek. Kebanyakan yang terjadi itu prostitusi anak, ini karena kelemahan kita berada di sanksi," tuturnya.

Ia menilai pengambilan langkah tindak pidana tegas merupakan cara untuk memberantas TPPO di Indonesia.

Di tempat yang sama, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI yang juga Ketua Tim TPPO, Putu Elvina menyampaikan kasus TPPO melalui online semakin merebak, bahkan jumlah korbannya terbilang banyak.

"Kami banyak menerima pengaduan dengan modus online atau scamming yang menyasar anak dibawah umur. Saya berpikir mungkin saja Gugus Tugas TPPO yang ada di provinsi tidak berjalan efektif," kata Elvina.

Terkait Balai Latihan Kerja, dirinya akan berupaya agar PMI bisa mendapatkan skill atau kemampuan yang mumpuni, sehingga tidak menjadi korban perbudakan di negara lain.

"Artinya, kita bisa berikan tenaga kerja yang profesional dan bersertifikat untuk negara tetangga. Saya pikir ini menjadi peluang bagaimana kita bisa menghidupkan kembali BLK dengan syarat dan akses yang mudah," tuturnya.(ida/ANTARA)

197

Related Post