Lurah Bagong dalam Lilitan Nogogini
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
TEREKAM dalam sejarah hitam sebuah pertapaan yang dikenal dengan nama Klampis Ireng, telah melaksanakan hajat menentukan siapa sebagai Lurahnya calonnya Semar, Gareng, Petruk dan Bagong (Bawor).
Klampis Ireng adalah permata di Khatulistiwa, di situlah harapan hidup makmur dengan kekayaan alamnya baik di laut, darat dan di perut buminya.
Di ujung sana ada iblis bernama Jaewana, Bilung dan Sarawita diam diam memantau dan ikut cawe cawe, dengan seksama ikut memasang skenario siapa yang harus lolos berlaga terpilih sebagai Lurah.
Yang penting jangan sampai Semar lolos terpilih sebagai Lurahnya. Perjuangan Semar berhasil di redam dengan berbagai rekayasa, Semar terpental dari laga kontestasi sebagai Lurah di "Pertapaan Klampis Ireng", tersisa Gareng, Petruk dan Bagong.
Semar dianggap berbahaya karena mewarisi integritas, kejujuran, dedikasi, patriorisme yang di bentuk dan diajarkan kakeknya.
Ketika gong di bunyikan penduduk berduyun duyun ke bilik suara menentukan nasibnya. Dengan hitung cepat, Bagong memperoleh angka kememanganya. Usut punya usut ternyata Bagong sudah diberi angka kemenangan sebelum hajat pemilihan lurah di laksanakan oleh cecunguk "Jaewana, Bilung dan Sarawita" aktor curang di belakang layar.
Hajat besar telah berlalu Bagong sedang menunggu waktunya di lantik untuk duduk di Singgasana Kursi Gading damparing Kencono. Jaewana sebagai sponsornya datangi Bagong dengan puja puji dan sanjungan setinggi pohon cimplukan.
Bagong sebagai lurah menerima titipan macam macam pesan dari Jaewana untuk meneruskan progran P Lurah sebelumnya, yang merupakan program sakral dari Sanghyang Nogogini.
Senyum manis Bagong (bertubuh pendek ipel ipel) tanpa ragu siap melaksanakan pesan Sanghyang Nogogini, disampaikan dalam pidatonya penuh percaya diri lengkap dengan pakaian kebesaran nampak kedodoran.
Bagong akan memikul sejarah hutang yang sangat besar, tatanan padepokan yang sudah rusak parah, korupsi, begal dan perampok dimana mana sementara Semar sebagai "dewa ngejowantah" penjaga UUD 45 dan Pancasila sudah menghilang (muksa) entah kemana.
Bagong dipertaruhkan akan membawa masa depan kawula alit (rakyat) menjadi sejahtera atau makin sengsara, Padepokan akan tetap seperti Neraka atau berubah menjadi Surga. Wallaahu a'lam. (*)