Menuju Reformasi Total Institusi Polri, Wacana atau Dilema-1
Oleh Raden Baskoro HT (Forum Diaspora Indonesia Asia-Pasific)
Tak pernah satu detikpun saat ini layar TV dan layar HP kita lepas dari berita Sambo, plus dengan komentar dan ceiloteh netizen se-Nusantara.
Irjen Pol Ferdy Sambo, ex-Kadiv Propam kalau kita flash back 50 hari yang lalu adalah sosok besar, kuat, dan menakutkan, hari ini berbalik arah total 180 derjat.
Pada kesempatan ini, kita tak perlu lagi mengurai dan mengulas bagaimana peristiwa hukum penuh darah dan rekayasa memalukan ini berjalan. Kesimpulan yang kita ambil adalah telah terjadi sebuah skandal dan kejahatan besar luar bias (extraordinary crime), yang dilakukan oleh PJU (Pemangku Jabatan Utama) di tubuh institusi Polri. Bersama para rekan dan anak buahnya secara sistematis dan terukur.
Jabatan Kadiv Propam itu bukan jabatan biasa. Propam itu seperti Polisinya bagi Polisi. Yang mempunyai kewenangan menangkap, menyelidiki, memproses dan mengadili secar kode etik setiap Polisi apapun pangkat dan jabatannya ketika melakukan kesalahan maupun pelanggaran kode etik.
Jabatan Divisi Propam itu seperti yang dikatakan oleh Irjen Pol Ferdy Sambo itu sendiri adalah, “ Brand Ambasador dari performa Polisi itu sendiril”.dalam sebuah unggahan video yang begitu viral.
Artinya, kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs tidak bisa lagi kita kerdilkan itu adalah “prilaku oknum” semata. Ini adalah sebuah kejahatan yang tersistem, yang berarti ada permasalahan mendasar, komprehensif dan integral melanda korps Bhayangkara ini. Meskipun pada satu sisi, kita tentu tidak juga megeneralisir semua Polisi itu jahat.
Tak bisa kita pungkiri lagi saat ini, bagaimana perluasan kewenangan Polisi pada masa reformasi khususnya era rezim Jokowi akhirnya memakan korban internalnya sendiri. Kewenangan Polisi yang begitu luas, menjadikan Polri seolah jadi institusi paling “Super Power, Super Body, Full Power” di negara ini. Polri hari ini tidak saja memiliki persenjataan canggih mutakhir, tetapi juga punya “senjata kewenangan” hukum sosial politik yang tanpa batas. Beda dengan TNI, meskipun punya senjata dan perlatan tempur, tapi tunduk pada kekuasaan “Supremasi Supil” di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan. Beda lagi dengan Polri yang langsung sebagai anak emas di bawah Presiden.
Kewenangan yang begitu luas, memiliki pasukan bersenjata, serta jadi “anak emas” Presiden, membuat Polri terjerambab ke dalam pusaran arus Politik.
Akibatnya, Polri yang seharusnya menjadi aparat negara yang tunduk dan loyal pada hukum, hari ini terjebak menjadi alat dan tameng kekuasaan. Seperti ada semacam hubungan mutualisme antara Polri dan penguasa. Diberi kewenangan dan fasilitas kekuasaan, tapi bekerja sebagai garda utama pendukung kekuasaan.
Sebenarnya sudah banyak kritikan, masukan, yang disampaikan oleh para aktifis, akademisi, purnawirahan dan para ahli, bahwa sudah saatnya Polri melakukan reformasi. Belajar kepada TNI yang sudah jauh mereformasi dirinya dan beradabtasi dengan cepat pasca reformasi. Tapi pemerintah hari ini khususnya tidak bergeming sama sekali. Kenapa? Karena pemerintah hari inilah yang paling merasakan manfaat dari kekuasaan Polisi yang super body dalam melindungi kepentingan politik dan kekuasaannya.
Sampai akhirnya skandal besar Sambo Cs ini terkuak kepada publik, barulah banyak yang tersadarkan bahwa, memang telah terjadi sebuah kerusakan sistematis, disorientasi kewenangan dalam tubuh Polri.
Tidak bisa kita nafik kan bagaimana opini dan asumsi rakyat menilai Polisi hari ini. Telah terjadi degradasi, demoralisasi, destrukturisasi wajah Polisi di mata masyarakat luas. Bagaimana rakyat marah dan tidak percaya lagi pada Polisi ; Anak buahnya sendiri saja tega di bunuh dengan kejam. Rumah tangga nya saja tidak bisa dia jaga apalagi institusi apalagi rakyat?
Dengan telanjang juga kita semua melihat dan mendengar bagaimana akrobatik rekayasa cerita berbolak balik mempertontonkan kebohongan demi kebohongan tanpa rasa malu ? Pagi bilang A, siang bilang B, malam bilang C.
