KAMI Terus Melawan

by Mangarahon Dongoran

Ada satu yang harus dilakukan pemerintah. Segera turunkan harga bahan bakar minyak, baik yang subsidi maupun non subsidi. Kalau BBM subsidi harus dibicarakan dengan DPR okelah bisa lama. Akan tetapi, non subsidi yang katanya harganya mengikuti mekanisme pasar, kok belum turun juga. Bukankah di pasar internasional harga minyak sudah lama turun?

Jakarta FNN - Sabtu (22/8). Selasa, 18 Agustus 2020, sejumlah tokoh kritis terhadap situasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang kini morat-marit mendeklarasikan KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia). Deklarasi yang dilakukan di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat itu merupakan gerakan moral untuk menggugah kesadaran Presiden dan jajarannya, serta elit politik agar membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk melihat dan mendengarkan keluh-kesah atau kegelisahan yang merebak di tengah masyarakat yang secara ekonomi kian terpuruk di tengah pandemi Corona Virus Deases 2019 (Covid-19) atau Virus China yang belum bisa dipastikan kapan berakhir.

Ada mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo, Din Syamsudin, Rizal Ramli, Rocky Gerung, Ahmad Yani (Ketua Komite Eksekutif KAMI), Refly Harun (pakar hukum tata negara), M.Said Didu, Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Ekonomi dan Pembangunan) dan sederet nama lainnya. Total ada 150 deklarator. Mereka mengeluarkan suara dan kritik keras yang terdiri dari delapan poin, yang membuat pembela pemerintah kepanasan.

Kehadiran KAMI telah membuat BuzzerRp seperti cacing kepanasan. Berbagai manuver mereka lakukan, termasuk melakukan aksi tandingan yang diikuti puluhan orang di dekat Tugu Proklamasi, tempat KAMI dideklarasikan.

Tak hanya aksi demo, BuzzerRp pun memperlihatkan batang hidungnya lewat media sosial. Mereka terus-menerus meng-counter seluruh isi deklarasi itu. Bahkan, mereka tidak malu-malu menyebutkan, para deklarator itu adalah pejabat pecatan, mantan pejabat tidak tahu diri, tidak becus bekerja dan berbagai kalimat lainnya yang asal tuduh.

Padahal, tidak ada deklarator yang berasal dari pejabat yang dipecat. Sasaran utama mereka menyebut pejabat pecatan adalah Gatot Nurmantyo. Padahal, tidak ada surat pemecatan kepada Gatot. Yang ada adalah surat pemberhentian dengan hormat, karena memasuki masa pensiun. Jadi, kalau betul dipecat, cobalah tunjukkan surat pemecatannya.

Kemudian Din Syamsudin. Mantan Ketua PP Muhammadyah ini sempat diangkat Presiden Joko Widodo menjadi Utusan Khusus untuk Dialog Antaragama dan Peradaban bulan Oktober 2017. Namun, tidak sampai setahun, Din mengundurkan diri dari jabatannya itu. Ia mengundurkan diri pada September 2018 dengan alasan menjaga neteralitas dalam menghadapi Pileg dan Pilpres 2019, karena ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, dan Ketua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju.

Bahkan, ada juga yang menyebut Din radikal. Kalau radikal, kok bisa diangkat jadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Antaragama dan Peradaban? Mungkin, para Buzzer bayaran itu belum tahu sepak-terjang Din Syamsudin, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Kalau di tingkat nasional, tentu harus tahu sepak-terjang Ketua PP Muhammadiyah dua periode itu ( 2005-2010 dan 2010-2015) itu. Ia banyak melakukan dialog antaragama dan peradaban. Oleh karena itu, ia cukup dekat dengan tokoh-tokoh agama lain, seperti Pastor Beny Susetyo (Katolik), dengan tokoh Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Din adalah salah satu penggagas Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC), yang berkantor di Jalan Kemiri, Menteng, Jakarta Pusat. Saya beberapa kali ikut meliput kegiatan di rumah pribadi yang dijadikan kantor itu.

Di tempat ini sering dilakukan dialog antaragama, termasuk mendatangkan narasumber dari agama lain dan negara lain. Karena kedekatannya denga tokoh-tokoh agama di dalam negeri dan juga luar negeri, maka Din seringkali menjadi pembicara mengenai agama dan peradaban di dunia internasional.

Apa ia, kalau Din yang bernama lengkap Muhammad Sirajuddin Syamsuddin itu radikal, bisa diterima oleh tokoh-tokoh agama lain? Apa ia, seorang radikal bisa diangkat menjadi utusan khusus Presiden? Apa ia, jika seseorang radikal, tapi masih diterima oleh berbagai kalangan?

Kemudian Rizal Ramli. Ekonom senior yang dijuluki "Rajawali Ngepret" itu bukan orang yang gila jabatan. Dia pengamat ekonomi yang tetap kritis dan analisanya hampir tidak pernah meleset. Dia aktivis sejati yang tidak diam walaupun sudah diberikan jabatan empuk oleh Joko Widodo.

