Kembali Pada UUD 1945 Menyelamatkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945
Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas!
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
INDONESIA hari ini mulai terseok seok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jurang si miskin dan yang kaya raya semakin lebar.
Kekayaan Ibu Pertiwi hanya dikuasai segelintir orang, bahkan 70% lahan di Indonesia dikuasai 0,10 % aseng dan asong. Pengkhianatan atas pasal 33 UUD 1945 dan tujuan negara yang di-Proklamasikan pada 17 Agustus 1945, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diabaikan.
Sejak UUD 1945 diamandemen 4 kali, kemudian dijalankan Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Sementara partai politik seakan paling Indonesia masih me-ngunya-ngunya Pancasila. Padahal sejak Amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen ya Ideologi negara berdasarkan Pancasila.
Coba resapi apa itu ideologi?
Kata kerja Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal dari bahasa Yunani logos yang artinya pengetahuan. Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Jadi Pengertian Ideologi itu adalah pengetahuan atau kumpulan gagasan atau ide-ide tentang negara berdasarkan Pancasila. Di mana itu? Oleh para pendiri negeri ini ide-ide atau gagasan negara berdasarkan Pancasila itu diuraikan di dalam Batang Tubuh UUD 1945. Terdiri dari 16 Bab, 37 pasal, dan 4 Aturan tambahan dan peralihan.
Itulah ideologi negara berdasarkan Pancasila. Misalnya, tentang Kedaulatan Rakyat pasal 1 Ayat 2. Soal sistem ekonomi Pancasila pasal 33 ayat 1-3. Jadi ideologi Ekonomi kita ya pasal 33. Amandemen UUD 1945 telah mengkhianati ideologi Ekonomi berdasarkan Pancasila.
Tentang Presiden pasal 6, Presiden ialah orang Indonesia Asli diamandemen menjadi Presiden adalah warga negara Indonesia. Ini sebuah pengkhianatan. Karena menurut ideologi Pancasila yang menjadi Presiden itu adalah orang Indonesia Asli (Pribumi), bukan orang asing.
Dengan diamandemennya UUD 1945 yang memisahkan Pembukaan dan Batang Tubuh, maka Negara Republik Indonesia Sudah Tidak Berideologi Pancasila lagi.
Sejak UUD 1945 diamandemen, bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu menjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktual, sepertinya soal hakekat, sifat, tujuan, dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik.
Untuk memperdalam kajian ideologi Pancasila tentu kita harus mengerti apa itu hakekat, sifat, tujuan, dan tugas negara di dalam ketatanegaraan dengan mengerti hal tersebut, maka kita menjadi paham apa itu ideologi Pancasila .
Cuplikan Tesis Prof Dr Noto Nagoro Soal Sifat Manusia Sebagai Dasar Kenegaraan.
Di dalam pembukaan terdapat unsur-unsur yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam hal soal-soal pokok itu. Pembukaan mulai dengan pernyataan “bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Hak akan kemerdekaan yang dimaksudkan adalah daripada segala bangsa, bukannya hak kemerdekaan daripada individu, dan untuk mempertanggung-jawabkannya lebih landjut, bahwa “pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan” juga bukan hak kemerdekaan individu yang dipergunakan sebagai dasar, akan tetapi “perikemanusiaan dan perikeadilan”, kedua-duanya pengertian dalam arti abstrak dan hakekat.
Jangan sekali-kali lalu timbul anggapan, bahwa di dalam pernyataan hak kemerdekaan bangsa daripada pembukaan itu tidak ada tempat bagi hak kebebasan perseorangan.
Tidak demikian halnya, akan tetapi perseorangan ditempatkan dalam hubungannya dengan bangsa, dalam kedudukannya sebagai anggota bangsa dan sebagai manusia dalam kedudukannya spesimen atas dasar atau dalam lingkungan jenisnya (genus), ialah “perikemanusiaan”.
