Natal, Tahun Baru, dan Imlek Tepat Waktu
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
HARI ini Imlek dan kalender pun merah menandakan hari libur. Bukan persoalan turun hujan tetapi kebebasan merayakan imlek tanpa ada pengunduran hari libur sebagaimana dahulu terjadi pada Tahun Baru Hijriyah dan Maulid Nabi. Hari Natal dan Tahun Baru juga "tepat waktu" antara perayaan dengan liburnya padahal saat itu pandemi masih berlangsung bahkan ada ancaman varian baru Omicron.
Pada Iedhul Adha 2021 umat Islam mengalami pembatasan ketat. Satgas membuat Surat Edaran No 15 tahun 2021 yang berisi pembatasan mobilitas masyarakat, pembatasan peribadatan, kegiatan keagamaan ditiadakan, pembatasan silaturahmi yang diarahkan virtual, hingga pembatasan kunjungan tempat wisata.
Ketika Luhut Binsar Panjaitan meramalkan bahwa Covid 19 akan meningkat pada bulan Februari Maret maka komentar nyinyir muncul yang mengaitkan peningkatan itu dengan pelaksanaan puasa umat Islam. Berujung nantinya pembatasan ibadah Tarawih, Iedul Fitri, dan tentu saja mudik. Meski keterkaitan itu belum tentu benar namun telah terbentuk praduga negatif yang menjadi "common sense" umat Islam.
Keadilan adalah persoalan utama dan yang kurang dimiliki Pemerintah. Semestinya libur Natal, Tahu Baru, dan Imlek diundur juga untuk menghindari kerumunan sekaligus wujud dari sikap konsisten dalam membangun kewaspadaan menghadapi pandemi Covid 19. Dibuat juga aturan pembatasan yang cukup ketat. Budaya waspada harus tetap dipertahankan.
Dengan Natal, Tahun Baru, dan Imlek lolos-lolos saja wajar akhirnya publik, khususnya umat Islam, mencurigai adanya diskriminasi perlakuan dalam kontek keagamaan. Apalagi digembor-gemborkan Covid 19 akan terus semakin meningkat. Lalu bergerak menuju gerbang peribadahan umat IsIam, Ramadhan dan Iedul Fitri.
Covid 19 yang awal muncul dari Wuhan Cina rupanya masih berlanjut episodenya. Hanya di Indonesia terus memakan korban hingga peribadahan agama-agama. Agama Islam tidak terkecuali. Bahkan kini terancam kembali. Kebijakan politik mengatasi pandemi tidak boleh bersifat diskriminatif.
Jika diskriminatif, maka umat wajar jika beranggapan bahwa Covid 19 memang ditunggangi dan sarat akan kepentingan pragmatik baik kepentingan bisnis maupun politik.
Natal, Tahun Baru, dan Imlek tepat waktu. (*)