Menjajah Kemerdekaan

Oleh : Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI 

Negeri kami tak lagi berada di tangan kolonialisme dan imperialisme lama.

Negeri kami tak lagi dibawah kendali pemerintahan orang asing.

Negeri kami tak lagi dibawah tekanan kekuatan tentara-tentara negara lain.

Negeri kami tak lagi terjajah, karena telah mengumandangkan proklamasi kemerdekaan ke seluruh penjuru dunia.

Negeri kami tak ada lagi rakyat yang berjalan menunduk dan merangkak di hadapan penguasa.

Negeri kami tak ada  lagi rakyat yang bertelanjang dada dan tak beralas kaki.

Negeri kami sudah tak ada lagi yang  kerja paksa tanpa upah dan diperbudak sehingga rakyat miskin dan mati kelaparan.

Negeri kami tak lagi membedakan  warna kulit, jenis rambut, asal usul keturunan dan kelas sosial serta perbedaan kaya miskin.

Negeri kami sudah memberikan kebebasan rakyatnya untuk melaksanakan perintah agama  dan kepercayaan  masing-masing bagi pemeluknya.

Negeri kami sudah memberikan kebebasan rakyatnya untuk sekolah dan bekerja sambil sesekali berwisata.

Negeri kami juga memberikan kebebasan rakyatnya untuk menyampaikan  pendapat dan kritik di hadapan umum.

Negeri kami juga memberikan kebebasan rakyat untuk ikut terlibat mengatur dan mengelola negara serta menjadi pemimpin yang ditangannya nasib rakyat ditentukan.

Tapi sayang, negeri kami tak pernah benar-benar terbebas dari cengkeraman kolonialisme dan imperialisme. 

Penjajahan itu hanya berubah wajah dan nama dan penampilannya saja. 

Sifat dan wataknya tetap sama, mengeksploitasi dan menindas rakyat, eksploiasi manusia atas manusia dan eksploutasi bangsa atas bangsa.

Dari yang lama menjadi baru, dari yang tua  menjadi muda, begitulah kolonialisme dan imperialisme hidup dan tumbuh subur di jaman modern.

Tapi sayang, negeri kami tak benar-benar negeri yang kaya apalagi sejahtera.

Kekayaan alam dan sumber daya lainnya benar-benar dikuasai dan dinikmati bangsa asing dan bukan oleh bangsa sendiri.

Segelintir orang memiliki dan  mengendalikan hajat hidup orang banyak.

Segelintir orang memiliki harta, aset dan fasilitas yang seharusnya dikelola negara dan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Tapi sayang, meski dapat mengenyam pendidikan, kami harus bersusah payah karena betapa mahalnya  dan sulit terjangkau biaya sekolah  tinggi 

Betapapun kami rakyat kecil dapat bersuara dan berpendapat termasuk juga kritik, ancaman penjara dan kematian selalu membayangi.

Betapapun kami rakyat kecil bekerja dan  menapaki karir, bangsa kami tetap menjadi nomor dua, berpenghasilan rendah dan tetap menjadi kacung.

Betapapun kami rakyat kecil ingin merubah nasib dan hidup lebih baik, kami tetap hidup serba kekurangan dan dalam belenggu kemiskinan.

Tapi sayang, hukum hanya menjadi alat penindasan bagi kami rakyat kecil, sementara hukum dapat dibeli dan menjadi mainan  bagi pengusaha, politisi dan aparat negara.

Demokrasi kian mengalami sekarat dan berangsur-angsur mati, seiring itu di pelosok negeri dipenuhi wabah korupsi.

Virus pembawa penderitaan dan kesengsaraan itu abadi membawa gen lama kolonialsme dan imperialisme, kini lahir dan berwujud oligarki.

Sebuah penyakit menahun dan telah menjadi pandemi,  yang menjajah kemerdekaan negeri kami.

Munjul-Cibubur, 1 Agustus 2022.

312

Related Post