Di dalam kabinet, RR -- demikian ia disapa -- tetap ngepret, terutama menyangkut reklamasi pantai di Jakarta. Akibatnya, tidak cocok dengan Luhut B Panjaitan yang pro reklamasi. Dia diganti, bukan dipecat.

Analisa ekonominya yang tajam sehingga membuat pemerintah gerah tidak hanya dilakukannya sekarang. Di masa Orde Baru juga ia sering mengeluarkan kritik tajam. Keberanian mengkritik rezim Orba tidak lain karena ia aktivis sejati, dan berkawan dengan para aktivis yang menyuarakan kebenaran, termasuk berteman dekat dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Tidak heran, ketika Gus Dur menjadi Presiden, ia pun diangkat menjadi Menteri Koordinator bidanh Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) kemudian menjadi Menteri Keuangan, serta Kepala Bulog (Badan Urusan Logistik).

Ketika pemerintahan Jokowi-JK, ia mengkritisi pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. RR mengatakan, dalam 5 tahun ke depan, Indonesia hanya butuh pembangkit listrik dengan kapasitas total 16.000 megawatt (MW), bukan 35.000 MW.

"Kita melihat segala sesuatu dengan faktual dan logis kalau 35.000 MW tercapai 2019, maka pasokan jauh melebihi permintaan, ada idle (kelebihan) 21.000 MW. Di sana ada listrik swasta," jelas Rizal di Jakarta, Senin (7/9/2015).

Jika dipaksakan, maka PLN akan bangkrut karena menanggung banyak hal, termasuk utang pokok dan bunga pinjaman luar negeri. Faktanya, sekarang saja PLN sudah hampir bangkrut karena utang.

Nah, sejumlah tokoh lain, seperti Ichsanuddin Noorsy, Ahmad Yani, bukanlah pejabat yang dipecat. Tetapi, tidak terpilih lagi menjadi anggota DPR. Khusus Noorsy, ia didepak dari Golkar karena membongkar kasus Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra buron 11 tahun yang belum lama ini ditangkap. Noorsy didepak dari Golkar karena harus berhadapan dengan tokoh-tokoh kuat di partai tersebut, seperti Baramuli (almarhum), Setia Novanto (yang akhirnya dipenjara dalam kasus E-KTP).

Jadi, banyak yang harus dikoreksi jika pemerintahan ini mau berada di jalurnya. Sebab, sudah banyak penyimpangan, tidak sesuai dengan janji-janji kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin, pun juga pemerintahan Jokowi-JK lima tahun sebelumnya.

Misal, tidak mau menambah utang. Nyatanya, utang bertubi-tubi.Jumlah utang lima tahun pertama Jokowi sudah lebih besar ketimbang 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari utang pun terlalu dipaksakan. Apalagi di masa sekarang, saat pandemi Covid-19 masih berjalan, banyak infrastruktur yang tidak dipakai.

KAMI oposisi jalanan

Rencana pemindahan ibukota pun tidak pernah hilang dari otak pemerintah. Padahal, sekarang stuasi ekonomi sulit, sudah krisis dan selangkah lagi akan resesi.

Banyak yang harus dikoreksi dan dikritisi. Jika terus didiamkan, pemerintah bertindak seenaknya. DPR hanya menjadi pajangan yang harus menuruti kemauan pemerintah.

Tidak ada lagi oposisi sejati di DPR. Oleh karena itu, bermunculanlah oposisi jalanan, baik yang dibentuk kalangan intelektual, maupun demo masyarakat yang belakangan hampir tiap pekan terjadi.

Oh, ia. Ada satu yang harus dilakukan pemerintah. Segera turunkan harga bahan bakar minyak, baik yang subsidi maupun non subsidi. Kalau BBM subsidi harus dibicarakan dengan DPR okelah bisa lama.

Akan tetapi, non subsidi yang katanya harganya mengikuti mekanisme pasar, kok belum turun juga. Bukankah harga minyak di pasar internasional sudah turun cukup lama? Mengapa harga di dalam negeri tidak turun, sedangkan negara lain sudah melakukannya?

Ada pertanyaan di masyarakat. Kalau harga minyak dunia naik, pemerintah (baca Pertamina) buru-buru menaikkan harga. Tetapi, kalau harganya turun di pasar dunia, kok harga minyak anteng saja?

Saya memperkirakan demo ke depan akan mulai menyasar ke harga BBM ini. Oleh karena itu, pemerintah sengaja mengalihkan isu, seperti isu RUU Omnibus Law tjipta karya dan RUU Haluan Ideologi Pancasila yang diganti menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Jika berbagai persoalan bangsa dan negara tidak digubris pemerintah, maka rakyat akan melawan. Perlawanan terus terjadi dari seluruh negeri. Dan KAMI pasti ikut melawan. **

Penulis adalah Wartawan Senior FNN.CO.ID.

783

Related Post