Melawan BNI Deddy Purwanto Berharap Menang Kasasi di MA

Jakarta, FNN—Korban salah bidik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Deddy Purwanto oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk berharap upaya kasasinya untuk mendapat ganti rugi Rp53 miliar di Mahkamah Agung bisa menang sebagaimana perkara TPPU yang dialaminya.

Deddy mengatakan, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta atas banding yang diajukan karena permohonannya ditolak di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pun ditolak. Penolakan itu tertuang dalam putusan PT DKI Jakarta No. 156/Pdt/2023/PT.DKI tanggal 20 Juli 2023.

Sebelumnya Deddy bersama ibunya Samini mengajukan gugatan perdata atas salah bidik BNI yang men-TPPU-kan dirinya sebesar Rp53 miliar ke PN Jakarta Selatan. Namun PN Jakarta Selatan berdasarkan putusan No. 707/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Sel tertanggal 18 Agustus 2022 menolak gugatan Deddy.

“Gugatan kita ditolak di PN Jaksel, juga banding kita ditolak PT DKI. Makanya kita kasasi ke MA, harapannya dikabulkan sebagaimana kasus inti saya soal tudingan TPPU oleh Bank BNI,” kata Deddy kepada fnn.co.id di Jakarta Senin (24/7).

Kuasa Hukum Deddy, Farid Ghozali, juga membenarkan soal putusan PT DKI yang menolak banding Deddy atas ditolaknya gugatan Rp53 miliar di PN Jaksel. Itu sebabnya sebagai kuasa hukum dia menyerahkan kepada klienya untuk melanjutkan kasasi ke MA atau tidak. Ternyata Deddy melanjutkan kasasi ke MA.

Farid menjelaskan, pada perkara inti kasus Deddy dan ibunya Samini sebagai pengusaha money changer dituntut melakukan TPPU oleh Dirut BNI pada PN Jakarta Pusat pada 2019 dinyatakan bersalah. Keduanya dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Turut Serta menerima dan menampung sebesar US$114.239,80 atau ekuivalen Rp1.654.052.628 dari nasabahnya Muhindo Kashama Albert yang keturunan Kongo, Afrika.

Pada upaya banding Deddy dan ibunya di PT DKI Jakarta, lanjut dia, ternyata PT DKI menguatkan putusan PN Jakarta Pusat  tersebut. Namun permohonan Deddy melakukan kasasi ke MA dan menurut putusan MA No. 1977/PID.SUS/2020 tanggal 20 Juli 2020, diterima. 

“Pada perkara ini tudingan BNI bahwa klien kami melakukan TPPU akhirnya menang di MA, kami juga berharap kasus turunan, yaitu gugatan ganti kerugian sebesar Rp53 miliar yang kalah di PN dan PT, kalau logikanya konsisten, diharapkan akan dikabulkan di MA. Itu harapan kami,” kata Farid. 

Deddy adalah korban

Sekadar mengingatkan kasus salah bidik TPPU Deddy Purwanto oleh BNI bermula dari kelalaian BNI New York yang melanggar prinsip kehati-hatian dalam melakukan pencairan kredit atas perintah dari pemilik email aang@iptnnna.com sebesar US$230.418,80 atau setara Rp1.654.052.628. Kelalaian itu terungkap di sidang MA pada 2020.

Dalam sidang itu juga terbukti menurut hukum terjadi penggelapan fakta terkait dengan jumlah dana yang ditransfer oleh Bank BNI New York atas perintah pemilik email aang@iptnnna.com.

Dalam sidang di MA juga terungkap bahwa ternyata Terdaksa I (Deddy Purwanto) dan Terdaksa II (Samini) adalah korban dari kejahatan intenasional Nigerian Scammer dimana pelaku sebenarnya tidak tertangkap.

