KKB Teroris? Negara Diduga Lakukan Terorisme di Papua (Bagian-1)
by Marthen Goo
Jayapura FNN - Pemerintah mengumumkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai “Teroris” seperti yang disampaikan Menkopolhukam, Prof. Maufud MD, dan viral di media-media, tentu saja mengagetkan publik. Pro dan kontra terjadi dimana-mana. Hampir semua orang Papua menolak lebel tersebut. Tetapi di Jakarta, banyak yang pro dan kontra. Mestinya dengan melebel teroris, apalagi oleh pemerintah, harus jelas dan terukur.
Dampak dari pernyataan pemerintah soal KKB sebagai terorisme ada empat. Pertama, terjadi pengiriman pasukan yang berlebihan. Kedua, adanya penyerangan darat dan udara. Ketiga, adanya masyarakat kurang lebih 7000-an orang mengungsi besar-besaran ke hutan. Sementara yang mengungsi ke distrik pembentukan traomating pada penduduk.
Terhadap dugaan pada poin keempat, Komnas HAM diharapkan untuk segera turun ke Papua. Lakukan penyelidikan secara menyeluruh dari bentuk penyerangan yang dilakukan oleh apparat. Ada tidak korban warga sipil? Ada tidak pengungsian yang tidak dilindungi negara? Atau adanya proses pengabaian sebagai kejahatan HAM yang dikenal dalam dunia HAM adalah “by omission”.
Jika ada kejahatan HAM, baik by omission, apalagi by comission, maka Komnas HAM harus berani untuk menetapkan sebagai kejahatan HAM. Seret segera pelakunya ke pengadilan HAM. Apalagi kalau jelas-jelas siapa yang memberikan intruksi.
Jika merujuk pada UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, maka soal “genosida”, jika ada dugaan terjadi, dan memenuhi unsur pasal 7 poin (a) tentang kejahatan genosida, dan pasal 8 poin (c) “menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya”.
Membedah KKB dan TPN-OPM
KKB adalah Kelompok Kriminal Bersenjata. Kata kriminal, memiliki arti bahwa kelompok yang melakukan perbuatan kriminal. Biasanya tujuan yang dilakukan adalah hal-hal yang sifatnya kecil dan terbatas serta tujuan materi semata. Sehingga, siapa itu kelompok kriminal bersenjata? Barang kali hanya pemerintah di Jakarta yang tahu kelompok tersebut.
Hal itu berbeda dengan TPN-OPM. TPN sendiri adalah Tentara Pembebasan Nasional. Sementara OPM adalah Organisasi Papua Merdeka. Artinya bahwa organisasi, baik TPN maupun OPM adalah organisasi Idiologi Papua Merdeka. Perjuangan mereka adalah perjuangan untuk merebut kemerdekaan Papua. Mereka juga bisa disebut sebagai kombatan, dalam perspektif perjuangan idiologi.
Barang kali perjuangan TPN-OPM ini sama dengan keberadaan Indonesia saat berjuang untuk merebut kemerdekaan setelah mendeklarasikan kemerdekaan 17 agustus 1945. Karena paska proklamasi kemerdekaan, Belanda berkeinginan untuk mengambil kembali Indonesia, dan melalui desakan Amerika, akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.
Indonesia pada saat itu memiliki idiologi yang sama tentang kemerdekaan, dan lepas dari penjajahan. Bahkan Soekarno sebagai salah seorang pejuang selalu ditangkap dan dilebelin separatis. Terjadi dua cara pandang yang berbeda. Belanda menganggap Soekarno adalah separatis, tetapi rakyat di Jawa menganggapnya sebagai nasionalis dan pejuang bagi keselamatan rakyat Jawa kala itu.
Keberadaan TPN-OPM secara subtansial sama. Barang kali bagi sebagian rakyat Indonesia TPN-OPM adalah kelompok separatis, tapi bagi sebagian besar rakyat Papua, TPN dan OPM adalah organisasi nasional Bangsa Papua untuk kemerdekaan. Tentu ini soal cara pandang dan pada posisi dimana kita berada. Hal yang sama juga saat Belanda menguasai Jawa dan beberapa daerah lainnya minus Papua.
Jadi, dari aspek subtansial, KKB dan TPN/OPM tentu berbeda. Walau dalam perspektif separatis, Menurut Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Internasional Unpad Bandung, “separatisme diartikan gerakan memisahkan diri suatu masyarakat di dalam suatu negara. Alasannya ketidakadilan sosial yan terjadi terhadap masyarakat setempat. Pola kolonialisme sudah tidak relevan lagi untuk abad ini”.
Barang kali terhadap pernyataan Guru Besar tersebut, cara pandang yang dilihat hanya pada tahun 2021. Sementara TPN-OPM lahir dari akumulasi perjalanan sejarah yang Panjang. Dimana ada kesinambungan antara perebutan Papua oleh Soekarno dengan paksa, operasi militer, Pepera 1969 di bawah tekanan militer, operasi militer lanjutan dan kejahatan kemanusiaan yang panjang hingga saat ini. Dari aspek tersebut, pernyataan guru besar sesungguhnya bisa menjadi perdebatan tersendiri.
TPN-OPM Punya Kepastian Hukum
Pemerintah menetapkan KKB teroris ,dan itu disampaikan ke publik lewat media. Pertanyaan dalam perspektif hukum, KKB itu siapa? Pemerintah bisa menjelaskan yang dimaksud KKB? Apakah KKB itu adalah oknum dari orang? Atau organisasi apa ? Bukankah dalam hukum pidana, ketika menyebut subjek hukum harus jelas?
