Myanmar Dilanda Protes Terhadap Pemerintah Militer
Bangkok, FNN - Protes terhadap pemerintah militer Myanmar berlangsung di berbagai penjuru negeri pada Ahad, 8 Agustus 2021. Protes tersebut bertepatan dengan aksi memperingati penindasan berdarah atas pemberontakan terhadap junta militer pada 1988.
Setidaknya enam protes terpisah didokumentasikan di laman Facebook penentang pemerintahan militer. Junta militer enam bulan lalu merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih dan menahan pemimpinnya, Aung San Suu Kyi, serta beberapa pejabat penting lainnya.
Kudeta pada 1 Februari 2021 itu mengakhiri eksperimen singkat selama satu dekade dalam demokrasi di negara Asia Tenggara yang berpenduduk 53 juta jiwa tersebut. Perebutan kekuasaan tersebut sekaligus menghancurkan harapan, negara itu akan keluar dari kekuasaan militer selama lebih dari setengah abad.
Pemerintah baru yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing, jenderal militer paling senior yang menjabat sebagai perdana menteri sementara pekan lalu, mengatakan, pihaknya bertindak sesuai dengan konstitusi untuk menyingkirkan pemerintahan Suu Kyi setelah memperdebatkan pemilihan yang dimenangkan partainya. Komisi pemilihan Myanmar mengatakan, pemiliu tersebut itu berjalan dengan adil.
Banyak dari protes yang berlangsung pada Ahad (8/8/2021) mengacu pada pemberontakan demokrasi 8-8-88 pada 8 Agustus 1988, yang ditumpas oleh rezim militer saat itu. Para penentang militer mengatakan, sekitar 3.000 orang tewas selama tindakan keras itu.
“Utang lama dari 88, kita harus mendapatkan semuanya dalam 21 ini," teriak pengunjuk rasa di Kota Wundwin, di wilayah Mandalay, yang direkam di video Facebook, sebagaimana dikutip dari Antara.
Protes lain di kawasan Myaing menampilkan plakat bertuliskan, "Mari kita berjuang bersama menuju pembebasan masyarakat 8.8.88 yang belum selesai."
Seorang juru bicara pemerintah militer tidak dapat dihubungi guna dimintai komentar soal protes tersebut. Pemberontakan 1988 merupakan tantangan terbesar bagi pemerintahan militer --yang telah berlangsung sejak 1962.
Min Aung Hlaing pada Ahad merilis sebuah pernyataan yang memuji hari peringatan lain, yakni berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) 54 tahun lalu. Pernyataan itu tidak menyebutkan utusan khusus untuk Myanmar yang ditunjuk oleh ASEAN dalam beberapa hari lalu.
Utusan tersebut ditugaskan untuk mengakhiri kekerasan pascakudeta dan mendorong perwujudan pembicaraan antara militer dan lawan-lawannya.
Pada Sabtu (7/8) sang utusan baru ASEAN, diplomat Brunei Erywan Yusof, mengatakan, ia harus diberikan akses penuh guna menemui semua pihak saat dia berkunjung ke Myanmar. Belum ada jadwal terkait perjalanan tersebut. (MD).