Lima Alasan Muhammadiyah Alihkan Dana Dari BSI
Oleh Djony Edward I Wartawan Senior FNN
Industri perbankan syariah dikejutkan dengan pengalihan dana Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sebesar Rp13 triliun dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI). Bak petir di siang bolong, isu itupun menjadi perbincangan publik, terutama di lingkungan aktivis dan praktisi bank syariah di tanah air.
Dana Muhammadiyah tersebut seperti diketahui dialihkan ke sejumlah bank syariah lain, termasuk Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan bank syariah lain yang selama ini melakukan kerja sama dengan ormas Islam terbesar tersebut. Apakah penarikan dana Rp13 triliun itu akan membuat BSI oleng? Tidak juga, per kuartal I-2024 dana pihak ketiga BSI mencapai Rp297 triliun, artinya dana yang ditarik hanya 4,37% dari total likuiditas BSI.
Pengalihan dana itu tertuang dalam Memo Muhammadiyah Nomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024. Tentu saja pengalihan dana itu bukan tanpa sebab, pasti ada sesuatu yang tidak beres, atau setidaknya tidak sesuai harapan, sehingga PP Muhammadiyah mengalihkan dananya dari BSI.
Namun jika dilihat dari total pembiayaan yang disalurkan BSI pada kuartal I-2024 mencapai Rp247 triliun, atau 83,16%. Maka kalau ditarik lagi oleh PP Muhammadiyah sebesar Rp13 triliun, maka sisa likuiditas BSI, Rp50 triliun dikurangi Rp13 triliun, atau sebesar Rp37 triliun. Maka jika dana PP Muhammadiyah ditarik secara tiba-tiba tentu akan merepotkan likudiitas BSI. Tentu perlu waktu yang tepat dan penjadwalan yang bijak agar tidak mengganggu likuiditas BSI. Kalau ditarik mendadak bisa repot juga.
Masih segar dalam ingatan, ketika Bank Century kalah kliring sebesar Rp15 miliar. Tapi dampak kalah kliring hanya sebesar Rp15 miliar, tapi lambat dalam menangani, sehingga membuat bank hasil merger itu collapse sehingga harus direkaplitalisasi Rp6,7 triliun. Jangan sampai pengalaman Bank Century tertular di BSI karena dana jumbo PP Muhammadiyah ditarik sebesar Rp13 triliun.
Pimpinan Muhammadiyah lewat ketua umumnya Haedar Nashir dan sejumlah jajaran PP Muhammadiyah dalam siaran persnya menyampaikan, tujuan penarikan karena alasan untuk meratakan keadilan ekonomi dan mengurangi risiko persaingan tidak sehat dengan menarik dananya yang tadinya hanya terpusat disimpan di BSI lalu membaginya dengan disimpan ke beberapa bank syariah lainnya terpisah secara merata.
Tapi tentu saja itu cuma bahasa diplomatis. Bahasa tingkat tinggi kaum intelektual yang tak dipahami semua kalangan awam yang tujuannya untuk meredam kesan konflik dan menjaga marwah intitusi lain walau sudah tak sepihak sejalan.
Menanggapi fenomena tersebut, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal, Anwar Abbas mengatakan pengalihan dana ini dilakukan agar meminimalkan persaingan antara bank-bank syariah lainnya.
Pasalnya, selama ini pusat penyimpanan dana ormas tersebut terlalu terkonsentrasi di BSI, sedangkan di bank lain masih terbilang sedikit. Hal inilah yang dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk) dan bisnis. Ibarat filosofi investasi, jangan taruh investasi di keranjang yang sama atau dalam satu keranjang.
"Bila hal ini terus berlangsung, maka tentu persaingan di antara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan," kata Anwar beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk selalu melayani dan mengembangkan ekonomi umat dengan berkolaborasi bersama mitra strategis dan pemangku kepentingan. Selain itu, dia juga menyebut BSI terus berupaya untuk memenuhi ekspektasi seluruh pemangku kepentingan dengan prinsip adil, seimbang, dan bermanfaat sesuai dengan syariat Islam.
"Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stake-holder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat. Terlebih bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa," kata Wisnu dalam pernyataan persnya.
Wisnu menyebut BSI terus berkomitmen menjadi lembaga perbankan yang melayani semua kalangan masyarakat, baik institusi maupun perorangan dan memberikan pelayanan terbaik sekaligus berkontribusi dalam pengembangan ekonomi Indonesia. Pihaknya juga berupaya menjadi bank yang modern dan inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah.
Komentar OJK
Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae memastikan tidak ada masalah yang terjadi antara bank BSI dan juga Muhammadiyah di balik penarikan dana tersebut. Menurutnya, bank syariah di Indonesia tidak hanya BSI saja, tapi karena nominalnya besar hal tersebut langsung menjadi sorotan publik.
Dia menilai penarikan dana tersebut lumrah terjadi. Dia bilang bank mempunyai dana yang cukup untuk mengembalikan dana yang sesuai.
"Karena apapun yang terjadi sekarang menjadi sorotan utama padahal bank syariah nggak cuma BSI, karena size yang berbeda sendiri menjadi persoalan. Ingin meyakinkan masyarakat tentu saja tidak ada isu terkait dengan BSI dan tidak terkait isu masalah bank syariah secara umum," kata Dian dalam Konferensi Pers RDK OJK yang disiarkan secara daring, Senin (10/6).
Lebih lanjut, pihaknya tidak mengetahui secara detail mengenai alasan penarikan dana oleh Muhammadiyah. Dia bilang hal tersebut hanya diketahui oleh pihak terkait.
Dia mendorong kedua belah pihak, Muhammadiyah dan BSI untuk melaku-kan komunikasi. Apabila ada kesalah-pahaman untuk segera diselesaikan sehingga tidak menimbulkan spekulasi-spekulasi di publik.
"Terkait isu berkeembang hubungan antara BSI dengan nasabahnya Muham-madiyah ini di luar konteks kita. Kita itu tugasnya manajemen untuk profiling sesama komunikasi yang lebih baik dan intens, sehingga dianggap kesalah-pahaman perlu segera diselesaikan,' jelasnya.
Di sisi lain, dia melihat BSI dapat bersaing secara sehat, baik dengan bank konvensional maupun sesama bank syariah. Dia berharap perkembangan bank syariah dalam negeri dapat dipercepat sehingga banyak bank syariah yang tumbuh besar selevel dengan BSI.
Kinerja Bank Syariah Indonesia Per Kuartal I-2024
Lima Alasan
Tidak ada asap kalau tidak ada api, begitu pepatah mengatakan. Bleid pengalihan dana Muhammadiyah dari BSI ke bank syariah lain tentu ada latar belakang yang menjadi alasannya.
Sumber FNN di pengurus teras PP Muhammadiyah menyebutkan, sedikitnya ada lima alasan mengapa Muham-madiyah mengalihkan dana dari bank hasil merger bank BUMN syariah tersebut.
Pertama, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ditengarai sulit mendapat pembiayaan dari Bank BSI, sementara visi misi Muhammadiyah jelas, yakni peduli dan beripihak kepada UMKM.
Terutama UMKM yang berafiliasi ke Muhammadiyah agak sulit mendapatkan pembiayaan dari BSI. Sampai-sampai dikatakan, Muhammadiyah royal menaruh dana ke BSI, sementara BSI pelit memberikan kepada UMKM Unit Anak Usaha Muhammadiyah. Kalaupun dapat pembiyaan, tetapi dikenakan margin pembiayaan yang kurang bersahabat.
