Mandat Berlakunya Kembali UUD 1945 Proklamasi 17 Agustus 1945
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
HARAPAN baru muncul di tengah-tengah keputusasaan bangsa ini, tiba-tiba ada secercah harapan melalui mandat yang ditujukan kepada Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima mandat untuk memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 hasil Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945.
“Kami yang bertanda tangan di bawah ini, pembawa suara kedaulatan rakyat senantiasa memohon berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, memberikan mandat penuh kepada Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk memperjuangkan perubahan masalah fundamental pada Sidang Tahunan MPR RI tanggal 16 Agustus 2022,” kata Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Mandat yang diberikan Penyambung Suara Kedaulatan Rakyat tersebut, disampaikan dalam “Silaturahmi Elemen Masyarakat Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Bumiputra Indonesia”.
Amandemen UUD 1945 dengan merubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara itu justru kita masuk didalam alam ketidakadilan, semua yang berkuasa partai politik suka tidak suka, mau tidak mau rakyat, di-partai politik-an, jika tidak ikut di dalam partai politik maka rakyat tidak punya hak bersuara, tidak punya hak memilih.
Yang mengerikan sepanjang sejarah adalah pecah-belah sedang dilakukan oleh buzer buzer bayaran, isu tentang Islamopobhia terus digulirkan, stikma Khilafah, Teroris, Radikal dihujamkan pada Umat Islam, istilah Kadrun yang biasa dipakai PKI menjadi bahasa olok-olok yang menyakitkan bagi umat Islam.
Tidak berhenti sampai di situ. Isu pecah-belah terus dilakukan. Yang paling baru adalah politik identitas arah, yang disasar jelas umat Islam. Padahal, negeri ini didirikan oleh politik identitas. Ide Indonesia merdeka pertama kali digagas oleh HOS Tjokroaminoto dari Syarekat Islam dengan pidatonya.
Yang menarik dari pidato Tjokroaminoto saat membahas zelfbestuur ialah ketika dirinya justru mengangkat undang-undang yang dibuat sendiri oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai senjata.
“Tuan-tuan jangan takut, bahwa kita dalam rapat ini berani mengucapkan perkataan “pemerintahan sendiri”. Dengan sendirinya kita tidak takut untuk memakai perkataan itu, karena ada undang-undang (wet) yang harus dibaca oleh tiap-tiap penduduk, yang juga mempergunakan “pemerintahan sendiri”, yaitu Undang-Undang 23 Juli 1903 tentang Desentralisasi dari Pemerintahan Hindia Belanda.”
Dengan Zelfbestuur itulah cikal bakal Kemerdekaan Indonesia dan dimulailah pergerakan kebangsaan dan lahir berbagai politik identitas.
Mengapa sekarang para elit politik dan partai politik alergi terhadap politik identitas? Mereka tidak belajar sejarah bangsa ini. Mengapa butuh Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila ya karena kita memang multi etnis, multi agama, multi golongan. Jadi, jangan coba-coba untuk anti terhadap politik aliran, itu berbahaya karena akan terjadi perpecahan bangsa ini.
Sejak UUD1945 diamandemen, pemimpin dan elit politik sudah meninggalkan tujuan negara yang ada dalam Proklamasikan 17 Agustus 1945.
Mungkin para elit juga lupa tujuan Indonesia merdeka dalam Alinea Keempat:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk susunan pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Amandemen UUD 1945 dengan merubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara justru kita masuk di dalam alam ketidakadilan, semua yang berkuasa partai politik, suka tidak suka, mau tidak mau, rakyat di-partai politik-an, jika tidak ikut di dalam partai politik maka rakyat tidak punya hak bersuara, tidak punya hak memilih dan dipilih.
Partai politik menjadi segala-galanya. Kehidupan rakyat ini ditentukan oleh suara politik, bahkan rusak dan tidak rusaknya kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan oleh banyak-banyakan suara di DPR .
Mari kita kini membuka lembaran sejarah bangsa. Apa yang sedang terjadi sekarang ini sudah pernah terjadi di negeri ini. Dan mari kita baca cuplikan pidato Bung Karno Penemuan Kembali Revolusi Kita (The Rediscovery of Our Revolution) 17 Agustus 1959 di Jakarta.
”Sebetulnya, dulu, Rakyat dalam berbagai lapisan atau berbagai golongan, telah juga menjalankan aktivitas di lapangannya masing-masing. Akan tetapi aktivitasnya itu tidak terkoordinir satu sama lain, tidak terkoordinir di atas persadanya satu dasar dan satu jurusan, – “satu buat semua, semua buat satu”, – satu, yaitu Negara supaya menjadi Negara Kesatuan yang kuat berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai ke Merauke, dan Masyarakat supaya menjadi masyarakat adil dan makmur yang memberi kebahagiaan kepada semua warga negara di seluruh tanah-air.
Dulu aktivitas itu kadang-kadang bersimpang-siur, sehingga kadang-kadang aktivitas satu golongan dilakukan atas kesengsaraannya atau kemelaratannya golongan yang lain.
Aktivitas yang bersimpang-siur ini malahan tidak mendekatkan kita kepada tujuan Revolusi, melainkan malahan menjauhkan kita dari tujuan Revolusi! Karena itu kita sekarang harus mengadakan herordening dan koordinasi total!
Herordening politik. Tidak boleh lagi terjadi, bahwa Rakyat ditunggangi oleh pemimpin. Tidak boleh lagi terjadi, bahwa Rakyat menjadi alat demokrasi. Tetapi sebaliknya, demokrasi harus menjadi alat Rakyat. Alat Rakyat untuk mencapai tujuan Rakyat.
Tujuan Rakyat yang telah dikorbani oleh Rakyat berpuluh-puluh tahun, yaitu Negara kuat, masyarakat adil dan makmur”.
Demokrasi liberal yang sedang di jalan dengan sistem kepartaian, negara ini menjadi liberal Kapitalisme. Bhkan, super kapitalis tanah-tanah rakyat direbut oleh Oligarki kapitalis dan negara kehilangan kedaulatannya.
Demokrasi dengan membatasi rakyat yang mengajukan pemimpinnya harus diakhiri.
Presidential threshold ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017. Pasal tentang ambang batas tersebut dinilai telah menghilangkan hak konstitusional setiap warga negara untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa.
Ketentuan itu berpotensi menutup peluang publik untuk bisa mendapatkan pasangan capres dan cawapes yang fresh. Mengembalikan UUD1945 secara murni dan konsekuen harus segera dilakukan guna menyelamatkan Indonesia dari golongan oligarki.
Karena adanya kerusakan yang sudah sangat akut ini diperlukan pemimpin yang berani melakukan revolusi kembali ke UUD 1945 dan Pancasila. (*)