Kasus Jiwasraya Menyeret WanaArtha Life, OJK Ngumpet Dimana?

by Andre Vincent Wenas

Jakarta FNN - Terpampang jelas di laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kalau lembaga ini yang “Mengatur, Mengawasi, Melindungi Untuk Industri Keuangan yang Sehat”. Sehingga kalau ada prahara di industri asuransi misalnya, maka seyogianya fokus penyelamatan adalah kepentingan para nasabah. Mereka yang setia membayar premi, mereka bukan koruptornya, mereka tidak bersalah apa-apa.

Belum kelar soal tuntutan para nasabah PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri dan PT Bumiputera, muncul lagi korban turunan dari kasus Jiwasraya. Kali ini yang lagi ribut adalah para nasabah PT WanaArtha Life. Mengapa mereka sampai ribut? Msalahnya sederhana saja. Bagi para nasabah asuransi, ya lantaran tidak dibayar segala klaim yang dulu dijanjikan dalam akad asuransinya. Gagal bayarlah istilahnya.

WanaArtha Life, adalah sebuah perusahaan asuransi swasta yang dimiliki oleh PT Fadent Consolidated Companies (97,2%) sebagai pemegang saham pengendali. Ada Yayasan Sarana Wanajaya (2,8%). Yayasan ini bernaung di bawah Depertemen Kehutanan Republik Indonesia.

Sedangkan PT Fadent Consolidated Companies itu sendiri adalah Badan Usaha Milik Swasta yang didirikan oleh Mohammad Fadil Abdullah (almarhum). Sekarang perusahaan ono diwarisi dan dipimpin oleh puteri sulungnya Evelina Fadil Pietruschka sebagai CEO (Presiden Direktur) serta Manfred Armin Pietruschka sebagai Chairman (Presden Komisaris).

Sedangkan di PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, atau yang lebih dikenal sebagai WanaArtha Life ini Evelina bertindak sebagai Presiden Komisaris. Ia bersama Ir. Soebagjo Hadisepoetro (mantan petinggi Kemenhut) dan Dr. Sugiharto, SE. MBA (mantan Menteri BUMN) ada di jajaran Dewan Komisaris.

Dewan Direksinya diisi oleh Yanes Matulatuwa sebagai Presiden Direktur, dan Daniel Halim sebagai Direktur. Keduanya profesional yang sudah banyak makan asam garam di bidang asuransi dan keuangan. WanaArtha Life ini sudah cukup lama malang melintang di dunia asuransi, berdiri sejak tahun 1974. Berarti mereka telah hampir setengah abad (47 tahun) melayani masyarakat asuransi Indonesia.

Lalu mengapa prahara Jiwasraya bisa menular ke WanaArtha Life? Serta apa saja sih yang selama ini dikerjakan oleh OJK? Padahal kita semua mahfum bahwa selama ini OJK-lah institusi negara yang berwenang serta berkewajiban mengawasi industri keuangan nasional.

Bukankah OJK itu dibentuk memang dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan bisa terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel? Juga agar mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat?

Dengan demikian, OJK punya fungsi dan tugas untuk selalu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Baik itu soal perbankan, pasar modal, dan sektor asuransi yang dalam Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Lalu kenapa kasus seperti WanaArtha Life bisa terjadi? Coba kita telusuri sejenak jejaknya. Dalam catatan Warta Ekonomi didapat keterangan, bahwa pada 21 Januari 2020 lalu, WanaArtha Life menerima informasi secara informal mengenai perintah pemblokiran rekening mereka. Manajemen WanaArtha Life pun melakukan klarifikasi kepada KSEI dan OJK. Kenapa rekening mereka diblokir?

Lantaran rekeningnya diblokir, WanaArtha Life pun tak bisa memenuhi kewajibannya terhadap para nasabahnya. Lalu jadi kisruh dan ramai. Nasabah pun protes, dan masalahnya naik ke panggung publik. Presdir Yanes Matulatuwa menjelaskan, "berdasarkan hasil klarifikasi dari Kejaksaan Agung, kami mendapat konfirmasi benar bahwa rekening efek perusahaan dikenakan perintah pemblokiran terkait dengan penanganan suatu kasus hukum yang sedang dalam proses Kejagung".

Pemblokiran itu terkait kasus hukum Jiwasraya. Bagaimana sampai ada kaitannya antara Jiwasraya dengan WanaArtha Life? Rupanya secara ringkas, manajemen WanaArtha Life ada ikut melakukan investasi di beberapa portofolio saham yang terkait dengan Benny Tjokro (tersangka utama Jiwasraya).

Menurut versi Kejaksaan Agung, manajemen WanaArtha Life terkait dalam permainan saham bodong di yang dibeli PT Asuransi Jiwasraya. Konsekuensinya, demi proses penegakan hukum, maka dilakukan pemblokiran terhadap 800 rekening, termasuk milik para nasabah WanaArtha Life. Menurut Kejaksaan Agung, WanaArtha Life tak bisa lari dari tanggung jawab klaim asuransi yang macet sejak Februari 2020..

