Kata Netizen, “#Tangkap Anak Pak Lurah!”
by Mochamad Toha
Surabaya FNN - Selasa (22/12). Tangkap Anak Pak Lurah! Nggragas kok pol-polan. Tas bansos saja diembat. Vangke...” Begitu tulis netizen Arie Karimah, Pharma-Excellent, Alumni ITB, di akun Facebook-nya, Senin (21/12/2020).
Respon pun beragam. Antara lain, seperti berikut:
Wahyudi Gondin: Bukan gragas tapi original. Ani Rohani Panjaitan: Pengen denger komentar dari para 'pemuja' nya. Yang selama ini 'mengagungkan' keluarga pak lurah dan turunannya bersih, gak KKN, gak rakus jabatan, selalu berusaha mandiri. Preeeeettt....
Nelly Siswati Baswir: Ktnya nyambung jg ya ke anak bu Camat... Muhammad Ferdian Nuur: Dana bansos dikorupsi, tapi sibuk nuduh kotak amal sumber dana teroris.
Budiwanti Nasution: Muhammad Ferdian Nuur, barusan beli soto di SSB...ada kotak ...terus perhatiin kotak amal .. Daan apa .. ah dengernya sakit hati . Cuma ujungnya dia bilang ..hati hati aja ..
Antje Mtz II: Ngragas sudah bakat dari sebelum bapakne dadi lurah masih sbg "kader binaan" OomPung. Diah Nur Hayanti: Bisa jadi, danan operasional dari yang kecil-kecil menjadi besar. Ibarat iuran Bu.
Ratih Oemiati: #TangkapAnakPakLurah#. Yusmainar 'Niar': Rakus serakus rakusnya... Rahmiyati Znoer: Tempo....keren ya..berani bongkar2.
Sebelumnya, Majalah TEMPO Edisi 21-27 Desember 2020 dengan judul cover “Koruspi Bansos Kubu Banteng” menyoroti sepak terjang elit PDIP dalam korupsi Bansos.
Dalam sebuah judul di Majalah TEMPO, “Otak-Atik Paket Bansos dan Jatah untuk Pejabat Negara” ditemukan adanya peran putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dalam pengadaan goodie bag yang diproduksi PT Sritex.
Konon, nama Sritex merupakan rekomendasi Gibran. Hanya saja penyebutan untuk Gibran disamarkan oleh sumber TEMPO dengan kode “Anak Pak Lurah”. Oleh TEMPO, kode “Pak Lurah” disebut mengacu ke Jokowi.
Masih menurut laporan Majalah TEMPO, pada akhir April lalu, mantan Mensos Juliari Peter Batubara telah menyatakan mengajak perusahaan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah untuk memproduksi goodie bag.
Politikus PDIP Deddy Sitorus mempertanyakan data yang diperoleh Majalah TEMPO. Sebab seharusnya, data yang didapat tersebut menjadi dokumen hukum yang seharusnya dibuka di pengadilan.
“TEMPO tahu dari mana? Terserah mereka-lah. Nanti di tingkat pengadilan, kalau tidak benar nanti kita sue (tuntut) TEMPO-nya,” ujarnya, seperti dilansir SuaraNasional.com, Minggu (20/12/2020).
Perusahaan tekstil raksasa Sritex mendapat jatah pembuatan 1,9 juta kantong kemasan, berkat rekomendasi “Anak Pak Lurah”, Gibran Rakabuming Raka, yang baru memenangkan Pilkada Kota Solo pada Pilkada Serentak 2020, 9 Desember lalu.
PDF, _screenshot_ majalah TEMPO menyebar dengan cepat di media sosial. Media-media online juga ikut ramai mengutip laporan TEMPO dan memberitakannya. Pemberitaan media dan tagar #TangkapAnakPakLurah ini, direaksi kubu pendukung Presiden Jokowi.
“Sejak Senin pagi (21/12/2020) tagar #TempoMediaASU mulai bergema. Dan, masuk dalam trending topic Indonesia, namun belum bisa mengalahkan #TangkapAnakPakLurah,” ungkap wartawan senior Hersubeno Arief.
Riuh rendahnya pemberitaan dan tagar Anak Pak Lurah ini juga membuat Gibran gerah. Dia menantang agar KPK segera menangkapnya. “Silakan tangkap kalau ada bukti,” tantangnya.
Melihat pilihan kosa kata ASX, kita sesungguhnya sudah bisa menduga siapa yang bermain di belakang tagar ini. Kosa kata itu khas gaya Jawa Tengah-an, khususnya kota Solo. Kata itu adalah sebuah makian.
Menunjukkan betapa kesal dan marahnya mereka kepada Majalah TEMPO. TEMPO Group dalam beberapa pekan terakhir memang tidak hanya menelanjangi Juliari dan PDIP, tapi juga menyerang “Anak Pak Lurah”.
Masih ingat saat ramai-ramai menjelang Pilpres 2019 lalu? Bupati Boyolali Seno Samudro memaki Capres Prabowo ASX.
Gara-garanya, hanya karena Prabowo Subianto mengucapkan guyonan “Tampang Boyolali”. Sebuah makian yang sangat tidak pantas terhadap seorang capres. Apalagi kini Prabowo malah menjadi Menhan dalam Pemerintahan Presiden Jokowi.
