Kapal Selam Korsel (4): Kajian Pemilihan Jenis Kapal Selam Diesel Elektrik
Oleh Mochamad Toha
Jakarta, FNN - Selain surat Franklin Tambunan ke Presiden Joko Widodo, fnn.co.id juga menerima copy hasil Kajian Pemilihan Jenis Kapal Selam Diesel Elektrik Dihadapkan Dengan Rencana Pembangunan Kekuatan TNI AL Dan Kemandirian Industri Pertahanan Nasional.
Berikut catatan hasil kajian tersebut yang ditulis pada Maret 2018 oleh Satuan Kapal Selam Komando Armadaa RI Kawasan Timur.
Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang mempunyai 17.504 pulau, panjang garis pantai 81.000 km dengan luas perairan 5,8 juta km².
Posisi Indonesia secara geografis juga sangat strategis karena terletak di antara dua samudera besar, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta dua benua, yakni Benua Asia dan Australia.
Sehingga apabila ditinjau dari geostrategik, geopolitik maupun geoekonomi memiliki peran yang sangat penting bukan hanya bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan dunia secara global.
Hal ini tentunya membawa konsekuensi logis yang signifikan terhadap upaya pelaksanaan pengamanan NKRI secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap stabilitas pembangunan nasional.
Karena itu, Indonesia membutuhkan sarana dan prasarana untuk melaksanakan penegakan kedaulatan negara sekaligus menjaga keamanan di seluruh wilayah yurisdiksi nasional.
TNI AL sesuai dengan peran, fungsi, dan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan dalam UU, merupakan komponen utama sistem pertahanan negara di laut serta bertanggung jawab terhadap keamanan laut di seluruh wilayah yurisdiksi nasional.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal, maka TNI AL membutuhkan alutsista yang memenuhi kebutuhan untuk memenuhi peran, fungsi maupun tugasnya, baik di permukaan, bawah air dan udara serta peralatan Marinir.
Bukan saja dalam jumlah yang memadai, namun juga sesuai dengan operational requirement yang sesuai dengan konstelasi geografi Indonesia. Pelaksanaan tugas penegakan kedaulatan negara dan keamanan di laut sangat tergantung pada kehadiran unsur-unsur di laut.
Eksistensi kapal selam yang sebagai salah satu sistem senjata strategis matra laut, disamping sebagai fungsi pengamanan teritorial laut dapat memberikan efek penggentar (deterrence effect) di kawasan.
Mengingat semakin meningkatnya kemampuan kapal selam negara-negara di kawasan regional, maka perlu adanya perimbangan kekuatan (Balance of Power) untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan di kawasan dengan penambahan kapal selam baru bagi TNI AL yang sekaligus dapat memberikan dampak penangkalan (deterrence).
Sehingga meningkatkan Bargaining Power dan berfungsi juga untuk memperkuat posisi diplomasi politik di kawasan. Keberadaan 12 Kapal Selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet, menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani dan diperhitungkan pada medio 1960-an.
Sebagai contoh kemenangan Indonesia merebut Irian Barat tanpa harus melalui pertempuran merupakan wujud nyata keberhasilan deterrent effect yang dimiliki Indonesia saat itu, sebagai salah satu negara dengan persenjataan militer yang kuat di belahan bumi selatan.
Dalam rencana pembangunan kekuatannya terutama kapal selam, TNI AL memiliki kepentingan terhadap perkembangan industri pertahanan dalam negeri, sebagai wujud kemandirian dalam mendukung dan memenuhi kebutuhan Alat Utama dan Sistem Senjata (Alutsista) TNI.
Sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, salah satunya bertujuan mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, tentunya diharapkan berjalan selaras dengan TNI AL yang membutuhkan Kapal Selam berkualitas, handal, mempunyai efek deterent yang tinggi.
Minimal seimbang dengan kekuatan kapal selam yang dimiliki negara-negara di kawasan regional dan memberikan rasa aman serta level of confidence yang tinggi kepada para pengawak kapal selam tersebut.
Untuk memenuhi kriteria jenis serta kemampuan kapal yang dibutuhkan TNI AL disesuaikan dengan kebutuhan, daya tempur serta kemampuan yang diinginkan, untuk itu maka disusun Operational Requirement, lalu dijabarkan ke dalam Technical Specification Requirement.
Kedua produk itu digunakan sebagai pedoman/kriteria untuk memilih alut sista yang ditawarkan.
