Latihan Garuda Shield tidak Cederai Kebijakan Politik Bebas Aktif
"Bagi Indonesia yang menjalankan politik luar negeri bebas aktif tentu latihan bersama tidak dapat dimaknai seolah Indonesia lebih mendekat dengan Amerika Serikat dibanding negara lain, utamanya China," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 6 Agustus 2021.
Belakangan ini AS dan China terlibat persaingan untuk mendapatkan dominasi di berbagai belahan dunia. Perebutan pengaruh tersebut lebih intensif di Laut China Selatan.
Indonesia bagi AS dan China, lanjut Hikmahanto, menjadi negara kunci untuk diperebutkan karena nilai strategis dalam banyak aspek. "Dalam posisi demikian, Indonesia mendapat banyak tawaran yang datangnya dari kedua negara yang memperebutkannya. Mulai dari hutang luar negeri, pemberian vaksin gratis hingga latihan bersama antar militer," katanya sebagaimana dikutip dari Antara.
Dengan tawaran itersebut diharapkan Indonesia lebih condong ke salah satu pihak. "Bagi Indonesia tentu tawaran-tawaran yang diberikan tidak perlu ditolak, justru harus diterima dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan nasional," ujarnya.
Hikmahanto mengatakan, politik luar negeri bebas aktif harus dimaknai sebagai kebijakan Indonesia yang berteman dengan semua negara. Selain itu, bermakna menerima berbagai tawaran dari negara mana pun sepanjang tidak mencederai kepentingan Indonesia.
"Politik luar negeri Indonesia harus mengabdi pada kepentingan nasional," tuturnya. Dalam konteks demikian, Garuda Shield tidak dapat dimaknai atau disebut Indonesia lebih condong kepada AS.
"Bahkan merupakan persepsi yang salah bila Garuda Shield dianggap menciderai politik luar negeri bebas aktif," kata Hikmahanto.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa sebelumnya mengatakan, tujuan utama dari latihan bersama tersebut adalah agar prajurit AD yang terlibat dapat mengembangkan jejaring mereka dengan para prajurit AS. Selain itu dimaksudkan menimba pengalaman dan pengetahuan teknik berperang. (MD).