Terdakwa I dan Terdakwa II masing-masing adalah Direktur Utama dan dan Direktur merangkap sebagai pemegang saham PT Nini Citra Buana yang menjalankan usahanya sebagai money changer. PT Nini Citra Buana memiliki izin yang sah dan valid yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Pelanggan PT Nini Citra Buana diketahui berasal dari dalam negeri dan luar negeri, dimana salah satu pelanggan adalah Terdakwa III (Muhindo Kashama Albert). Muhindo merupakan pelanggan selama lebih dari 15 tahun dan selama itu hubungan jual beli valuta asing dengan seluruh pelanggan berlangsung baik, termasuk dengan Terdakwa III.

Dalam menjalankan bisnisnya Terdakwa I telah menerapkan prinsip kehati-hatian atas maksud Terdakwa III melakukan pengiriman uang ke rekening PT Nini Citra Buana di PT Bank Central Asia Tbk.

Dalam sidang di MA juga terbukti menurut hukum bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II tidak pernah menerbitkan invoice No. 04282018-4 tanggal 7 Agustus 2018 kepada PT IPTN North America Inc. Terdakwa I dan Terdakwa II tidak memiliki hubungan hukum ataupun terkait dengan Antoine (DPO) yang memerintahkan mentransfer.

Terbukti bahwa transfer dana sebesar US$114.418,80 atau setara Rp1.654.052.628 yang diterima oleh Terdakwa I dan Terdakwa II melalui PT Nini Citra Buana didasarkan atas permintaan dari Terdakwa III dan dana tersebut telah diserahkan kepada Terdakwa III seluruhnya.

Pendek kata, dari keseluruhan proses tudingan TPPU atas Deddy Purwanto dan Samini ternyata semua berlangsung atas kelalaian BNI New York. Sementara Deddy harus meringkuk di tahanan selama kurang lebih 20 bulan, sedangkan ibunya harus menjalani hukuman lebih lama. 

Yang membuat MA mengabulkan tuntutan Deddy adalah BNI tidak melakukan check recheck atau konfirmasi ke nasabah maupun ke money changer saat mentransfer dana dari BNI Newyork ke BNI Jakarta, lalu dilanjutkan ke rekening PT Nini Citra Buana di BCA Jakarta dengan alamat Menara BCA Grand Indonesia.

Kesalahan BNI lainnya adalah tidak melakukan tracing bahwa PT Nini Citra Buana adalah bergerak di bidang money changer. Sementara transferan untuk nasabah Deddy, Muhindo, ternyata dana itu untuk pembelian spare part pesawat terbang. 

Kesalahan berikutnya, BNI menggunakan PT Nini Citra Buana sebagai toples dalam kasus TPPU. Pihak yang dipersalahkan, dikorbankan, padahal pihak Deddy sama sekali tidak tahu menahu uang titipan transfer itu adalah transaksi fraud. Karena nasabah Muhindo biasa melakukan hal tersebut, bahkan dalam jumlah lebih besar, namun tidak ada unsur fraud sama sekali.

Selain itu, BNI tidak tahu kalau pelaku transfer dari Amerika mendapat nomor rekening PT Nini Citra Buana dari Muhindo. Sehingga sebenarnya yang melakukan TPPU adalah tim Muhindo di luar negeri, dalam negeri dan Muhindo sendiri.

Lucunya, saat mediasi pertama pada September 2018, yang didampingi pejabat BNI maupun pejabat BCA, pihak BNI minta Deddy mengembalikan uang Rp1,65 miliar yang menjadi kerugian BNI. Deddy menyanggupi hanya minta waktu 3 bulan, karena harus menagih uang yang sudah diambil Muhindo kebetulan ada di dalam sel, sebagian dana pengembalian itu menggunakan dana sendiri. Pejabat BCA yang hadir membela Dedddy karena sudah puluhan tahun menjadi nasabah BCA tidak neko-neko.

Namun saat Deddy akan mengembalikan sebagian dana kerugian BNI tersebut, pihak BNI tak memberikan nomor rekening atau mau menerima secara kas uang tersebut. Seolah Deddy digantung dan sengaja di-TPPU-kan dan terbukti harus menjalani sidang dan pemenjaraan selama hampir 20 bulan.