Apa jadinya negara ini kedepan, apabila para penegak hukumnya sendiri adalah penjahat? Tukang rekayasa? Tukang backing kejahatan? Tukang bohong tanpa rasa malu? Dan setiap tugasnya tak luput dari embel-embel kata “uang”.
Kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs, baik yang telah diakuinya pada publik maupun yang belum, adalah wajah dan panggung utama sosok Polisi hari ini. Apalagi kalau isu tentang harta karun satgassus, narkoba, judi, ilegal mining, dan kriminalisasi pelakunya semua adalah Polisi terbukti? Sungguh tak bisa lagi kita bedakan antara mana yang Polisi dan mana mafia yang berseragam.
Skandal Sambo Cs, sepak terjang Satgassus yang sangat meresahkan adalah aib besar bagi lembaga kepolisian. Dan semua ini harus diusut tuntas dan setransparansinya. Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada Polisi.
Untuk itu, arus isu tentang reformasi total terhadap institusi Polri secara menyeluruh harus segera direalisasikan. Bukan wacana lagi. Bukan dilema lagi.
Cukup sudah kejadian Skandal Sambo Cs dan sepak terjang Satgassus ini menjadi bukti otentik, bahwa telah terjadi kerusakan dan disorientasi tugas kepolisian di Indonesia.
Sudah saatnya kembalikan lagi, jati diri Polisi sebagai penegak hukum, penjaga Kamtibmas, dan bertindak sebagai melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat.
Politik kepolisian adalah politik negara yang hanya tunduk pada hukum dan konstitusi dimana rakyat di dalamnya adalah pemegang daulat tertinggi.
Polisi dipisahkan dari ABRI melalui TAP/MPR/VI/2000 agar menjadi sipil yang humanis bersenjata untuk melumpuhkan. Polisi non-kombatan bukan untuk tempur dan jadi pembunuh rakyatnya sendiri.
Sudah saatnya UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di revisi dan direkonstruksi ulang baik secara substansi, struktural, kultural, dan orientasi.
Hentikan menarik-narik Polisi masuk kedalam rumpun kekuasaan. Indonesia adalah negara berbentuk Republik dan memganut paham demokrasi dalam sistem politiknya. Artinya, secara konsepsi bernegara harus di pisahkan mana yang negara dan mana yang pemerintah. Dimana Polisi itu adalah pelaksana regulasi, bukan kacung kekuasaan. Yang merepresentasikan dirinya pemerintah itu adalah negara. Ini tidak benar dan salah total.
Reformasi Polri harus dimulai dari repositioning, meletakkan Polri secara mandiri di bawah koordinasi kelembagaan kementrian. Seperti TNI di bawah Kemenhan RI. Silahkan dikaji, apakah berada di bawah Kemendagri, Polhukam, Kementrian baru KamNas, atau kembali digabungkan bersama TNI?
Selanjutnya, juga pemurnian pemahaman yang dapat memisahkan antara pengertian keamanan sebagai konsep dengan keamanan ketertiban masyarakat sebagai fungsi.
Begitu juga dalam penugasan satuan tempur kombataj dalam Polisi, yang itu jelas bertentangan dengan UU dan konvensi Jenewa tahun 1949, dimana kepolisian Indonesia juga tergabung dalam IOSCE yang beranggotakan 57 negara di dunia. Yang sepakat menempatkan tugas kepolisian sebagai Polisi yang humanis dan menjunjung tinggi HAM.
Ini secara fakta, jelas bertolak belakang dengan performance Polri saat ini. Keberadan Brimob, Densus 88, Gegana, bisa di anggap sebagai polisinisasi kekuasaan kedalam negara. Ini jelas inskonstitusional.
Pemahaman dan diktrin Polisi sebagai “the guardian of state” ini yang akhirnya menghilangkan jati diri Polisi Indonesia yang humanis pengayom rakyat sesuai Tri Brata, kembali menjadi “militeristik” bak monster pembunuh bagi rakyatnya sendiri.
Meskipun hal ini dilematis bagi penguasa hari ini yang sudah “keenakan” mendapatkan manfaat dari loyalitas subjektif Polisi sebagai alat kekuasaan, Polri hari ini harus di selamatkan, di keluarkan dari kubangan arus politik kekuasaan.
Polisi adalah institusi kebanggaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai di peralat oleh tangan-tangan jahil politisi jahat yang memanfaatkan Polisi jadi tameng kekuasaannya.
Reformasi total Polisi harus segera di realisasikan. Stop wacana dan lawan upaya rezim ini untuk selalu membenturkan dan mengadu domba Polisi dengan rakyat khususnya yang bersebrangan secara pilihan politik.
Cukup sudah skandal memalukan Sambo Cs dan Satgassus ini, terjadi satu kali ini saja. Mari bersama kita kembalikan citra baik Polisi kepada publik. Kita dukung Kapolri hari ini Jendral Sigid melakukan pembersihan dan reformasi total terhadap institusi Polri. Kita tunggu dan awasi bersama ya..
Australia, 18 Agustus 2022