Menurut Hari Setiyono (Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung) ada ditemukan bukti-bukti transaksi yang tak terbantahkan bahwa pada 11 Feb 2016 WanaArtha Life ikut dalam permainan saham MYRX (milik tersangka utama Benny Tjokro). Juga ada transaksi saham RIMO, BJBR, dan LCGP yang semuanya milik group Benny Tjokro, tersangka utama.

Ada pula bukti aliran dana dari WanaArtha Life kepada tersangka Benny Tjokro tertanggal 26 Mei 2016 dan 7 Juni 2016. Masing-masing di kisaran Rp 175 juta dan Rp 69 juta. Akibatnya, Daniel Halim, Direktur Keuangan WanaArtha Life pun ikut diperiksa Kejagung selama dua hari berturut-turut, yaitu pada 29 dan 30 Januari 2020 lalu.

Lalu berlanjut pada 11 Maret 2020 dilakukan pemeriksaan terhadap 24 saksi, termasuk 6 orang dari WanaArtha Life, yaitu Tjomo Tjengundoro Tjeng, Febiotesti Valentino, Kernail, Jenifer Handayani, Denny Suriadinata, Tommy Iskandar Widjaja, dan Daniel Halim. Lalu bagaimana cerita menurut versi manajemen WanaArtha Life sendiri?

Kabarnya rekening sudah tidak diblokir, namun dananya masih dalam status sita OJK. Menurut Presdir WanaArtha Life, Yanes Matulatuwa, pihaknya berkomitmen menindaklanjuti permasalahan itu dan akan segera membayar kewajiban kepada pemegang polis secara bertahap serta menjamin bahwa seluruh manfaat polis yang merupakan hak pemegang polis yang ada di perusahaan dalam keadaaan aman.

WanaArtha Life pun sempat mem-praperadilankan status pemblokiran dan penyitaan dana di rekening mereka. Namun ditolak (digugurkan) oleh pengadilan dengan alasan bahwa pengguguran itu untuk menghindari keputusan pengadilan yang tumpang tindih, dimana saat itu sidang Tipikor kasus korupsi Jiwasraya telah dimulai sejak 3 Juni 2020.

Kuasa hukum WanaArtha Life, Erick S. Paat, balik berargumentasi bahwa ada kesewenangan yang dilakukan Kejagung dalam proses pembekuan rekening efek walau pada saat itu surat perintah penyitaan belum keluar. Singkatnya menurut Erick Paat, kliennya tidak ada sangkut pautnya dengan Sidang Tipikor Jiwasraya, lantara kliennya (WanaArtha Life) bukanlah berstatus tersangka.

Sampai saat ini kasusnya masing berjalan. Seperti biasa, korbannya adalah para nasabah. Akhirnya para nasabah membentuk Forum Nasabah WanaArtha (Forsawa). Para anggota forum inilah yang akhirnya berteriak kesana-kemari. Seolah mereka yang jadi bumper (sekaligus korban) untuk dibenturkan ke OJK, dibenturkan ke Kejaksaan (pengadilan) dan sekaligus jadi semacam humas ke publik.

Kasihan sekali sebetulnya para nasabah. Sudah jadi korban, dan akhirnya dijadikan bumper pula. Dari perspektif nasabah (dan ini yang juga seyogianya jadi fokus OJK serta manajemen WanaArtha Life), seyogianya klaim mereka (para nasabah) inilah yang mesti diutamakan.

Bayarlah klaim mereka terlebih dahulu. Entah manajemen (sebagai penanggungjawab operasional perusahaan) mau mengusahakan dana talangan dari mana pun. Entah dari dana pribadi pemegang saham kek, ataupun dari pihak ketiga lainnya. Yang penting jaga kredibilitas di mata nasabah.

Sementara itu OJK, iya OJK yang selama ini sudah lebih dulu meng-klaim dirinya sebagai regulator (pengatur rambu) di bisnis keuangan, pengawas jalannya operasi bisnis keuangan nasional dan sebagai pelindung konsumen bisnis keuangan nasional juga mesti ikut bertanggungjawab.

Bagaimana tanggungjawab OJK itu? Sederhana saja. Segera perintahkan bayar kepada manajemen WanaArtha Life untuk membayar klaim nasabahnya. Matanya OJK mesti lebih melotot lagi untuk mengawasi tingkah laku manajemen demi melindungi konsumen. Seperti slogan yang terpampang jelas di laman resmi OJK, “Mengatur, Mengawasi, Melindungi Untuk Industri Keuangan yang Sehat”.

Bagaimana manajemen WanaArtha Life mendapatkan dananya? Itu urusan manajemen (direksi serta komisaris) WanaArtha Life. Yang jelas, konsumen (nasabah) bukanlah bumper yang bisa dibenturkan kesana-kemari seperti permainan boom-boom-car di Dunia Fantasi.

Penulis adalah Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).

1557

Related Post