Luruskan Arah Kiblatmu
Oleh: Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA - Rektor UIN Sumatera Utara
Sungguh kami (sering) melihat wajahmu menghadap ke langit. Maka Kami akan memalingkan wajahmu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah wajahmu ke ara Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada palingkanlah wajahmu ke rahnya. (QS. 2/al-Baqarah: 144).
Sudah jauh Engkau berjalan, sudah banyak dana yang Engkau keluarkan. Berulangkali Engkau lakukan thawaf dengan mengelilingi Ka’bah. Tetapi apakah Engkau menyadari untuk apa Engkau berada di sini? Puluhan bahkan ratusan juta orang di tanah airmu yang mendambakan untuk dapat menziarahi tempat ini, namun mereka terhalang, tidak sanggup, karena ketidakmampuan, karena bencana, atau karena jatah hajinya diserobot kebijakan pejabat yang hanya memikirkan kelompok dan kroninya.
Kiblat ‘Aqidahmu
Allah memanggimu (QS. 22/al-Hajj: 27). Tetapi mengapa Engkau dipanggil? Pernahkan jawabannya terlintas di hatimu? Panggilan itu Engkau terima karena dua hal. Pertama, karena sudah teramat lama Engkau mendambakannya. Usaha dan penantianmu bertahun-tahun mengumpul dana baru berhasil, atau karena aktifitasmu yang bertahun-tahun baru kini ada kesempatan untuk menunaikan ibadah ini.
Kedua, bisa juga panggilan ini dialamatkan kepadamu karena akhir-akhir ini –disebabkan kesuksesan dan kuasa—menyebabkanmu lupa sejarah, lupa penderitaan, dan menyebabkanmu menjadi sombong/arogan dan mengeluarkan keputusan-keputusan yang bersifat zalim dan bernuansa fir’aunis dan menyebabkan kiblatmu perlu diluruskan. Sebab dagumu telah mendengak ke atas, sebagaimana disinggung dalam al-Baqarah ayat 144.
Yang mana pun di antara latar belakang panggilan itu semuanya bermuara pada kasih sayang Allah dan moment untuk meluruskan kiblatmu. Kalau panggilan ini disebabkan usahamu yang berhasil mengumpul dana hingga Engkau dapat panggilan untuk melakukan ibadah ini, maka ibadah haji merupakan kesempatanmu untuk menghadap Tuhan di tempat yang menjadi asal dari seluruh tanah di permukaan bumi (Ummul Qurâ). Ini kesempatan untuk mendekat pada Tuhanmu, lebih dekat. Melaporlah, merunduklah, memintalah, dan bahkan menagislah…karena ini saatnya untuk melapor, meminta ma’af, dan meminta apa saja yang pantas Engkau minta.
Bagi mereka yang terlanjur dagunya mendengak ke atas akibat kepemilikan, prestasi, dan posisi, maka panggilan ini ditujukan kepadamu karena Allah ingin menundukkan kepalamu, menurunkan dagumu, hingga Engkau hanya menghadap kiblatmu. Bahkan dimana pun kamu berada tetaplah Engkau menghadapnya dan mengorientasikan seluruh aktifitasmu hanya untuk mengabdi pada-Nya.
Ibadah haji pada hakikatnya tidaklah sekadar urutan kelima dari kelima tiang penyangga keislaman, melainkan dia sebagai urutan ‘anak tangga’ pendakian batin menuju Tuhan. Bila Engkau berada di anak tangga yang kelima ini maka selangkah lagi Engkau sampai di hadirat Tuhan. Engkau kini telah mencapai kesempurnaan capaian syarat dan rukun keislamanmu.
Dengan demikian kehadiranmu disini bukan kebetulan, bukan untuk berleha-leha dan bersantai-santai serta mencapai prestise dan limpahan kelebihan dari orang lain, seperti yang ditunjukkan oleh sebagian jama’ah haji dari wilayah tertentu dengan tampilan gendang bertalu-talu, hiburan, dan kekayaan saat menunaikan ibadah haji.
Di sini Engkau diminta untuk kembali melihat dirimu, siapa Engkau sebenarnya, menemui Tuhanmu agar Engkau tahu bagaimana Engkau tergantung pada-Nya.
Ikutilah proses ini dengan penuh kerendahan hati dan keikhlasan. Ikutilah thawaf sebagaimana Engkau mengikuti arus kehidupan. Lakukanlah sâ’i dengan penuh kerendahan hati karena hidupmu terdiri dari usaha dan pengharapan (Safa dan Marwa). Ikutilah wukuf (bergerak untuk diam). Menyelami hakekat dirimu sebagai sebongkah tanah yang kerdil bila dibanding dengan kedigdayaan ilahi rabbi. Engkau tidak akan dapat melakukan apa-apa bila saja tidak dengan masî’ah dan istithâ’ah yang diberi-Nya. Engkau tidak akan berfungsi apa-apa di celah gugusan galaxi ciptaan Tuhan ini jika bukan karena qudrah yang diberikan-Nya.
Kiblat Kesatuan
Dapat Engkau renungkan bahwa jika berada di tanah airmu Engkau hanya bersua dan berteman dengan keluarga dan orang-orang yang Engkau kasihi. Paling banter hanya bersama para pegawai dan karyawan serta orang-orang yang berada di bawah kuasamu.
Tetapi, betapa naifnya, dalam relasi-relasi dan persahabatan yang kerdil dan cetek itu pun Engkau terlibat dalam perselisihan, suka bertengkar, bahkan menjegal, merampok, dan mencopet serta menghianati orang lain walau satu bangsa.
Kini Engkau sedang bersama umat Islam dari seluruh permukaan bumi, mereka ingin bersama dan bersatu denganmu dalam gelombang kemajuan kaum muslimin di bawah panji-panji Islam yang agung. Bukan atas sekat-sekat ormas, daerah, etnis, ras, dan ikatan-ikatan porimordialisme lainnya.
Engkau akan malu melihat dirimu yang selalu kurang peduli dengan kesatuan umat. Bahkan Engkau dilaga dan melaga umat untuk kepentingan musuh-musuh negaramu. Di sini Engkau diingatkan tentang kesatuan kiblat dan kesamaan tujuan yaitu Allah dan kemajuan Islam di negerimu.
Banyak di antara jama’ah haji yang terlibat dalam kezaliman terhadap teman, mendegakkan dagu karena arogansi keormasan yang dipuja-puja. Bahkan tega menyikut teman sesama Muslim untuk menjilat kuasa-kuasa di negerinya.
Ibadah ini menghentakkan dan mengingatkanmu bahwa ukhuwah islamiyah adalah kiblat kesatuanmu. Ini bukan hanya urusan dunia tetapi harus Engkau pertanggungjawabkan. Salah satu soal ujian penting yang mesti Engkau jawab adalah man ikhwânuka, siapa temanmu? Jawaban yang tidak direkayasa tetapi merupakan catatan kitabmu, kehidupanmu, dan bagaimana tingkah laku kuasamu. ‘Alâ kulli hâl, luruskanlah kembali arah kiblatmu. Wa Allâhu A’lamu bi al-Shawâb. (*)