Menjadi Muslim Nasionalis

Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta 

SETIAP orang yang beragama Islam disebut muslim sekaligus mukmin, karena ia beriman. Rasulullah saw bersabda, “Islam dibangun atas lima rukun, yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” 

Tentang rukun iman Rasulullah saw bersabda, “Beriman kepada Allah, malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari akhir, dan takdir-Nya.” Sebagian dari rukun Islam dan rukun iman terangkum dalam beberapa ayat berikut.

Alif lam mim. Kitab Al-Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab Al-Quran yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum kamu, serta yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Al-Baqarah/2:1-5) 

Allah swt menjanjikan kehidupan yang baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.

Siapa yang mengerjakan amal kebaikan, laki-laki ataupun perempuan, dan dia beriman, pasti akan Kami beri ia kehidupan yang baik, dan akan Kami balas dengan pahala yang sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl/16:97) 

Mayoritas muslim Indonesia beragama Islam karena faktor keturunan. Orang tuanya beragama Islam. Boleh jadi kakek dan neneknya pun demikian. Demikian seterusnya. Negara pun bertanggung jawab memfasilitasi warganya agar menjadi insan yang bertaqwa, cerdas, dan terampil sehingga mampu menggapai kehidupan yang sejahtera, makmur, dan bahagia.

Setiap muslim niscaya menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab atas kemaslahatan negerinya. Begitu pula setiap warga negara Indonesia. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Allah swt menciptakan manusia di muka bumi bersuku-suku dan berbangsa dengan aneka bahasa dan warna kulitnya. 

Hai manusia, Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa, supaya kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Allah Maha Tahu, Maha Mengenal. (QS Al-Hujurat/49:13)

Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Ia menciptakan langit dan bumi, dan aneka macam perbedaan bahasa dan warna kulit. Sungguh, yang demikan ialah tanda-tanda bagi orang yang berpikir. (QS Ar-Rum/30:22)

Demikian pula di antara manusia, binatang melata dan hewan ternak, terdiri atas berbagai macam warna. Yang benar-benar takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah mereka yang berpengetahuan. Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (QS Fathir/35:28)

Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran tersebut umat Islam Indonesia sah untuk hidup dalam bingkai kebangsaan dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Muslim Indonesia niscaya memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.

Syaikhul Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayyib menuturkan, “Pancasila bukan hanya sejalan dengan ajaran Islam, melainkan justru sebagai esensi nilai-nilai ajaran Islam. Nilia-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan, prinsip musyawarah, dan keadilan sosial adalah intisari ajaran Islam.”

UUD 1945 memberikan jaminan kepada warga negara Indonesia untuk menjalankan agamanya dengan saksama, dan beridabah menurut ajaran agamanya, saling menghormati, dan bekerja sama membina kerukunan hidup sesama umat beragama. 

Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam perjalanannya Pancasila mengalami pengayaan hingga menjadi rumusan final pada Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. 

Pancasila merupakan satu kesatuan dari lima sila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Pancasila cerminan suara hati nurani manusia Indonesia yang menggelorakan semangat dan harapan akan hari depan yang lebih baik, dan memberi keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai bila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat, maupun bangsa.

Pancasila menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dengan kesadaran untuk mengembangkan kodratnya sebagai makhluk pribadi maupun sosial. 

Dengan sila pertama muslim Indonesia menyatakan percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah, Yang Kekal, Yang Mutlak. Di tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tak ada apa pun seperti Dia.” (QS 112:1-4).

Dengan sila kedua muslim Indonesia menempatkan diri sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa; sama hak, derajat, dan kewajibannya, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, membela kebenaran, dan keadilan. Allah swt berfirman dalam Al-Qur`an,

Pada dasarnya manusia satu umat, lalu Allah mengutus para nabi membawa berita gembira dan peringatan. Bersama mereka Allah menurunkan Kitab yang membawa kebenaran, untuk memberi keputusan antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. (QS 2:213).

Dengan sila ketiga muslim Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.

Umat manusia tidak lain dari satu bangsa; kemudian mereka berselisih. Sekiranya tidak karena satu Firman yang keluar dari Tuhanmu sudah mendahului, yang diperselisihkan niscaya sudah terselesaikan antar mereka. (QS 10:19).

Dengan sila keempat muslim Indonesia sebagai warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Keputusan menyangkut kepentingan bersama dilakukan dengan musyawarah dan mufakat menggunakan akal sehat, sesuai dengan hati nurani yang luhur, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan. 

Permusyawaratan dalam demokrasi Pancasila didasarkan atas asas rasionalitas dan keadilan, serta didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, berorientasi jauh ke depan, dan mempertimbangkan pendapat semua pihak yang dapat menangkal dikte minoritas elit penguasa, dan klaim mayoritas. Nilai musyawarah dalam Al-Qur`an tertera dalam ayat berikut.

Berkat rahmat Allah jugalah maka engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati keras, niscaya mereka menjauhimu. Maka maafkanlah mereka, dan mohonkan ampun buat mereka, serta bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan. Jika engkau telah mengambil keputusan bertawakallah kepada Allah, karena  Allah mencintai orang yang tawakal. (QS 3:159).

Dengan sila kelima muslim Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai keadilan sosial tertera dalam ayat Al-Qur`an berikut.

Wahai orang-orang beriman, jadilah penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu-bapak, dan kaum kerabatmu, baik ia kaya atau miskin, Allah akan melindungi keduanya. Janganlah mengikuti hawa nafsu, supaya kamu tidak  menyimpang. Jika kamu memutarbalikkan atau menyimpang dari keadilan, maka Allah Mahatahu atas segala perbuatanmu. (QS 4:135).

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak keadilan, menjadi saksi dengan adil karena Allah. Janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah tahu benar apa yang kamu kerjakan. (QS 5:8).

Pancasila merupakan satu kesatuan utuh yang terpadu dan tak boleh dipisahkan yang satu dari yang lain. Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Umat Islam di mana pun mereka berada menyandang predikat umat terbaik jika menunaikan tugas mengajak berbuat baik, dan mencegah perbuatan buruk. 

Kamu adalah umat terbaik dilahirkan untuk segenap manusia, menyuruh orang berbuat makruf, dan melarang perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, niscaya baiklah bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka fasik. (QS Ali Imran/3:110)

Tugas yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang Islam sebagai warga negara ialah menyeru manusia ke jalan Allah.

Hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh orang berbuat makruf dan melarang perbuatan mungkar. Mereka itlah orang yang beruntung. (QS Ali Imran/3:104) 

Umat Islam di mana pun mereka berada niscaya menjaga persatuan dan persaudaraan antar mereka.

Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali agama Allah, dan janganlah berpecah-belah. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu saling bermusuhan, lalu Ia memadukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu jadi bersaudara. (QS Ali Imran/3:103)

Orang-orang mukmin sesungguhnya bersaudara, maka rukunkanlah kedua saudaramu yang berselisih, dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS Al-Hujurat/49:10) 

Menjadi muslim dan nasionalis adalah satu terikan nafas untuk selamanya. (*)

432

Related Post