Menunggu Rekonstruksi Pembunuhan Letkol Mubin
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Rencana rekonstruksi pembunuhan sadis Alm. Letkol Purn H Muhammad Mubin hari Jum'at ini nampaknya ditunda menjadi hari Senin 5 September 2022. Pengacara keluarga korban Muchtar Effendi, SH dan Tim menyatakan kemungkinan tersebut setelah keluarga menerima informasi dari pihak Kepolisian.
Rekonstruksi di TKP itu penting mengingat adanya kebohongan pada penyidikan di Polsek Lembang sewaktu awal penangkapan. Berita Acara terjadinya pukul memukul, peludahan oleh korban, pelaku yang sedang memasak, "tidak ada niat membunuh" ataupun jumlah tusukan pisau ternyata berubah setelah kasus diambil alih Polda Jabar. Delik Penganiayaan (351 ayat 3 KUHP) pun meningkat menjadi Pembunuhan Berencana (340 KUHP).
Kesalahan pemeriksaan di tingkat Polsek dapat menjadi indikasi terjadinya "obstruction of justice" oleh karenanya perlu pemeriksaan seksama. Sebagaimana dalam kasus Duren Tiga yang diawali dengan rekayasa cerita namun berubah kemudiannya. 97 aparat Kepolisian diperiksa dan di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Rekostruksi hari Senin di TKP Lembang ini diharapkan dapat menunjukkan dan mengungkap sekurangnya lima hal, yaitu :
Pertama, bahwa di samping Henry Hernando pelaku pembunuhan, juga apakah benar ayah tersangka Sutikno berada dekat dengan Henry dan ia tidak mencegah dilakukan penusukan membabi buta itu. Ayah tersangka patut ditarik sebagai tersangka pula berdasarkan Pasal 55 dan 56 KUHP.
Kedua, dimana posisi Djamil pegawai toko milik tersangka yang konon terlibat percekcokan dengan korban Alm Letkol Pur Mubin sebelum terjadinya pembunuhan ? Sebagaimana Sutikno maka Djamil semestinya ditarik sebagai tersangka jika keberadaannya masih dekat dengan pelaku pembunuhan, apalagi terbukti turut membantu.
Ketiga, penyiapan pisau yang digunakan untuk menusuk jenis apa, pisau dapur, pisau komando, pisau lipat atau lainnya ? Demikian pula bagaimana penusukan dilakukan, hanya lima atau bertubi tubi melebihi 10 tikaman ? Untuk kepastian semestinya dilakukan otopsi pada jenazah almarhum. Tikaman bertubi-tubi itu menjadi petunjuk niat kuat untuk membunuh karena dendam, benci atau ketakutan diketahui sesuatu.
Keempat, CCTV yang konon telah dibuka adalah yang ada di luar, belum diketahui CCTV yang ada di dalam toko atau gudang atau rumah. Hal ini penting mengingat Hernando itu saat itu sedang bersama-sama dengan ayahnya Sutikno di dalam. Apakah nampak ada perencanaan di ruang dalam toko atau gudang antara keduanya untuk menyiapkan pisau lalu membunuh Letkol TNI H Muhammad Mubin?
Kelima, dalam rekonstruksi semestinya akan terlihat keberadaan anak kecil bernama Muhammad (6 tahun) yang diantar Letkol Mubin ke sekolah. Jika benar ia berada di sebelah korban di dalam mobil, maka betapa tega dan sadisnya Henry Hernando alias Aseng yang ditampilkan di Polsek sebagai "Muslim" dan "Sunda" itu melakukan pembunuhan berencana di depan seorang anak kecil.
Semoga rekonstruksi yang dilakukan Polda Jabar ini dapat berjalan transparan, disaksikan banyak pihak, serta dapat menguak sedikit demi sedikit misteri pembunuhan sadis dan "aneh" Henry Hernando atas almarhum seorang TNI mantan Dandim yang dikenal sederhana, baik dan menyayangi putera H Salim majikan tempatnya bekerja. Selalu mengajak bersama untuk shalat di Mushola. (*)