*Rekom Gibran?*
Dalam Laporan Utama Majalah TEMPO Edisi 21-27 Desember 2020 disebutkan, masuknya nama Sritex sebagai penyedia goodie bag bansos merupakan rekomendasi dari putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Juliari diduga bertemu dengan salah seorang anggota staf Puan Maharani – yang oleh netizen disebut “Anak Bu Camat” yang mengarah ke Megawati Soekarnoputri – berinisial L. Dalam pertemuan itulah duit miliaran rupiah diserahkan kepada perempuan tersebut.
Dua hari sebelum ditahan di rutan KPK, Mensos Juliari menghadap Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jumat pagi, 27 November lalu.
Bersama Menko PMK Muhadjir Effendy dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Juliari melaporkan perkembangan penyaluran bansos untuk masyarakat yang terdampak Corona virus Disease 2019 (Covid-19).
Kepada TEMPO di kantomya pada Selasa, 15 Desember lalu, Muhadjir mengatakan, dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi meminta tahun depan bantuan sosial diberikan dalam bentuk tunai selama 6 bulan. “Presiden bilang bansos sembako sudah cukup,” kata Muhadjir.
Rencananya, duit yang dibagikan per bulan bemilai Rp 300 ribu. Menurutnya, pemberian bansos membetot perhatian Jokowi sejak awal.
Sehari seusai pertemuan di Istana, Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan Juliari menjadi tersangka penerima suap bansos. Sebelumnya, KPK mencokok pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso, dan sopimya;
Sanjaya, Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja; broker Harry van Sidabukke; serta beberapa orang lain di Jakarta dan Bandung. “Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu pukul 02.00 di salah satu tempat di Jakarta,” kata Firli.
KPK menyita duit Rp 14,5 miliar dalam penangkapan tersebut. Pemberian fulus itu diduga bertujuan agar Juliari dan anak buahnya memilih perusahaan Ardian dan Harry sebagai vendor penyedia bansos di kawasan Jabodetabek.
Ardian dan Harry menjadi tersangka pemberi suap, sedangkan Juliari dan dua anak buahnya, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, menjadi tersangka penerima suap.
Dari pengusaha ini, Juliari diduga telah menerima suap senilai Rp 17 miliar. Duit ini dipungut dari pemotongan dana bantuan sosial sebesar Rp 10 ribu dari paket bahan pokok seharga Rp 300 ribu.
Selama 8 bulan ini, sudah 23,708 juta paket senilai Rp 6,464 triliun yang disalurkan. “Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang haruss disetorkan para rekanan pada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko,” ujar Firli.
Pada Ahad dinihari, 6 Desember 2020 lalu, setelah anak buahnya ditangkap KPK, Juliari menyerahkan diri kepada komisi antikorupsi. Setelah diperiksa KPK, dia menyatakan akan mengikuti proses hukum. “Mohon doanya,” kata Juliari kepada para pewarta .
Program bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak Covid-19, yang terdiri atas 14 tahap, dua diantaranya buat komunitas, diduga dirancang untuk menjadi proyek bancakan. Mendasarkan pada regulasi kedaruratan bencana.
Kemensos pada Rabu, 8 April 2020, menetapkan mekanisme penunjukan langsung pada perusahaan penyedia paket bahan pokok, penyedia goodie bag, hingga untuk jasa pengiriman bantuan sampai ke kelompok penerima manfaat.
Memilih vendor, Menteri Juliari Batubara membentuk tim khusus yang beranggota Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin serta dua pejabat pembuat komitmen, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Dua pengusaha dan seorang sumber di Kemensos bercerita, tim Juliari itu kerap menggelar pertemuan dengan calon rekanan di restoran Sate Khas Senayan seberang Kemensos, Jalan Salemba, Jakarta Pusat.
Sejak awal penunjukan, Matheus dan Adi meminta fee Rp 10 ribu per paket. Menurut sumber yang sama, duit itu diserahkan setelah perusahaan mereka mendapat surat perintah kerja dari Kementerian Sosial.
Mereka bercerita, belakangan Matheus dan Adi meminta tambahan upeti, selain Rp 10 ribu untuk Juliari Batubara, sebesar 10-12 persen dari nilai pengadaan. Penyebabnya, paket itu ada pemiliknya, yakni sejumlah politikus dan pejabat pemerintah.
Nilai rupiah yang “dicopet” itu, seperi informasi yang diterima KPK, mencapai Rp 100.000 per paket. Seperti ditulis Kompas.com, Senin (14 Desember 2020 | 16:13 WIB), bansos yang diterima masyarakat tersebut hanya senilai Rp 200.000 dari yang seharusnya Rp 300.000.
“Kalau informasi di luar sih, itu dari Rp 300 ribu, paling yang sampai ke tangan masyarakat 200 (ribu), katanya, kan gitu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Senin (14/12/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
Konon, duit hasil “copetan” dana bansos itu sebagian mengalir ke PDIP, dan dipakai untuk pemenangan calon dari PDIP pada Pilkada 2020 lalu. Benarkah? Ditunggu keberanian dan independensi KPK tentunya.
Apalagi, Gibran sudah berani menantang KPK, jika “Anak Pak Lurah” ini terbukti ikut menikmati dana bansoss.
Penulis wartawan senior fnn.co.id