Pada mediasi kedua, sebulan setelah mediasi pertama, mediasi dilakukan di cafe Oliver, Grand Indonesia Mall. Deddy sendiri bertemu dengan tiga petinggi BNI. Intinya orang-orang BNI menanyakan apa benar Muhindo nasabah lama PT Nini Citra Buana, selain itu ingin mengetahui underlying transaksi transferan BNI New York ke BCA Jakarta yang beralamat Menara BCA Grand Indonesia.

Saat itu, menurut Deddy, pihak BNI mengakui bahwa bisa saja BNI New York salah input. Namun dalam rentetan sidang kalimat itu tak muncul, bahkan seolah BNI serius men-TPPU-kan Deddy dan Ibunya.

Deddy saat itu menyatakan nomor rekening PT Nini Citra Buana di BCA benar, namun alamat, nomor telepon, sama sekali salah. Apalagi underlying transaksi juga tidak diketahuinya, sebab diinformasi email BNI disebut untuk transaksi spare part pesawat. BNI dalam hal ini lalai memahami PT Nini Citra Buana adalah perusahaan yang bergerak di bidang money changer, tapi seolah membenarkan transaksi spare part pesawat.

Akibat proses hukum TPPU yang keliru, membuat Deddy menderita fisik dan batin yang sangat dalam, termasuk dana miliaran habis terkuras untuk biaya sidang. Tiap hari di penjara ia berdoa sambil menangis, sampai air matanya kering. Sehingga matanya buta, retina matanya rusak dan pembuluh darah di mata pecah.

Matanya hanya bisa melihat cahaya, tapi tak bisa melihat obyek. Deddy sempat dioperasi di RSCM dengan biaya BPJS, namun operasi itu hanya berhasil membuat warna hitam mata tidak menjadi putih sleuruhnya. Tapi fungsinya tetap invalid.

Beban pikiran, tercemarnya nama baik di keluarga, di lingkungan masyarakat, pada rekan bisnis dan hilangnya ratusan pelanggan money changer, serta sesama pedagang money changer, menjadi bagian kerugian immaterial yang dialami Deddy.

Bahkan Deddy kehilangan mata pencaharian sebagai pendapatan keluarga karena perusahaan yang sudah berjalan baik selama 20 tahun dan memiliki ratusan nasabah kini telah tutup. Dia kehilangan kepercayaan sesama rekan bisnis dan sulit membangun kembali mitra kerja di bidang perdagangan valas karena hilangnya kepercayaan tadi. 

Deddy kini bekerja serabutan, menjajakan jasa laundery dan antar jemput anak sekolah.

Penderitaan fisik dan psykis yang amat sangat berat harus dilalui Deddy selama hampir 20 bulan di sel jeruji besi, jauh dari keluarga, rasa rindu yang luar biasa kepada anak dan istri yang sulit diungkapkan. 

Deddy mengalami masa tahanan di rutan narkoba Polda Metro Jaya selama 3 bulan dan dititipkan di rutan Bareskrim Jl. Trunojoyo satu bulan dan rutan Salemba selama 16 bulan. Proses penahanan itu terjadi selama proses penyidikan dan persidangan.

Atas dasar itu semua, Deddy menggugat balik BNI sebagai Tergugat (dan Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat),  dengan menuntut ganti rugi ke BNI sebesar Rp53 miliar. Adapun rinciannya, Rp3 miliar kerugian material dan Rp50 miliar kerugian immaterial.

Dalam proses persidangan, pihak BCA, saksi ahli teknologi informasi, dan beberapa saksi lainnya dalam keterangannya meringankan Deddy. Sementara saksi dari BNI memberatkan.

Gugatan Deddy di PN Jakarta Selatan ternyata dikabulkan dan BNI melakukan eksepsi namun ditolak. Kemudian BNI melakukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI dan kemungkinan hingga ke MA.

Dengan ditolaknya gugatan Deddy di PN Jaksel dan ditolaknya banding Deddy di PT DKI, maka sama persis dengan kasus intinya. Maka diharapkan MA mengabulkan kasasi atas gugatan Deddy sebagaimana MA pernah mengabulkan kasasi Deddy pada kasus salah bidik TPPU BNI.

Keadilan memang terkadang hadir di akhir episode (Djony Edward).

248

Related Post