"Kampanye Hitam” Gender Untungkan Cabup Banyuwangi Ipuk
by Mochamad Toha
Surabaya FNN - Jumat (27/11). Spanduk bernada black campaign atau kampanye hitam yang mengarah ke paslon nomor urut 2 Ipuk Fiestiandani dan Sugirah, Cabup-Cawabup dalam Pilkada Banyuwangi 2020, mulai bertebaran di berbagai sudut Kabupaten Banyuwangi.
Seperti dilansir Detik.com, Senin (09 Nov 2020 14:50 WIB), di antaranya di Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Glagah. Dalam spanduk itu tidak tercantum pembuat ataupun pemasangnya.
Sejak Senin (9/11/2020) pagi, sudah terpasang di tempat ini (Jalan Ahmad Yani). Tidak tahu yang masang siapa di sini,” ujar Rohmad warga sekitar kepada detikcom. Spanduk ini diduga menjatuhkan paslon Ipuk Fiestiandani-Sugirah.
Salah satu spanduk bertuliskan “Wong wedok iku nggone nang sumur, dapur dan kasur, gak dadi Bupati” (Perempuan itu tempatnya di sumur, dapur dan kasur. Tidak jadi Bupati). Spanduk berlatar warna merah putih itu ditemukan di beberapa titik di Banyuwangi.
Hal yang sama diungkapkan Subekti, warga Jalan Kepiting, Kecamatan Banyuwangi yang juga menemukan adanya spanduk bertuliskan yang sama. Spanduk itu terpasang di pinggir jalan.
“Warga tidak tahu siapa yang memasang. Kemarin belum ada. Mungkin dipasang pada malam hari,” tambahnya. Komisioner Panwaslu Kecamatan Banyuwangi Riko membenarkan adanya temuan spanduk yang diduga black campaign ini.
Pihaknya masih melakukan koordinasi dengan polisi dan Bawaslu terkait dengan adanya spanduk tersebut. “Sementara ada dua kita temukan. Langkah kami berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan Bawaslu,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan Slamet Kurniawan, Panwaslu Kecamatan Glagah. Menurut Slamet di wilayahnya juga ditemukan 2 spanduk yang diduga black campaign. Di Glagah ditemukan ajakan untuk tidak memilih paslon perempuan.
“Ada dua juga ditemukan di wilayah Glagah,” ujar Slamet. Sementara, pihaknya masih melakukan pemantauan lagi. Apakah ada lagi spanduk yang sama.
Di Banyuwangi saat ini sedang berlangsung masa kampanye pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Banyuwangi 2020. Dua calon bupati dan wakil bupati bersaing saat ini.
Paslon nomer urut 1 Yusuf Widyatmoko dan KH Muhammad Riza Aziziy dan paslon nomer urut 2 Ipuk Fiestiandani dan Sugirah. Ipuk, istri Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Sedangkan Yusuf, Wakil Bupati Banyuwangi.
Spanduk yang diduga black campaign di Banyuwangi itu diprotes kaum perempuan di Banyuwangi. Mereka meminta penyelenggara Pilkada dan aparat kepolisian mengusut tuntas kasus diskriminasi terhadap kesetaraan gender tersebut.
Anggota DPRD Banyuwangi Ficky Septalinda mengatakan, tidak ada aturan larangan perempuan ikut berperan serta dalam urusan panggung politik. Dalam pencalonan legislatif, diamanatkan 30 persen kuota perempuan wajib terpenuhi.
Mengutip Detik.com, Senin (09 Nov 2020 19:40 WIB), begitu pula dalam pesta demokrasi Pilkada juga tak ada aturan pelarangan perempuan mendaftar dan ikut tampil di pesta pilkada.
“Pilkada itu tidak adu tenaga atau otot, tapi adu visi misi untuk membangun Banyuwangi. Tidak zamannya untuk kampanye hitam dengan mengorbankan derajat perempuan,” ungkap Ficky kepada Detik.com, Senin (9/11/2020).
Ficky menilai spanduk yang berisikan black campaign ini sengaja dibuat oleh oknum-oknum yang ingin merusak Pilkada Banyuwangi 2020. Sebab, hal ini membuat keresahan masyarakat, khususnya kaum perempuan di Banyuwangi.
Perlu dicatat, saat ini sudah banyak kepala daerah perempuan yang dipercaya oleh rakyat untuk memimpin Kabupaten, Kota ataupun Provinsi. Tak hanya itu, jabatan menteri ataupun pimpinan di pusat pun juga sama.
“Tentu ini kemunduran politik bagi oknum-oknum yang sengaja menghalalkan segala cara untuk menang. Sudah banyak pejabat perempuan. Ini membuktikan jika negara menjamin hak politik perempuan, baik maju dalam pilkada ataupun kegiatan politik lainnya,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan oleh Direktur Rumah baca Ainina, Emi Hidayati, yang mengutuk keras aksi pemasangan spanduk yang tak menghormati kesetaraan gender di kontestasi politik tersebut.
“Hari ini perdebatan tentang gender sudah tidak mendasar. Ketimpangan gender akibat dari cap-cap sosial yang mengorbankan salah satu jenis kelamin itulah sebenarnya awal dari kemiskinan dan awal dari penghancuran hak-hak asasi manusia,” ujar Emi kepada wartawan.
Emi mengungkapkan, siapapun warga negara yang mampu mengelola pemerintahan demi kepentingan masyarakat secara luas, layak untuk mengikuti kontestasi tanpa terkecuali.