Sebaliknya bukan maksudnya juga untuk menyatakan bahwa perseorangan adalah seolah-olah anggota bangsa, melulu penjelmaan jenis, akan tetapi seraya itu djuga merupakan diri sendiri dan berdiri pribadi.
Pemakaian “perikemanusiaan” juga sebagai alasan untuk menghapuskan penjajahan, lagipula termasuknya sila “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam asas kerohanian Negara menunjukkan, bahwa dikehendaki untuk menjadikan unsur kesesuaian dengan hakekat manusia itu sebagai pokok sendi bagi Negara, dan hakekat manusia adalah makhluk yang bersusun dalam sifatnya, ialah individu dan makhluk sosial kedua-duannja.
Terkandung di dalam unsur-unsur Pembukaan itu tidak hanja hal negara didasarkan atas pokok pikiran bersendi pada dan terdiri atas manusia yang mempunjai sifat individu dan makhluk sosial kedua-duanya, akan tetapi djuga tidak menitikberatkan kepada salah satunya.
Yang dikehendaki bukan Negara yang bersusun individualistis, atomistis, mechanis atau sebaliknya. Negara yang bersusun kolektif atau organis itu sebagai kesatuan total yang mengenyampingkan dari manusia perseorangan. Akan tetapi yang dimaksud ialah Negara yang bersusun dwi-tunggal, kedua-duanja sifat manusia sebagai individu dan makhuk sosial terpakai sebagai dasar yang sama kedudukannya.
Pentingnya arti daripada soal sifat manusia dalam hal merupakan dasar kenegaraan, tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi, sebagaimana diketahui sudah menjadi pendapat umum, bahwa itu mempunjai arti yang menentukan dalam hal-hal pokok kenegaraan, sepertinja sudah disinggung-singgung di atas tadi menentukan hakekat sifat daripda negara sendiri, djuga menentukan susunan, tujuan dan tugas bekerjanya negara, kedudukan warga negara dalam negara dan hubungannya dengan negara, begitu pula susunan pemerintahan negara.
Kesimpulan yang didasarkan atas unsur-unsur jang terdapat dalam Pembukaan tadi, ternyata sesuai dengan dan memperoleh penegasan resmi sebagaimana dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7.
Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.
Jadi Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara jang tidak boleh dilupakan”.
Selanjutnya dikatakan, bahwa “pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakjatan dan permusjawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem Negara yang harus terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat yang berdasar atas permusyawaratan/perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masjarakat Indonesia”. Dengan lain perkataan sistim Negara harus demokratis, jadi di sini dititikberatkan kepada unsur sifat individu daripada manusia, dan demokrasi jang sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia yang telah terdapat dan terselenggara padanya, ialah kedaulatan rakyat atas dasar permusyawaratan/perwakilan.
Lain dari itu ditegaskan, bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat). Pemerintahan berdasar atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan jang tidak terbatas)”.
Dengan diamandemennya pasal 1 ayat 2 UUD 1945 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhkan oleh MPR, setelah diamandemen Pasal 1 ayat 2 menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas!
Bangsa ini harus sadar atas apa yang terjadi sejak amandemen UUD 1945. Negara sudah diacak-acak, kedaulatan rakyat telah dibajak oleh partai politik, negara sudah tidak, semua untuk semua, tetapi negara hanya untuk golongan partai politik saja. Negara tidak lagi berideologi Pancasila tetapi diganti dengan Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme.
Kita membangun kesadaran bersama sebagai anak bangsa dengan segala kemampuan harus segera dirajut untuk mendukung Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima mandat untuk memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 hasil Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Jum’at, 17 Agustus 1945.
Bangunlah partisipasi masyarakat, kelompok, golongan, kampus, mahasiswa, ormas-ormas, TNI, Polri jika kita masih menginginkan anak cucu kita tidak menjadi jongos di negerinya sendiri, mari kita kembalikan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan UUD1945 dan Pancasila. (*)