Kenapa Pemerintah Beroposisi Terhadap KAMI?
by Tony Rosyid
Jakarta FNN – Jum’at (28/08). Ketika Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia KAMI) muncul dengan maklumatnya, publik jadi ramai. Umumnya masyarakat positif menyambutnya. Bahkan cukup rakyat antusias. Ada dua indikator. Pertama, berita media. Sangat masif pra dan pasca deklarasi KAMI. Kedua, berdirinya sejumlah KAMI di daerah.
Meski begitu, ada juga yang kontra. Terutama dari sejumlah elit dan pendukung pemerintah. Mereka nampak gerah dan merasa nggak nyaman. Tentu saja mereka punya alasan mengapa gerak dan nggak nyaman. Soal rasional tidaknya alasan ketidaknyamanan itu, biar rakyat yang akan menilai.
Kegerahan itu terlihat dengan munculnya sejumlah statemen negatif. Bahkan juga muncul tandingan terhadap KAMI. Lahir komunitas yang mengatasnamakan KITA, KALIAN atau KAMI dengan singkatan yang berbeda-beda. Karena sifatnya reaktif, apalagi hanya sebagai tandingan, biasanya nggak lama. Muncul, lalu segera tenggelam. Gerakan tanpa militansi dan orientasi perjuangan biasanya nggak bertahan lama. Apalagi jika bergantung biayanya.
Beberapa tokoh membuat tudingan yang cenderung menyudutkan KAMI. Mereka menganggap KAMI adalah kumpulan barisan sakit hati. Nggak siap menerima kekalahan. Pingin jadi presiden, dan makar. Tudingannya macam-macam.
Anehnya, mereka yang melakukan kritik terhadap KAMI umumnya tidak bicara substansi. Lima hal yang menjadi bagian dari maklumat KAMI terkait persoalan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan HAM serta Sumber Daya Alam, nyaris tak disinggung. Yang disorot justru organisasi dan para tokohnya dengan berbagai stigma dan tuduhan yang nggak perlu. Semacam tuduhan yang kekanak-kanakan.
Sebaiknya perlu baca dulu maklumat KAMI. Pahami, lalu bahas dan diskusikan isi maklumatnya. Kalau sudah baca, lalu sengaja mengabaikan, karena dalam maklumat tersebut ada kebenaran data. Makanya tentu ini bukan saja nggak fair, tetapi juga gak mendidik bagi rakyat.
Mestinya, para pengkritik KAMI membaca, lalu pelajari lebih dulu substansi dan konten maklumat KAMI. Jadikan konten itu sebagai tema diskusi. Adu data dan analisis yang jauh akan lebih konstruktif. Memberikan referensi yang baik dan dapat mencerdaskan rakyat.
Tapi, jika yang disoal adalah organisasi gerakan dan para tokohnya saja. Apalagi dengan cara menyeebar fitnah, dan sibuk membuat tuduhan, maka hal ini hanya akan menjauhkan bangsa dari substansi persoalan yang sedang dihadapi. Tahu-tahu sudah krisis saja. Tahu-tahu bangkrut saja. Tahu-tahu meledak dan terjadi gejolak sosial saja.
Tahu-tahu dan kemungkinan-kemungkinan itu dan inilah yang jauh lebih berbahaya untuk bangsa ini nantinya. Karena itu, gerakan seperti KAMI dan sejenisnya perlu hadir sebagai alarm. Sebelum negara ini semakin terpuruk dan terlambat untuk diatasi permasalahannya.
Ada ungakapan, "orang bodoh selalu melihat siapa yang bicara. Orang pintar selalu melihat apa (konten) yang dibicarakan. Dan orang beradab selalu melihat nilai (value) di balik konten yang dibicarakan". Nah, silahkan pilih sendiri, anda mau masuk ke kelompok mana?
Supaya tidak dianggap masuk yang "bodoh", maka sebaiknya semua pihak mestinya melihat maklumat KAMI sebagai tema diskusi kebangsaan hari ini. Dari sinilah rakyat belajar dan bagaimana ikut ambil peran menghadapi persoalan negaranya.
Dalam konteks ini, nampaknya KAMI lebih siap untuk beradu gagasan dan data. Kesiapan itu terlihat dari kredibilitas para tokohnya yang tampil ke permukaan. Soal ekonomi, ada Said Didu, Ichsanuddin Noersy, Budhiyanto dan Didik J. Rachbini. Ekonom Rizal Ramli, kendati tak berada di struktur KAMI, tapi selalu mendukung dan satu pandangan dengan KAMI dalam analisis ekonominya.
Soal Hukum, ada Refly Harun, Abdullah Hehamahua, Joko Edy, Ahmad Yani dan sejumlah advokat. Soal politik, ada Gatot Nurmantyo, Husnul Mariyah, Ubaidillah Badrun, Bachtiar Hamzah dan Tamsil Linrung. Soal Sumber Daya Alam ada Marwan Batubara yang aktif menulis tentang persoalan minerba. Soal sosial budaya, ada Din Syamsuddin, Rachmat Wahab, dan Jeje Zainuddin.
Tokoh-tokoh yang jumlahnya ada 150 ini punya kapasitas di bidangnya masing-masing. Jumlah tokoh yang bergabung ke KAMI terus bertambah. Apalagi ada program KAMI berbasis profesi. Kabarnya akan lahir KAMI mahasiswa, KAMI kedokteran, KAMI advokat, KAMI purnawirawan, KAMI buruh, KAMI petani, KAMI nelayan, dan KAMI-KAMI yang lain. Jika ini terealisir, tentu akan menjadi potensi yang besar untuk berkontribusi kepada bangsa, sesuai bidang masing-masing.
Pemerintah bisa manfaatkan mereka sebagai sparing partner dalam membangun gagasan dan kebijakan. Bukan sebaliknya, sibuk mencari kesalahan dan melakukan pembunuhan karakter terhadap para tokohnya. Itu prilaku picik, amatiran, kacangan, kaleng-keleng, odong-odong dan beleng-beleng. Tentu, ini tidak baik bagi proses pembelajaran politik dan demokrasi kita.
Pemerintah dan DPR mestinya berterima kasih kepada para tokoh dan anak bangsa yang ikut membantu secara aktif menyelamatkan Indonesia dari krisis, terutama ekonomi, hukum dan politik. Mereka adalah orang-orang yang peduli terhadap bangsa dan negaranya. Dengan jiwa nasionalismenya, gerakan semacam KAMI inilah yang dapat mencegah terjadinya deviasi, distorsi dan disorientasi pengelolaan negara, dari nilai dasar dan cita-cita bangsa. Terutama di tengah DPR yang sedang kehilangan spiritnya untuk menjalankan tugas kontrolnya.
Jangan justru sebaliknya, pemerintah malah merasa gerah dan berupaya mengganjal KAMI. Nggak lucu kalau kemudian pemerintah mangambil sikap oposisi terhadap KAMI.
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.