Menuju Reformasi Total Institusi Polri, Wacana atau Dilema? (Bagian 2)
Oleh Raden Baskoro HT - Forum Diaspora Indonesia, Asia-Pasific
MESKI terlambat, tentu kita patut beri apresiasi kepada Kapolri Jendral Sigid Sulistiyo Prabowo. Ketika menahan dan mentersangkakan Irjen Pol Ferdy Sambo serta 63 orang polisi lainnya yang dianggap terlibat. Tidak hanya itu, kemarin Kapolri juga sudah mentersangkakan lagi Puteri Candrawati sekalian memberikan instruksi keras kepada jajarannya untuk kembali menjaga marwah institusi dan akan menindak tegas siapapun yang terbukti bermain-main dengan hukum.
Namun apakah itu sudah cukup? Jawabannya tentu belum dong. Sebagai langkah awal, hal ini kita sambut baik bahwa masih ada “itikad baik” dari Kapolri untuk memperbaiki korpsnya.
Tetapi bagaimana uletnya, berputar-putar dari satu keterangan kepada penjelasan lain yang berubah-ubah, cukup membuat masyarakat apatis. Terlihat sekali bagaimana upaya agar skandal jahat ini mau sebisanya di kendalikan dan mau melindungi pelaku utama. Padahal, sesuai kata Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam sebuah rilis media, “Ini sebenarnya masalah receh secara ilmu kriminal. Tak perlu tim khusus, cukup bintara saja akan mudah mengusut siapa pelaku dan apa modus operandi kejahatan yang di lakukan. Dengan catatatan Polisi mau terbuka dan transparan”.
Permasalahan utama dari skandal kejahatan besar Sambo Cs ini, adalah ketika terkuak dan mulai terbongkarnya modus dan skenario pembunuhan terhadap Brigadir Joshua ini, tentu publik menpunyai asumsi pikiran yang kritis dan beragam.
Seperti contoh, kalaulah dalam skandal Sambo Cs ini ada pembunuhan sadis, rekayasa opini dan berita bohong, rekayasa kasus, upaya sogokan kepada LPSK, manupulasi autopsi pada jenazah Joshua, tuduhan fitnah terbalik pada korban seolah jadi pelaku, ditambah keterlibatan banyak pihak bagaimana menghilangkan alat bukti CCTV, intimidasi pada keluarga korban. Bayangkan akumulasi dari peristiwa hukum ini semua adalah sebuah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh mereka para aparat negara yang berada di garda terdepan penegakan hukum?
Sangat wajar dan logis akhirnya, masyarakat mengaitkan dan berasumsi, kalaulah dalam kasus skandal pembunuhan Joshua ini ada rekayasa, penipuan, penganiayaan, kebohongan publik, sogokan, penghilangan barang bukti serta perselingkuhan, tak ada jaminan kejahatan ini juga terjadi pada kasus-kasus yang lain?
Wajar akhirnya publik mengaitkan dengan tragedi KM50? Kematian 816 petugas KPPS? Hilangnya Harun Masiku? Kriminalisasi terhadap para ulama dan aktifis, serta ribuan kasus lainnya yang masih jadi “out standing” di Komnas HAM.
Tidak saja hanya sampai di situ. Keberadaan Satgassus Merah-Putih ini tentu juga menjadi pertanyaan kritis masyarakat. Sampai begawan ekonomi Dr Rizal Ramli dalam sebuah video wawancaranya yang beredar mengatakan, Satgassus Merah-Putih ini mirip unit SAVAK di Iran, atau para pengamat lainnya juga ada yang mengatakan mirip “SS” pada era NAZI Jerman, Pasukan Cakrabirawa pada era Soekarno, atau Tim Mawar pada saat Prabowo menjabat Danjen Koppasus. Dalam hal keberadaan unit khusus dan perlakuan tugasnya.
Satgassus Merah-Putih ini, dimana Irjen Pol Ferdy Sambo selaku kepalanya, terkenal sangat full power. Bisa crossing kasus ke lintas satuan mana saja. Atas nama “atensi” satuan ini mendapatkan previlage dan kekuasaan khusus, melebihi pangkat dan jabatannya dalam struktural resmi Polri.