Kedua, ada kecenderungan BSI lebih besar memberikan pembiayaaan kepada konglomerat, tentu saja pernyataan ini perlu dibuktikan. Total pembiayaan BSI sebesar Rp247 triiliun pada kuartal I-2024 atau tumbuh 15,89% dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Dari nilai tersebut, sebesar 54,62% disalurkan pada segmen consumer, kemudian sebesar 27,81% disalurkan ke segmen wholesale dan 17,56% ke segmen retail.
Pada segmen konsumer sendiri, pembiayaan terbesar disalurkan untuk pembiayaan griya, mitraguna, pensiun, bisnis emas, oto, cicil emas dan hasanah card. Adapun untuk pembiayaan berkelan-jutan, BSI telah menyalurkan Rp59,2 triliun yang didominasi oleh sektor UMKM sebesar Rp46,6 triliun (18,86% dari total kredit), sustainable agriculture Rp4,9 triliun, energi terbarukan Rp0,9 triliun, dan proyek green lainnya sebesar Rp0,6 triliun.
Ketiga, dana Corporate Social Respon-sibility (CSR) BSI disinyalir lebih banyak disalurkan ke amal sosial ormas sebelah daripada ke amal sosial di bawah Muhammadiyah, padahal Muham-madiyah royal menempatkan dana Rp13 triliun di BSI, sementara ormas tetangga tidak diketahui apakah menempatkan dananya di BSI. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan dari ormas Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut.
Keempat, jajaran komisaris BSI sama sekali tidak ada dari unsur PP Muhammadiyah, walaupun pernah meng-usulkan, tapi tidak digubris sama sekali. Padahal petinggi Muhammadiyah—Sekretaris Umum Abdul Mu’ti--diadopsi sebagai Komisaris Independen di Bank KB-Bukopin Syariah. Sedangkan Anwar Abbas dijadikan Dewan Pengawas Syariah Bank Mega Syariah.
Kerenggangan hubungan Muham-madiyah-BSI berawal karena dipicu oleh permintaan BSI ke PP Muhammadiyah untuk duduk dalam jabatan Dewan Pengawas Syariah dan Komisaris di BSI. Lewat surat No. 145/I.0/A/2024, Muham-madiyah lantas menyodorkan nama Jaih Mubarak sebagai calon Dewan Pengawas Syariah dan Abdul Mu’ti sebagai calon Komisaris.
Namun dalam RUPS BSI pada 17 Mei 2024, Abdul Mu’ti tidak diterima RUPS sebagai Komisaris, justru RUPS BSI mengangkat FelicitasTallulembang seba-gai Komisaris yang notabene politisi Partai Gerindra. Felicitas bersama politisi Partai Golkar Nurdin Halid, melengkapi dua politisi yang duduk di jajaran Komisaris BSI.
Kelima, kabarnya ormas itu sedang menyiapkan BPRS Muhammadiyah, sebuah bank kecil dengan modal Rp15 triliun yang didedikasikan untuk sepenuh-nya pembiayaan UMKM. Tentu saja ini niat mulia, apalagi dikabarkan Muham-madiyah sedang menyiapkan dan mematangkan SDM BPRS tersebut.
Tentu saja niat mulia Muhammadiyah ini akan menggenapkan amal usaha sekaligus niat mulia untuk mengangkat ekonomi kerakyatan lewat pembiayaan UMKM. Dimasa lalu Muhammadiyah pernah memiliki Bank Persyarikatan dengan Dawam Raharjo sebagai lokomotif bisnisnya. Tapi bank itu gagal sehingga harus diambil alih oleh Bank Bukopin Syariah.
Tentu saja isu-isu di atas bukan dimaksudkan untuk dikonfrontir atau saling diperhadapkan, adalah lebih baik kalau Muhammadiyah maupun BSI sebagai bagian dari perjuangan pemberdayaan umat bisa saling introspeksi. Yang dibutuhkan dari keduanya adalah saling ta’awanu alal birri wat taqwa, tapi bukan ta’awanu ‘alal itsmi wal udwan...!