Mungkinkah Jokowi Terlibat Melawan Konstitusi Penundaan Pemilu 2024?

Oleh Syafril Sjofyan, Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B

JIKA dirunut dan dianalisis, wacana penundaan Pemilu 2024. Pertama digulirkan oleh salah satu Menteri dalam kabinet Jokowi yakni Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi, dibawah kordinasi Menko Maritim dan Investasi. 

Lalu dilanjut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) serta Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Menurut sumber media CNN Indonesia, hulu dari semua arahan kepada partai politik bersumber dari Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam pertemuan internal tokoh PAN, Zulhas mengaku diundang Luhut khusus membicarakan usulan penundaan pemilu dan pilpres 2024. PAN diminta untuk mendukung dan harus disampaikan ke publik oleh ketua umum dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemenangan Pemilu PAN yang digelar 15 Februari lalu. Luhut mengklaim Presiden Jokowi sudah setuju.

Sepekan kemudian diadakan kembali pertemuan elit PAN, konon ditengah pertemuan Zulhas pamit karena ada pertemuan mendadak dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Sekembali dari pertemuan dengan Airlangga, Zulhas menceritakan hasil pembicaraan dengan Airlangga. Zulhas menegaskan dukungan Golkar atas penundaan Pemilu 2024 dan akan menyampaikan saat kunjungan kerja ke Riau, 24 Februari. 

Konon lagi Airlangga juga meminta Zulhas segera bicara terbuka atas nama PAN mendukung penundaan Pemilu 2024. Airlangga pun meyakinkan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkannya untuk mendorong penundaan Pemilu 2024. Alasannya, ada sejumlah program pemerintah yang belum rampung akibat pandemi Covid-19. Salah satu yang jadi alasan adalah proyek pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.

Demikian hasil investigasi dari media CNN Indonesia. Jika dianalisis dengan pemberitaan terkini yakni ketika Jokowi memberikan pengarahan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (1/3).

Jokowi sangat sensi dan khawatir terhadap percakapan dalam WAG TNI-Polri khususnya tentang terdapat penolakan atas kebijakan pemerintah memindahkan Ibukota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Tentunya WAG TNI-Polri tersebut sudah membicarakan banyak hal tidak saja tentang IKN. Jokowi mengungkapkan dia membaca percakapan dalam WAG TNI-Polri. Jokowi sepertinya tersinggung tentang percakapan tentang Kepindahan IKN. Karena UU IKN sudah diputus DPR-RI dan Presiden.

Benang merah dari pernyataan Jokowi adalah, bahwa Jokowi sangat “ngotot” dan sangat ber ”ambisi” tentang IKN baru sebagai legacy sejarah dari dirinya. Bagaimanapun caranya harus terlaksana. Jokowi sangat “tersinggung” dengan adanya percakapan dalam WAG TNI-Polri khususnya tentang IKN, karena bisa mengacaukan “impiannya” bisa tidak terwujud. Jokowi membutuhkan waktu setidak-tidaknya tambahan 2 tahun lagi sampai 2026 supaya IKN bisa berbentuk.  

Ambisi Jokowi, sebenarnya bersambut dengan Koalisi gemuk partai di DPR-RI yang dalam waktu sangat singkat memutuskan UU IKN. Dibutuhkan modal besar untuk membangun IKN yang untuk kegiatan awal dari APBN sekitar 600 Triliun, sementara APBN sendiri sedang babak belur. Kemenkeu kebingungan. Tergambar dalam rapat-rapat di DPR-RI.

Padahal berbagai pihak yang sangat relevan sudah mengkhawatirkan perpindahan tersebut terutama dari pihak Ahli Geologi dari penelitian mereka tanah di IKN baru tersebut labil dibutuhkan pembiayaan yang berlipat. Sepertinya DPR-RI  “sengaja” tidak mengundang dari pihak Ahli Geologi sewaktu memproses RUU tersebut. 

Demikian juga dengan kajian dalam pertahanan dan keamanan dianggap sangat riskan oleh para ahli militer pensiunan, karena lalulintas laut internasional, serta kedalam laut sekitar pantai IKN baru yang bisa dilewati oleh Kapal Selam musuh. Seperti DPR-RI juga “sengaja” tidak menggunakan ahli pertahanan dalam proses RUU IKN.

Lalu kemudian sejumlah tokoh nasional, juga sedang melakukan Judicial Review terhadap UU IKN yang diproses kilat oleh DPR – RI. Last but not list, UU IKN sebenarnya masih bermasalah. Kepindahan IKN masih merupkan aspirasi terbatas elit Istana dan elit Parpol. Rakyat masih belum paham betul kenapa harus dipaksakan membangun IKN Baru cepat-cepat.

Dengan kata lain, bisa disimpulkan bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 ini sebenarnya adalah rencana istana demi terlaksananya IKN Baru. Jokowi “tidak percaya” terhadap pemerintahan berikutnya. Bisa-bisa IKN Baru tidak diteruskan. Dibutuhkan waktu sampai 2026 setidak-tidaknya agar IKN ber bentuk. Nah Ketua Umum  PAN, PKB dan Golkar “bangga” berperan untuk memuluskan rencana memunculkan wacana penundaan Pemilu 2024.

Namun sepertinya ada “kekecewaan” Istana terutama tentunya presiden Jokowi, kurang baik komunikasi yang dibangun oleh tangan kanannya. Sehingga PDI Perjuangan menolak dengan keras rencana penundaan Pemilu 2024 tersebut, demikian juga Gerindra dan Nasdem. Bisa jadi tangan LBP tidak sampai kepartai tersebut. Yang pasti partai oposisi Demokrat dan PKS sejak awal sudah menolak.

Penulis setuju dengan analisis dan pertanyaan Anthony Budiawan, seorang ekonom dan ahli analisis politik. Penundaan pemilu telah menjadi kesepakatan bersama merupakan Kudeta Konstitusi dan anti Pancasila dan UUD 45, semua sudah mereka diskusikan, dibahas dan diputuskan di internal partai PAN, PKB dan Golkar. MK bisa bubarkan parpol anti-pancasila dan UUD45. Tentunya Jokowi sebagai Presiden tidak lepas dari permintaan tanggung jawab.

Ambisi dan kepentingan segelintir elit dan pribadi Presiden untuk memaksakan ide dan mimpinya melalui wacana penundaan pemilu tentunya harus mendapatkan perlawanan yang luas dari masyarakat. (*)

447

Related Post