“Berbeda dengan konteks “imam berjamaah” seperti shalat yang sudah ditegaskan. Clear agama memandang warga negara itu adalah laki-laki dan perempuan, pengelola kepentingan kepentingan publik itu juga diperbolehkan dilakukan perempuan,” tegas Emi.
Menurut Emi, isu kehawatiran ketidakmampuan seorang perempuan dalam mengelola pemerintahan kerap kali muncul pada wilayah-wilayah politik yang tidak dewasa.
“Banyak kaum wanita yang menjadi pengusaha, guru, dokter, buruh pabrik, sopir bus, sopir truk, pilot, anggota DPR, kepala dinas, dan mereka bekerja dalam kesalehannya dan mereka mampu,” tegas Emi.
Maraknya spanduk kampanye hitam di Banyuwangi itu direspon perwakilan mahasiswa, ormas Pemuda Pancasila dan LSM, Senin (23/11/2020). Mereka mendatangi Bawaslu dan meminta Bawaslu menindak tegas temuan serta laporan tentang kampanye hitam ini.
“Pilkada harus menjadi momentum yang berbahagia. Jangan gunakan cara-cara buruk (itu) dengan menyebarkan kampanye hitam,” ujar Naufal Witartono, Presiden Mahasiswa Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) Unair Banyuwangi.
Ketua MPC Pemuda Pancasila, Zamroni menambahkan, praktik kampanye hitam dapat merusak marwah demokrasi dan merugikan masyarakat.
“Kami mendesak Bawaslu Banyuwangi tetap bekerja profesional, tetap netral dan berani menindak tegas segala bentuk praktik kampanye hitam,” ungkap Zamroni.
Menurut Ketua LSM Solidaritas Masyarakat Transparansi (Somasi) Suparmin, praktik kampanye hitam dalam Pilkada Banyuwangi sudah sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, jika dibiarkan bisa berpotensi menimbulkan perpecahan hingga konflik di masyarakat.
“Kampanye hitam bisa mengganggu kondusivitas masyarakat serta stabilitas keamanan, maka harus kita lawan,” ujar Ketua LSM yang tergabung dalam Sekber LSM Macan Putih itu.
Sebelumnya, para tokoh agama di Banyuwangi menyerukan agar kampanye hitam yang mulai bermunculan menjelang Pilkada Banyuwangi 2020 tersebut, segera dihentikan.
Ketua MUI Banyuwangj, KH Moh Yamin mengatakan, pilkada adalah pesta demokrasi rakyat. Untuk itu harus dilaksanakan dengan gembira, dengan cara-cara yang baik, tidak menjelek-jelekkan orang lain dan tidak menimbulkan perpecahan.
“Hentikanlah kampanye hitam. Gunakanlah cara yang baik, sopan, santun, untuk menjaga kerukunan ketenangan, kerukunan dan kedamaian Banyuwangi,” tegas Kiai Yamin.
Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (Bamag) Kabupaten Banyuwangi Pendeta Anang Sugeng juga menyerukan hal serupa untuk menyudahi kampanye hitam yang akan merusak persaudaraan masyarakat Banyuwangi.
“Seluruh pendukung pasangan calon 01 dan 02, tetap dalam keadaan seduluran saja. Tak usah membuat kampanye hitam yang saling menjelekkan. Apa sih manfaatnya kampanye hitam itu. Segera hentikan kampanye hitam seperti itu,” ungkap Pendeta Anang.
Para tokoh agama Hindu mengajak masyarakat, khususnya umat Hindu di Banyuwangi untuk tidak mudah terprovokasi berbagai bentuk kampanye hitam dalam Pilkada Banyuwangi 2020.
“Jangan mudah terprovokasi dengan segala bentuk kampanye hitam. Mari kedepankan kampanye yang santun,” ujar Loso Hadi, pemangku umat Hindu, Desa Siliragung, Selasa (17/11/2020).
Menurut Rektor Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi Andang Subaharianto, kampanye hitam selama Pilkada Banyuwangi dari pihak yang cenderung mendiskreditkan perempuan, disebut sudah tidak efektif untuk kepentingan politik.
“Kampanye hitam kalau dipakai untuk berjualan sebenarnya tidak laku dan tidak strategis. Munculnya kampanye hitam itu bisa jadi karena ketidakpercayaan diri dalam berkompetisi sehat,” kata Andang, Senin (16/11/2020).
Andang mencontohkan, spanduk-spanduk yang mendiskriminasi dan mendiskreditkan perempuan bisa disebut sebagai kampanye hitam, dan tidak efektif.
“Karena banyak perempuan yang bisa menjadi pemimpin. Ada Tri Rismaharini, Walikota Surabaya. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang baru datang ke Banyuwangi juga seorang perempuan,” kata Andang.
Perempuan lainnya di Jawa Timur yang menjadi pemimpin, sebut saja Walikota Batu Dewanti Rumpoko; Walikota Mojokerto Ika Puspitasari; Bupati Jember Faida, dan banyak pemimpin perempuan lainnya.
Dalam pilkada, memang sudah seharusnya tidak memakai kampanye hitam. Apalagi, masyarakat Banyuwangi itu sudah bisa melihat secara jernih dan rasional. Sudah bukan waktunya lagi menggunakan kampanye hitam.
“Terpenting masyarakat Banyuwangi telah berpikir secara jernih dan obyektif, sehingga kampanye hitam tidak laku untuk dijual,” tegas Andang.
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.