Mahakarya Setan

Keserakahan itu tak bisa dipuaskan. Meskipun demikian, orang beramai-ramai memasuki suasana itu dengan segala cara. Tak ada norma agama dan moralitas yang menghentikannya. Terlebih pada kehidupan yang tak memberikan kemewahan dalam menjaga kebenaran.

Oleh Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI

Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna. Begitulah pepatah mengatakan  keberadaan  manusia yang sejatinya, seperti yang termaktub dalam  pandangan moral dan agama. Terlebih ketika yang baik dan buruk telah bercampur, tak ada batasan dan situasi kondisi telah melampau batas-batas kewajaran. Berbondong-bondong meninggalkan  nilai-nilai hanya untuk sekedar mengejar materi. Betapa kerapuhan manusia semakin kentara, kemanusiaan dalam dirinya semakin terkikis, kehidupannya mencampakkan tuntunan Ilahi dan berlaku menjalani hidup bagaikan hewan ternak.

Manusia terus dipenuhi keinginan, hasrat dan hawa nafsu yang menggebu-gebu. Makhluk yang mulia meski rentan, menjadi begitu disibukkan pada  segala hal yang menempatkannya sebagai budak kesenangan, memenuhi keinginannya bukan kebutuhannya. Seonggok tubuh dan jiwa tempatnya kesalahan itu, lupa pada apa yang seharusnya ia lakukan dan menjadi sesuatu yang hakiki, sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan.

Semakin manusia meninggalkan agamanya, semakin ia larut dalam kehidupan dunia. Kecemasan, kekhawatiran dan  Ketakutan terhadap kehidupan dunia terus menghantuinya. Memburu semua yang ada di dunia yang dianggapnya mampu menyelamatkannya, memberi kebahagiaan dan memberi kepuasaan hidupnya meski sesaat. Manusia seiring waktu semakin takut kehilangan hartanya, takut kehilangan pekerjaan dan jabatannya. Tak cukup semata dengan kegelisahan-kegelisahan itu dan mental paranoid dunia itu, bahkan manusia sampai terintimidasi dan mengalami teror akan  ketakutannya pada kemiskinan, takut kelaparan, takut kehilangan buah-buahan  dan takut kehilangan anak dan isterinya. Semua ketakutan dalam hidupnya yang menandai keringnya spiritualitas keagamaannya, sembari mengabaikan kekuasaan Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim itu.

Tak dapat dipungkiri, begitu terperosoknya manusia pada penghambaan terhadap isi dunia. Maka boleh jadi, ia telah kehilangan kemanusiaan dalam dirinya dan meredupnya cahaya ilahi dalam jiwanya. Tak ada lagi rambu-rambu agama dan Ketuhanan yang menuntun jalan hidupnya. Tak ada lagi juga,  pengakuan kelemahan diri, sembahyang dan penyerahan diri kepada Zat Agung yang telah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Manusia begitu angkuh, sombong dan arogan menuhankan dirinya sembari membunuh kemanusiaannya sendiri. Miskin kejujuran dalam mengemban amanat, melakukan penghianatan, menciptakan konflik dan menumpahkan darah sesamanya. Dengan atau tanpa kesadaran, entah karena tak peduli dan masa bodoh terhadap hari akhirat dan hisabnya kelak. Ya,  seperti narasi pada salah satu episode di program Channel Discovery, bahwasanya manusia merupakan binatang paling berbahaya di muka bumi.

Melihat dunia pada umumnya, dan Indonesia kekinian khususnya. Jadi teringat lantunan legendaris Iwan Fals saat masih dalam kejayaan kritis dan kesadaran perlawanan. "Namaku Bento rumah real estate. Mobilku banyak harta berlimpah. Orang memanggilku bos eksekutif. Tokoh papan atas. Atas segalanya. Asyik!!. Bisnisku menjagal. Jagal apa saja yang penting aku senang. Aku menang. Persetan orang susah karena aku. Yang penting Asyik. Sekali lagi asyik!!. Khotbah soal moral omong keadilan, sarapan pagiku. Aksi tipu-tipu, lobby dan upeti oh jagonya. Maling kelas teri, bandit kelas coro itu kan tong sampah. Siapa yang mau berguru, datang padaku. Sebut, tiga kali namaku Bento, Bento, Bento. Asyik".

Ah, betapa nakal dan berbayanya Bento,  yang kini mulai banyak pengikutnya. Mulai menjamur dan mewabah di negeri ini. Seperti menggejala dan  hadir sebagai Mahakarya Syeitan. (*)

365

Related Post