Mahfud dan NU Tidak Akan Bisa Menopang Jokowi Saat Rakyat Berkehendak

Oleh : Ahmad KhozinudinS (Sastrawan Politik

"Sama, pemerintah juga punya keyakinan, kalau pemerintah Insya Allah sekarang ini tidak bisa dijatuhkan karena alasan Covid-19, karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan. Dan ternyata NU juga berpandangan demikian,"

[Mahfud MD saat menghadiri dialog virtual terkait penanganan Covid-19 bersama Said Aqil, Senin, 26 Juli 2021].

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bisa dijatuhkan karena alasan Covid-19. Ia menegaskan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan. Hal ini senada dengan pendapat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj.

Namun Mahfud MD lupa, dahulu Gus Dur (Abdurahman Wahid) juga jatuh, walaupun dijaga NU dan pasukan berani mati Gus Dur, bahkan Mahfud MD juga ikut terpental dari kursi menteri seiring mentalnya Gus Dur dari posisi Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya, Megawati mendapatkan 'Durian Runtuh' dari proses penjatuhan Gus Dur dengan menduduki posisi Presiden RI.

Saat ini, apabila Jokowi jatuh posisi Presiden akan diambil oleh Ma'ruf Amien. Artinya, kalau ada dendam politik NU terhadap PDIP, maka proses penjatuhan Jokowi akan menjadi bayaran lunas atas dendam sejarah NU terhadap PDIP.

PKB, tentu lebih happy Presiden dari kalangan NU ketimbang petugas partai dari PDIP. Sejumlah partai lainnya, juga akan balik badan jika suara mayoritas rakyat menghendaki Presiden Jokowi mundur dari jabatannya.

Golkar, Gerindra, dan Nasdem lebih fleksibel untuk mengubah haluan politik. Apalagi Golkar, politik Golkar terkenal paling dinamis dan dapat menyesuaikan dengan berbagai perubahan.

Demi mempertahankan eksistensi partai, Golkar tanpa ragu meninggalkan Soeharto sendirian dan jatuh. Apalagi Jokowi yang bukan kader partai Golkar ?

Gerindra, berhimpun hanya karena mendapatkan menteri di kabinet Jokowi. Saat melihat kondisi kekuasaan Jokowi hampir karam, Gerindra tidak akan berfikir lama untuk segera ambil sekoci dan membiarkan Jokowi tenggelam sendirian.

Mahfud MD tak ada pilihan, harus ikut 'nderek Jokowi' dan tenggelam bersama saat kejatuhannya. Persis, seperti saat Mahfud tenggelam bersama tenggelamnya Gus Dur.

Soal Covid-19 apakah bisa menjadi alasan pemakzulan Jokowi, publik juga paham kegagalan menangani pandemi adalah faktor penambah alasan meminta presiden mundur. Kegagalan Jokowi sebelumnya, sudah terlalu banyak.

Sama seperti Gus Dur saat dijatuhkan, Bulog Gate dan Brunei Gate hanyalah pintu saja bukan penyebab utama. Sebab utamanya, adalah kehendak politik MPR yang saat itu dipimpin Amien Rais.

Yang perlu diperhatikan, legacy seorang Amien Rais yang mampu menjatuhkan dua Presiden sekaligus, Soeharto dan Gus Dur, tidak dapat dianggap remeh. Apalagi, kekuatan intelektual Muhammadiyah justru menjadi faktor utama terjadinya dinamika perubahan dalam setiap sejarah berbangsa.

Jadi, omongan Mahfud MD yang menyebut Pandemi tidak bisa dijadikan alasan untuk menjatuhkan Jokowi, atau karena ada dukungan NU terhadap Jokowi, hanyalah basa-basi untuk menguatkan psikologi kekuasaan yang saat ini telah rapuh, keropos, sadar tidak memiliki basis dukungan rakyat kecuali dari para buzzer. Atau bahasa sederhananya, justru konfirmasi kegelisahan Mahfud atas potensi kejatuhan Jokowi.

Apalagi, statement seorang Said Aqil Siradj dalam menjaga kekuasaan rezim sangat dinamis. Sang kiyai, setiap saat dapat bermanuver bersama rakyat dan ikut menggerogoti legitimasi kekuasaan Jokowi.

Al hasil, pernyataan Said Aqil Siradj meskipun dinisbatkan kepada NU, tetap saja tak dapat menjadi garansi untuk menjaga kekuasaan Jokowi. Politik sangat dinamis, politisi dan partai akan selalu memiliki alasan jika setiap saat pergi meninggalkan Jokowi. [].

319

Related Post