Menikmati Cak Imin

Oleh Ady Amar Kolumnis 

Cak Imin nama bekennya, nama merakyat khas Jawa Timuran, yang diawali dengan Cak. Bermakna orang yang lebih tua. Muhaimin Iskandar, nama lengkapnya. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang tak tergoyahkan. Bahkan Cak Imin mampu tidak saja menggoyahkan, tapi mementalkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ketua Dewan Syuro PKB. Sejarah mencatat perseteruan yang menggelinding hingga ke pengadilan itu dengan baik. Dan, Cak Imin jadi pemenangnya.

Orang sekelas Gus Dur, yang mantan Presiden RI ke-4, saja bisa dipentalkan. Maka bisa disimpulkan Cak Imin memang politisi beneran, bukan kaleng-kaleng. Selalu berhitung cermat dalam menakhodai PKB. Saat NU dipimpin KH Said Aqil Siradj, hubungan dengan NU seperti tidak berjarak. Sepuluh tahun Kyai Said memimpin NU, tidak sekalipun riak-riak muncul mengoreksi PKB. Pun sebaliknya. Harmonis.

Lalu NU beralih ke tangan anak muda NU, yang dianggap penerus Gus Dur, KH Yahya Cholil Staquf, hasil Muktamar ke-34, Lampung (2021). Mulai riak-riak muncul dengan pernyataan, bahwa NU tidak mendukung salah satu partai. Artinya, PKB bukan dianggap satu-satunya partai kaum nahdliyyin. Kyai Yahya sepertinya coba "mengganggu" eksistensi Cak Imin di PKB. Mulai saur manuk antara pengurus NU dan PKB menyeruak ke ruang publik. Ada ketegangan ditimbulkan. Kyai Yahya dengan caranya seolah ingin menyudahi kekuasaan Cak Imin di PKB. Setidaknya itu yang tampak.

Bukan Cak Imin jika tidak percaya diri. Ia yakin suara PKB tidak mungkin bisa digembosi NU struktural. Barikade dibuatnya. Ia kumpulkan ratusan kyai ternama asal Jawa Timur di Surabaya, seolah ia memperlihatkan bahwa tidak ada yang tampak beda perlakuan kyai NU, yang punya basis massa riil tetap berdiri tegak lurus bersama PKB. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Langkah Cak Imin itu disampaikan sebagai isyarat bahwa ia tak gentar. Tidak saja pada internal NU struktural, tapi pada eksternal NU--istana dan itu Presiden Jokowi--bahwa PKB tetap solid di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar.

Pekan-pekan ini kita disuguhi langkah Cak Imin yang percaya diri menapak menuju RI-1, atau setidaknya RI-2. Maka, manuver ia tampakkan. Ia rangkul Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang itu seperti mempertemukan air dan minyak. Sambutan PKS terbuka pada PKB. Tidak cukup sampai di situ koalisi ingin dibangunnya. Dirangkulnya pula Partai Demokrat. Tiga partai politik berkoalisi, dengan nama yang "menggigit", Koalisi Semut Merah. Berkumpulnya tiga partai itu sudah cukup memenuhi ambang batas presidential threshold.

Belum sempat PKS dan Demokrat merancang langkah berikutnya, _eh_ Cak Imin sudah melangkah menemui Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra, di Jalan Kertanegara. Diumumkanlah, bahwa PKB berkoalisi dengan Gerindra. Geleng kepala dibuat Cak Imin, dengan begitu cepatnya dalam hitungan hari ia pindah ke lain hati. Cak Imin seolah menegaskan adagium, tak ada yang abadi dalam politik kecuali kepentingan.

Langkah Cak Imin seperti langkah main-main, seperti tidak serius. Publik suka tidak suka disuguhi manuver akrobatik politik tidak biasa, yang sulit bisa dimengerti.  Fatsoen politik seperti tidak jadi pegangan Cak Imin. Suka-sukanya ia lakukan, meski itu di luar kepatutan. Cak Imin menikmati gaya politiknya untuk dipahami sebagaimana adanya.

Apakah serius Cak Imin dengan langkah menuju RI-1-nya itu, meski hasil lembaga survei elektabilitasnya masih di bawah. Serius tidaknya, itu ditentukan oleh banyak hal. Dan, pastinya perjalanan masih jauh. Pertanyaan susulannya, seriuskah Prabowo akan berpasangan dengannya, itu pun masih belum bisa dilihat saat ini. Jika elektabilitas Cak Imin masih tidak beranjak menaik, maka mustahil Prabowo akan bersanding dengannya. Itu jika Prabowo tidak ingin dikenang sebagai capres abadi, yang selalu gagal menghuni istana.

Seriuskah Cak Imin menuju RI-1, itu setidaknya disampaikannya di hadapan Wisuda Santri PP Al-Yasini, Pasuruan. Katanya, "Saya sudah bosen  jadi pembisik presiden. Sudah 20 tahun saya sebagai pembisik. Sudah waktunya saya menandatangani sendiri."

Istilah "menandatangani sendiri", itu bermakna ia bisa langsung mengambil kebijakan. Karenanya, ia minta dukungan dan doa para santri dan kyai yang hadir di sana. Luar biasa Cak Imin ini. Ia punya kepercayaan diri di atas rata-rata politisi lainnya. Waktu dua tahun menuju 2024 pastinya ia akan maksimalkan kerja politiknya untuk mengerek elektabilitasnya.

Jagat pemberitaan diramaikan Cak Imin dengan manuvernya, yang sepertinya tak henti-henti dan sepertinya akan berpanjang-panjang. Namanya juga usaha, mengadu peruntungan, maka langkah manuvernya itu sah-sah saja. Waktu yang akan menentukan. Melihatnya tidaklah perlu kita bergumam seolah ia tak tahu diri. Cak Imin amatlah tahu dengan apa yang diikhtiarkannya.

Manuver yang dilakukan Cak Imin, itu cuma panggung depan yang dipertontonkan pada khalayak, untuk konsumsi bersama. Sedang panggung belakang, itu misteri yang cuma bisa dilihat dengan analisa politik tidak sederhana. Bahkan perlu waktu untuk mengurai apa yang sebenarnya dimainkan seorang Cak Imin dengan PKB-nya.

Manusia Cak Imin tampil selalu ceria, yang khas jika terbahak mulutnya terbuka nganga hingga separo wajahnya tertutupi, itu akan terus menghiasi hari-hari politik negeri ini. Maka tidaklah perlu serius melihat manuver Cak Imin itu, nikmati saja. (*)

334

Related Post