Ketika pemerintah menyebutkan KKB teroris, narasi yang disampaikan ke publik sangat abstrak dan multitafsir. Artinya, siapapun orang yang hanya didasarkan pada asumsi bisa disebut teroris seenaknya. Tanpa ada batasan dan penjelasan yang jelas, kongkrit dan terukur. Ini stigmatisasi atas pernyataan teroris. Sementara pernyataan pemerintah tidak jelas dari aspek subtansi ketika bicara subjek hukum.
Jika merujuk pada pernyataan pemerintah yang disampaikan Menkopolhukam “pemerintah menganggap organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris”. Apakah semudah itu? Sementara penetapan teroris itu unsurnya ketat dan terukur. Kenapa pemerintah menyebut orang Papua? Apakah ini tendensius rasisme, atau kebencian kepada orang Papua?
Subjek hukum tidak jelas, maka berpotensi kekerasan bisa terjadi. Kerena pada siapa saja yang diasumsikan melakukan kekerasan. Bahkan, ketika rakyat protes dan dianggap melawan aparat, bisa didalilkan dengan terorisme. Ini menciptakan kegaduan baru. Apalagi dasar hukum penetapan itu tidak ada, tetapi pengiriman pasukan dan pendekatan militer digunakan pendekatan “respon terorisme”.
Jika merujuk pada UUD’45 pasal 1 ayat (3) Indonesia adalah negara hukum, mestinya kepastian hukum, dan subjek hukum harus jelas. Kalau yang kaya gegini, sama saja dengan melakukan tindakan yang inkonstitusional. Sewenang-wenang. Sesuka hati.
Unsur Dalam Gerakan Terorisme
Sekarang kita coba dalami unsur-unsur dalam pengertian teroris. UU Nomor 5 tahun 2018 dijelaskan “terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan”.
Pengertian ini ada dua poin yang bisa dilihat. Pertama, perbuatan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal. Kedua, perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan
Jika merujuk pada dua poin dasar tersebut, hal-hal yang dilakukan TPN jika kita gali dan dalami secara objektif, barangkali bisa digali dan didalami oleh tim independen lain. Pertaman, TPN selalu berkonflik dan saling bermusuhan dengan TNP/Polri. Kedua, TPN hanya akan mengintrogasi atau membunuh oknum tertentu orang yang menjadi bagian dari mata-mata aparat Indonesia (spionase). Ketiga, menghancurkan fasilitas umum yang dihuni/digunakan TNI/Polri sehingga beralih fungsi dari umum ke khusus .
Dari tiga poin yang biasa dilakukan TPN/OPM tersebut, tentu dalam konflik kombatan, itu normal dan wajar jika dilihat dalam perspektif hukum humaniter. Artinya, jika dirujuk pada konflik kombatan, aspek teroris tidak masuk. Bahkan jika dirujuk pada pengertian teroris pun tidak masuk. Kalau pemerintah merujuk pada pengertian teroris, terlalu jauh menyimpulkan.
Fakta lyang sudah jadi rahasia umum sejak Papua di dalam Indonesia, TPN-OPM tidak pernah membunuh warga sipil, baik warga asli Papua maupun non Papua. Bahkan perjuangan TPN-OPM adalah pembebasan nasional dan penyelamatan orang Papua. Sejak pendirian TPN-OPM sampai saat ini, belum ada warga pendatang yang dibunuh. Hal tersebut berbeda jika itu adalah TNI-Polri atau spionase (mata-mata).
Mama-mama di Papua menjelaskan bahwa TPN-OPM itu bukan teroris. Hasil wawancara media suara Papua, mama Yosina adalah salah satu korban yang masih trauma sampai saat ini. Ia mengaku menyaksikan keluarganya dibantai pasukan militer tahun 1969. “Waktu itu Mamade dan Bapade dibantai tentara. Saya saksikan sendiri keganasan militer Indonesia. Jadi, yang terorisme itu siapa? Semua orang tahu yang biadap selama ini di tanah Papua” (SuaraPapua.com 15 Mei 2021).
Di Harian Kompas, tokoh Papua Natalius Pigai menyebut, “militer justru hadir sebagai monster leviadan, beringas pembawa maut di Papua. Ternyata opini dan propaganda media intelijen di negara ini bahwa TPN-OPM atau KKB membunuh rakyat Papua ternyata propaganda utopis, tipu muslihat pemerintah”.
“Jika rakyat Papua korban terus, maka sudah pasti TPN-OPM akan hadir untuk melindungi rakyat Papua. Masa yang akan datang mereka TPN-OPM akan semakin kuat untuk hadir melindungi bumi putra dan tanah airnya. Pemerintah harus buka kran demokrasi”, ujar Pigai (Kompas, 17/5/2021).
Jadi, pemerintah harus memperjelas siapa KKB. Karena dari aspek subjek sangat tidak jelas. Sementara jika KBB yang dimaksud adalah TPN, dari fakta tidak terpenuhi, dari subjek hukum pun tidak terpenuhi. Bahkan kekerasan yang diarahkan kepada rana sipil justru selalu dilakukan oleh aparat negara. Fakta hari ini bisa kita lihat terjadi pengungsian besar-besaran. Belum lagi tiga kakak-beradik yang dibunuh dalam rumah sakit di Intan Jaya. (bersambung).
Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan Asal Papua.