Menyoroti Pidato Presiden Terpilih 2024 Prabowo Subianto dan Pendapat Aktivis Demokrasi dari Amerika Serikat Chris Komari
Oleh Dr. Rahman Sabon Nama | Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Parpol Non-kontestan Pemilu 2024
Mencermati pidato politik Presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto saya perlu memberi masukan agar dalam menjalankan pemerintahannya kelak kehidupan bernegara, memberikan ruang kepada rakyat agar punya kesempatan yang sama dalam mengembangkan kesadaran beragama bagi masing-masing golongan pemeluk agama dengan semangat menghormati satu sama lain dan tidak lagi umat Islam menjadi korban Islammophobia seperti sekarang.
Kekeliruan Prabowo Subianto yang mengatakan demokrasi sebagai sistem pemerintahan dimana Suara Mayoritas yang berkuasa (majority rules) adalah kesalahan yang sekarang terjadi di tanah air. Artinya sama saja dengan menghalalkan segala cara untuk Merebut kekuasaan/tyrany majority yang dilarang karena melanggar nilai-Nilai demokrasi.
Pengertian demokrasi secara umum yaitu sistem pengorganisasian pemerintahan yang dijalankan secara langsung oleh pilihan rakyat sehingga seluruh masyarakat negara dengan keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk Allah SWT diakui dan dijamin keberadaannya atas dasar konstitusi negara.
Kehidupan demokrasi di negara kita yang dipraktekkan selama ini dilatarbelakangi sebelum dan sesudah kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan era rakyat masih dalam naungan sistem kerajaan dan kesultanan se-Nusantara dan setelah kemerdekaan berbentuk Republik, dapat kami berikan beberapa catatan, sebagai berikut:
Pertama, di era pemerintahan kerajaan kesultanan Nusantara dahulu, demokrasi diejawantahkan di pusat - pusat pemerintahan kerajaan kesultanan dan tidak dikenal istilah majority rules (kekuasaan mayoritas/tyranny majority). Tetapi dikenal Hak Pepe Kawula Raja yang merupakan manifestasi demokrasi langsung yaitu kepala pemerintahan raja memegang kekuasaan negara dan agama, kepala negara diangkat secara turun temurun, golongan dalam masyarakat memiliki hak dan kewajiban berbeda- beda.
Kedua, demokrasi setelah Indonesia merdeka adalah Demokrasi Pancasila, tercantum dengan jelas dalam Pembukaan UUD 1945 dan pasal dalam Batang Tubuh-nya. Dalam sila ke empat Pancasila yang tercantum pada aline 4 Pembukaan UUD 1945 dan pasal 1 ayat (2 ) dalam Batang Tubuh UUD 1945 menunjukkan bahwa negara kita RI menganut asas kedaulatan rakyat dan tidak mengenal demokrasi berdasarkan suara mayoritas (majority-rule, or the rule of majority which means those who obtain more votes win). Hal ini ditegaskan bahwa demokrasi Pancasila artinya demokrasi yang dijiwai Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Rakyat mempunyai hak untuk ikut aktif dalam kegiatan bersifat politik artinya Indonesia negara demokratis dimana demokrasi Pancasila bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi, demokrasi sosial budaya dan demokrasi pertahanan dan keamanan.
Ketiga, dalam pelaksanaannya menurut Pasal 1 Ayat (2) UUD negara kita menganut sistim demokrasi perwakilan /demokrasi tidak langsung. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga MPR, DPR, selain DPA, MA, BPK sebagai Lembaga Tinggi Negara, dan adanya partai-partai politik tidak sama dengan demokrasi di Amerika/ Eropa dan negara lainnya di dunia. Justru di sinilah keunikan negara Indonesia yang berfalsafah Pancasila bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki patron demokrasi tersendiri yang tidak ada di negara lain.
Prabowo Subianto dalam berbagai forum dan kesempatan sering mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan, dimana suara mayoritas yang berkuasa.
Koreksi saya bahwa pernyataan itu tidak akurat, salah dan tidak benar. Karena Demokrasi Pancasila yang dianut Indonesia adalah demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila kelima sila Pancasila serta dari padanya disinari oleh sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagai argumentasi tulisan saya: bahwa menggunakan hak demokrasi harus disertai dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Esa menurut keyakinan agama masing-masing dan menjunjung tinggi nilai moral dan martabat manusia sebagai mahkluk Allah SWT untuk menjamin persatuan dan kesatuan nasional guna mewujudkan keadilan sosial berpaham kekeluargaan dan gotong royong. Yang di era sekarang dirasa hilang/sirna yang dipraktekkan era Orde Baru dan semakin kandas sejak era Reformasi dan puncaknya di dasawarsa pemerintahan Jokowi, dimana mempraktekkan gotong royong sekedar wujud bantuan-bantuan sosial pada kaum miskin dan praktek ini ala pemerintahan komunis China.
Oleh karena itu paska pelantikan presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto, saran saya dalam kapasitas sebagai Ketua Umum PDKN Parpol yang mewadahi para Raja Sultan Nusantara dan rakyat di bekas kedaulatan wilayahnya masing-masing meminta Presiden Prabowo Subianto untuk: Mengeluarkan Dekrit Presiden Oktober 2024 kembalikan Naskah Asli UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945. Dengan Adendum Pemisahan Kekuasaan Kepala Negara dijabat Raja Sultan pemegang Collateral aset dinasti secara bergilir dijabat oleh Raja Yang Dipertuan Agung Kepala Negara (tujuannya untuk menghilangkan jual beli kekuasaan dan kebijakan serta korupsi).
Pembiayaan pembangunan oleh Kepala Negara dan sumber daya kekayaan alam dikelola negara untuk kemakmuran rakyat tidak dibagi-bagi untuk kroni dan aseng seperti sekarang.
Kepala Pemerintahan dijabat seorang Presiden/Wakil Presiden dipilih lewat Pemilihan Umum (Pemilu) dan ditentukan melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR RI). (*)