Untuk itu kemandirian industri pertahanan melalui transfer of technology khususnya kapal selam diharapkan bisa berjalan seimbang dan beriringan dengan kebutuhan TNI AL terhadap Kapal Selam yang handal, berkualitas, dan memberikan efek psikologis berupa rasa aman dan percaya diri (confident) kepada para pengawaknya.
Kajian ini berdasarkan Surat Kabaranahan Kemhan No: B/1302/II/2018/Baranahan tanggal 12 Februari 2018 tentang Konfirmasi Spektek Kapal Selam Diesel Elektrik Program PLN/KE TA. 2015-2019.
Surat Menteri Keuangan Nomor: SR-579/MK.08/2017 tanggal 08 Desember 2017 tentang penetapan Sumber Pembiayaan untuk Kementerian Pertahanan tahun 2017.
Surat Sekretaris Kabinet Nomor: B.56/Seskab/Polhukam/01/2017 tanggal 24 Januari 2017 tentang Rancangan Peraturan Presiden tentang Program pembangunan dan pemeliharaan kapal selam.
Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan kapal selam dihadapkan dengan keberlangsungan industri pertahanan Nasional.Komitmen untuk membangun industri pertahanan strategis nasional menuju kemandirian Industri Pertahanan yang sesuai amanat UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
TNI AL berkomiten kuat untuk mendukung terwujudnya hal tersebut. Realisasi di lapangan telah terwujud dengan pembangunan kapal-kapal PKR 10514 dan KCR 60 di PT PAL, serta pembangunan 3 Kapal Selam tipe 209 di mana 2 unit dibangun di galangan kapal DSME serta joint section kapal selam ke-3 dilaksanakan di PT. PAL.
Dalam memenuhi kriteria, jenis dan kemampuan kapal yang dibutuhkan TNI AL disesuaikan dengan kebutuhan, daya tempur, dan kemampuan yang diinginkan, untuk kemudian disusun Operational Requirementyang selanjutnya dijabarkan ke dalam Technical Specification Requirement.
Kedua produk tersebut digunakan sebagai pedoman/kriteria untuk memilih alut sista yang ditawarkan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, inkronisasi kebutuhan alat perlengkapan pertahanan dan keamanan antara user (TNI AL) dan industri pertahanan, masih terdapat kendala, antara lain:
Kemampuan untuk memenuhi kriteria yang berdasarkan Opsreq dan Techreq yang diajukan, degradasi performance alutsista yang diharapkan, serta keberhasilan proses dan hasil alih teknologi (Transfer of Technology).
Negara-negara di kawasan regional telah meningkatkan kemampuan Angkatan Laut-nya dengan membangun tidak hanya berbagai jenis kapal permukaan seperti corvette dan frigate modern, tetapi juga kapal selam dengan kuantitas dan kualitas yang cukup signifikan.
Kekuatan yang ada saat ini dinilai belum mampu menghadapi ancaman potensial berupa kekuatan militer dari luar, maupun mengimbangi kekuatan angkatan laut negara tetangga.
Invasi militer besar-besaran atau perang terbuka, memang sangat kecil kemungkinannya, akan tetapi low intensity conflict di perairan perbatasan dengan negara tetangga, berpeluang besar terjadi setiap saat.
Dalam rangka menghadapi ancaman kekuatan laut asing yang mungkin timbul maka pilihan pengadaan kapal selam merupakan kebijakan yang paling efektif dan efisien karena seiring perkembangannya kapal selam menjadi menjadi suatu mesin perang yang dapat mengubah jalannya pertempuran laut.
Disamping itu kapal selam memiliki persenjataan strategis yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional di dan lewat laut, utamanya dalam rangka melaksanakan deterrence dan coercion.
Perairan Indonesia memiliki data hidrografi sebagaimana lazimnya perairan tropis dan perairan kepulauan, dengan beragam bentuk dan jenis dasar laut, serta kedalaman laut yang bervariasi dari perairan dangkal hingga perairan yang dalam.
Dengan kondisi perairan Indonesia yang bervariatif tersebut maka kapal selam yang dianggap cocok untuk beroperasi dl perairan Indonesia adalah kapal selam yang mampu beroperasi di laut dalam maupun laut dangkal (kawasan litoral), memiliki endurance dan daya jelajah yang cukup jauh dan lama, dan tentunya memiliki teknologi propulsi yang senyap serta memiliki persenjataan yang banyak dan bervariatif.
Kapal selam yang dibutuhkan juga harus mempertimbangkan kemungkinan besar adanya keputusan politik seperti kemungkinan sanksi embargo dari negara produsen terhadap alut sista maupun peralatan atau persenjataan pendukungnya. (Bersambung)
Penulis adalah wartawan senior