Meskipun sudah dibubarkan secara administrasi, publik masih menganggap keberadaan dan power Satgassus ini masih kuat. Hal ini dapat di lihat dari perlakuan Polri itu sendiri dalam menangani skandal ini, di tambah statemen Menkopolhukam yang mengatakan Sambo dengan Satgassusnya sangat kuat dan punya pengaruh besar sehingga tidak mudah untuk memproses hukum skandal ini.
Kalau kita lihat dari berita dan informasi yang beredar luas di sosial media, terkait sepak terjang Satgassus ini sampai ada istilah dalam infografis “Kaisar Sambo”. Memang sangat full power dan luar biasa. Karena semua bisninis hitam mulai dari judi online, Narkoba, kejahatan cyber IT, ilegal mining, dunia malam, hingga setoran proyek besar, semuanya di koordinir Satgassus.
Jadi wajar, Satgassus mempunyai sumber daya dan kiprah yang over up. Dan kalau kita identifikasikan, ada dua ciri tugas Satgassus ini yaitu ; Bagaimana menjadi pelindung utama kekuasaan dalam menghabisi tuntas para musuh politik istana yang bersebrangan, serta mencari sumber logistik keuangan untuk dana abadi operasional kekuasaan.
Jadi, kembali sangat wajar keberadaan Satgassus ini buat iri, sakit hati, dan kegelisahan para senior di tubuh institusi Polri itu sendiri. Timbuk kecemburuan dan kemarahan. Hingga datanah “Tsunami Skandal Pembunuhan Joshua” saat ini, yang meluluh lantak kan keperkasaan Satagassus buat sementara ini.
Publik sangat diuntungkan dengan adanya friksi internal dan perang bintang dalam tubuh Polri itu sendiri. Sehingga, ada juga kepentingan internal untuk membuka skandal besar dan jahat ini kepada publik. Apapun motifnya, yang jelas publik mendapatkan asupan informasi yang cukup akurat dan berhasil memukul pertahanan benteng media Satgassus yang sebelumnya luar biasa solid dan terkonsolidasi.
Untuk itulah, belajar dari skandal jahat Sambo Cs ini dan keberadaan Satgassus ini, tak ada alasan lagi untuk pemerintah hari ini atas nama rakyat dan nilai keadilan untuk segera melakukan Refornasi Total terhadap institusi Polri.
Polri adalah aset bangsa dan kebanggaan masyarakat. Polri kuat dan bersih adalah dambaan kita semua. Tapi Polri yang kuat tapi di pergunakan sebagai alat kekuasaan, ini boleh di katakan pengkhianatan terhadap negara.
Masyarakat saya yakin cinta terhadap Polri. Tapi saat ini, Polri seakan di bajak oleh penguasa dan jadi alat politik penguasa. Faktanya, keberadaan Satgassus ini yang paling menikmati adalah Istana dan oligarki kekuasaan. Karena berhasil mengeleminir dan menghabisi setiap ancaman dari kelompok oposisi pemerintahan. Walaupun dengan menghalalkan segala cara.
Dan sangat tidak mungkin, keberadaan Satgassus ini tidak ada restu dari Presiden. Sangat tidak mungkin kalau Satgassus ini tidak mendapatkan supporting dan back up politik dari kelompok oligarki. Justru yang paling sering jadi korban adalah masyarakat bawah dan kelompok oposisi yang mereka sulap menjadi “musuh negara”. Menggunakan instrumen hukum dan kekuasaan.
Tak terhitung para ulama, aktifis, tokoh serta tanah ulayat adat, jadi korban dari “abuse of power” Polri saat ini.
Untuk itulah, kita semua berharap, terbukanya skandal besar Sambo Cs ini bisa menjadi pintu reformasi Polri untuk kembali menjadi polisi yang baik sesuai amanah konstitusi dan dicintai rakyat.
Revisi UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah saatnya disegarkan dan dinaturalisasi sesuai semangat Tri Brata. Negara tidak boleh kalah oleh skenario para oligarki dan tangan jahil pengkhianat bangsa.
Negara dan rakyat tak boleh kalah oleh konspirasi kekuasaan yang “memperalat” institusi Polri menjadi alat dan tameng kekuasaan. Polri mesti diselamatkan, cukup saat ini Polri jadi korban adu domba kekuasaan rezim terhadap rakyat yang ingin melakukan perubahan lebih baik. InsyaAllah.
Australia, 18 Agustus 2022.