Mengapa Jokowi Gelisah Terhadap Demo Besar 11 April?
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN, Pemerhati Sosial-Politik
BESOK, 11 April 2022, mahasiswa akan kembali menggelar unjuk rasa. Dalam 10 hari ini, mereka sukses membuat Presiden Jokowi gelisahj dengan demo-demo di banyak kota.
Demonstrasi besok pastilah membuat Jokowi lebih gelisah lagi. Sebab, diperkirakan skala aksi ini akan sangat besar. Bisa ratusan ribu massa yang berasal dari elemen-elemen masyarakat umum. Tidak hanya mahasiswa. Meskipun mahasiswalah yang menjadi motornya.
Respon masyarakat sangat antusias, terutama emak-emak. Bahkan, menurut berbagai sumber, para pensiunan perwira tinggi TNI dan Polri pun akan turun gunung. Begitu juga para tokoh ormas besar yang pro-rakyat. Ini yang membuat para penguasa khawatir.
Kegelisahan Jokowi terhadap demo mahasiswa terlihat dari reaksi Polri yang mencerminkan bahwa mereka akan bertindak represif. Memang di sejumlah tempat Polisi membuktikan mereka represif. Main pukul, main tendang.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattaliti meminta agar polisi tidak represif menghadapi mahasiswa. La Nyalla langsung menelefon Kapolri untuk menyampaikan permintaan itu.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, ketika berkunjung ke kantor La Nyalla beberapa hari lalu juga menyatakan setuju dengan Ketua DPD. Panglima sempat menyindir polisi. Dia mengatakan anggota TNI yang dikerahkan untuk mengamankan demo 11 April bersama aparat kepolisian tidak akan bertindak represif.
Aksi unjuk rasa mahasiswa, khususnya skala besar besok, jelas sangat tak diinginkan oleh Jokowi dan Polri. Ada kekhawatiran demo akan melebar dari tuntutan penurunan harga-harga, stop wacana penundaan pemilu dan tiga periode, ke tuntutan agar Jokowi mundur.
Selama ini pun sudah diteriakkan “Jokowi mundur sekarang juga” dalam unjuk rasa di berbagai kota yang hanya dilakukan oleh mahasiswa. Para penguasa sangat khawatir teriakan itu akan digemakan dalam aksi besar besok.
Kalau sampai tuntutan “Jokowi mundur” menjadi tema utama, alamat situasi akan semakin ruwet. Teriakan ini pasti akan “trending” dengan cepat. Ini sangat tidak diinginkan oleh penguasa. Sebab, begitu tuntutan ini menjadi populer dan viral, tidak bisa lagi ditarik atau diralat oleh para demonstran. Target menjadi berubah. Dan taruhannya menjadi makin tinggi.
Ruwetnya ada di sini. Polisi dipastikan tidak akan membiarkan itu terjadi. Mereka akan menindas tuntutan Jokowi mundur. Suasana akan bergeser menjadi panas jika mahasiswa dan peserta dari elemen lain tidak mau berhenti meneriakkan “Jokowi mundur sekarang juga”.
Karena itu, polisi akan “tukar persneling”. Mereka akan ganti ke gigi represif. Misalnya, meminta agar unjuk rasa segera diakhiri. Atau bahkan dibubarkan secara paksa.
Langkah inilah yang mungkin akan “menaikkan tensi”. Dalam arti, jika tindakan represif polisi menyebabkan korban-korban luka berat atau bahkan tewas, maka percaturan akan berubah drastis. Bola salju akan mulai bergulir.
Besar kemungkinan demonstrasi lebih besar tak terhindarkan. Para penguasa menjadi terperangkap ke dalam situasi “meminum air laut”. Semakin banyak ditenggak, semakin haus. Korban yang semula sekian orang, akan bertambah terus menjadi “berkian-kian” orang.
Kalau sampai ke titik ini, maka penyelesaiannya tidak mudah. Konsititusi negara bisa terancam dilanggar atau bahkan dibekukan. Pambangkangan sipil dan hukum rimba akan menjadi aturan baru. Inilah yang sangat ditakutkan Jokowi.
Apakah ini bisa dielakkan? Bisa. Kalau para pimpinan institusi keamanan mengutamakan kepentingan rakyat. Bukan kepentingan satu-dua orang atau segelintir orang yang memiliki dominasi kekuatan finansial.
Kita yakin Kapolri dan Panglima TNI sadar betul bahwa mereka hadir untuk rakyat. Bukan untuk boneka kekuasaan dan bukan pula untuk para penggarong kekayaan negara.[]
Medan, 10 April 2022