Kebijakan Singapura Sama dengan Suara BuzzerRp
Jakart, FNN - Deportasi yang dilakukan pemerintah Singapura terhadap Ustadz Prof.Abdul Somad Batubara, Lc., MA, yang akrab dipanggil UAS ini, sungguh merupakan pelecehan besar terhadap Umat Islam.
Sahabat karib UAS, Babe Haikal Hassan menyayangkan sikap Singapura yang arogan dan tidak menjaga etika bertetangga. "Siapa sesungguhnya yang ekstrimis yang menghina para ulama? Singapura sudah terjangkiti Islamophobia," kata Haikal Hasan.
Babe Haikal merasa heran dengan sikap Singapura. "Kebijakan negara tersebut kok sama dengan suara BuzzerRp atau buzzer bayaran?, " Ujar Haikal.
Haikal Hasan menduga ada pembisik yang sengaja melaporkan kedatangan UAS. "Sampai kapan bangsa ini dipecah-belah, kok masih ada yang membela Singapura, " katanya dalam nada heran.
Pelecehan Singapura terhadap UAS yang dikenal sebagai tokoh umat Islam Indonesia terjadi di tengah perilaku negara tersebut yang sudah banyak dikenal sebagai sarang koruptor dari Indonesia. "Kita tahu banyak koruptor maling uang rakyat Indonesia larinya ke Singapura, " ungkap Haikal.
Ceramah UAS soal bom bunuh diri pejuang Palestina dan adanya jin dalam patung terus dicuatkan oleh para buzzerRp gara-gara UAS sosok ulama yang tegas dan istiqomah.
"Mengapa orang yang berani mengkritik pemerintah harus dimusuhi? UAS itu ulama yang cinta NKRI," kata Haikal.
Singapura merupakan negara kecil yang devisa terbesarnya dipasok dari kunjungan wisata dan terbesar dari Indonesia. "Lebih baik kita boikot aja Singapura, " seru Babe Haikal Hasan.
Sebagai sesama penceramah, Babe Haikal sangat mengenal sosok UAS. Sosoknya yang tegas dan santun. Beliau penceramah yang terhormat, tidak hanya diakui di dalam negeri juga di negara-negara Islam.
Deportasi yang dialami UAS jelas merupakan pelecehan bagi Indonesia. Karena UAS merupakan tokoh dan ulama besar, tidak hanya di Indonesia saja bahkan Brunei Darussalam dan Malaysia memberikan penghormatan tinggi terhadap beliau. Karena dakwahnya, UAS pernah mendapat gelar profesor tamu di Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam pada Januari 2020. (TG)