Oligarki Cukongi Capres Produk Demokratis (Bagian-1)

by Dr. Margarito Kamis SH. M.hum

Ternate FNN- Didunianya, para oligarkis mungkin tertawa terbahak-bahak dengan ekspresi merendahkan setiap kali mendengar orang-orang bicara capres ini dan capres itu. Capres ini tinggi elektabilitasnya, dan capres itu rendah elektabilitasnya, boleh jadi merupakan lelucon paling murah untuk kalangan ini. Boleh jadi itu mainan oligarki juga.

Sebagai cukong capres ini, oligarki memang memiliki alasan untuk menertawakannya. Tidak ada capres yang bisa keliling negerinya begitu saja. Pakai pesawat dan mobil, itu semua pake duit besar. Tidak bisa pakai daun cengkeh.Pemilihan walikota di daerah yang luasnya tidak lebih dari 45 Km, sekelas Kota Ternate saja harus pakai duit. Bagaimana mungkin keliling satu negara sebesar Amerika, apalagi Indonesia tidak pakai duit? Tak masuk akal.

Selalu indah bagi filosof, yang suka merintih meminta ini dan itu atau harus begini dan begitu menurut timbangan etis. Tidak salah. Tetapi kenyataan terus bergerak menyangkalnya. Disana-sini disetiap sudut kenyataan tersedia begitu banyak argumen, yang dalam kenyataannya tidak selalu mampu disangggah.

Uang kaum oligarkis telah bicara sejak pertama kali di demokrasi dipraktekan direpublik Romawi. Itu sebabnya Aristoteles, filosof kawakan melihat demokrasi sebagai barang busuk. Sama busuknya dengan tirani dan oligarki.

Membeli suara, itu praktek pemilihan demokratyis Republik Romawi. Itu ditakutkan Cicero, dan menjadi sebab Cicero menemui Vigulus, senator, memintanya memprakarsai pembuatan UU yang melarang praktek ini. Vigulus menyambutnya. Terbentuklah Lex Vigula, lex yang menggunakan namanya.

Berabad-abad kemudian oligarki muncul dengan suara yang sama, tetapi berbeda tampilannya di Inggris. Praktek Inggris ini terlihat menjadi pola standar oligarki mengarahkan pemerintahan. Polanya? Ciptakan krisis politik atau ekonomi, lalu kendalikan pemerintahan demi pemerintahan sesudahnya.

Pertentangan bercorak agama antara Raja Charles II dengan Parlemen benar-benar melelahkan Inggris. Itu dimanfaatkan, dalam makna diperparah kaum oligarki ini. Hasilnya, raja Charles II tersingkir dari tahtanya. Bahkan harus meninggalkan Inggris.

Inilah Glorius Revolution 1688. Tahu tahta kerajaan kosong, Parlemen meminta William, suaminya Marry, sepupu raja Charles, yang bermukim di Belanda kembali ke Inggris untuk dinobatkan. Begitu tiba di Inggris, keduanya menemukan kenyataan kas kerajaan minus, untuk tak mengatakan tak ada.

Oligarki yang mengetahui keadaan ini, muncul bak pahlawan. Mereka menyediakan uang untuk dipinjam oleh kerajaan. Seperti biasa, mereka menyertakan satu syarat kecil. Syaratnya, parlemen memberi mereka hak menampung pendapatan dari bea. Walau ada yang tak setuju, namun kenyataannya tahun 1694 Parlemen membuat UU. Dikenal dengan Duane Act 1694. Ini cikal bakal Bank of England.

Kelak setelah Amschel Meiyer Roschild naik ke gelanggang dunia keuangan, dia dengan caranya berhasil mengonsolidasi Bank of England sebagai British Central Bank. Dikontrol sepenuhnya oleh dia. Ini terjadi tahun 1815, seiring berakhirnya perang Waterloo.

Itu cara Inggris. Bagaimana Amerika, negeri pengeksport demokrasi yang diarsiteki oleh Presiden Wodrow Wilson itu? Tidak ada data kongkrit yang menunjukan praktek ini beroperasi sejak George Washington. Sama sekali tidak ada data itu.

Mari melihat sisi tak langsungnya pada periode pertama Amerika setelah berubah dari Konfederasi ke Serikat. Alexander Hamilton, menteri keuangan sekaligus arsitek doktrin “implied power” presiden, yang jadi rujukan ilmuan tata negara, untuk beberapa alasan terlihat sebagai bagian dari oligarki. Hamilton dikenal sebagai pendiri Bank of New York 1784. Pria dengan pengetahuan teknis perbankan yang hanya bisa disaingi Robert Morris, pemimpin Bank of Nort Amerika, menjadi figur sentral dalam urusan ini.

Setelah Morris terlempar dari pilihan Washington, karena alasan politik, Hamilton diambil Washington jadi Menkeu pada Februari 1790. Diakui Marta Washington (istri George Washington) sebagai pria yang punya hubungan sangat dekat dengan suaminya.

Tak salah pilih, Hamilton segera merealisasikan Hamilton Plan, National Bank. Pria diidentifikasi Bradley T. Timmit melalui disertasinya “Hamilton and American National Bank” sebagai instrumental in constructing an American/British trading alliance. Sebagai penulis hampir semua pidato George Washington, langkah Hamilton tak terhentikan.

Sukses, tanggal 4 Juli 1791, Amerika memiliki First National American Bank. Bank ini hanya berusia 20 Tahun. Ketika berakhir, kelompok financial oligarchi membuat perang pada tahunn 1812. Perang ini menempatkan pemerintah pada situasi harus mendapatkan uang. Banklah yang paling mungkin menyediakannya.

Tahun 1816, Presiden James Madison, penantang Hamilton plan harus menandatangani UU yang memberi legalitas operasi bank inin hingga tahun 1836. Seperti biasa, sebelum benar-benar berakhir, Amerika telah jatuh lagi ke dalam krisis keuangan tanun 1825.

Niocolas Bidle, Prersiden Unitesd Stat Bank, muncul dengan gagasan bank sebagai lender of the last resort. Ditengah proses, oligarki menemukan kenyataan Amerika telah berada dalam kepresidenan Presiden Andrew Jackson. Sebagai pengagum berat Thomas Jefferson dan Madison, Jackson menolak recharter bank ini.

Bidle yang bersahabat dengan Presiden James Monro, terdepan menantang Jackson. Hebatnya Bidle tidak sendirian. Dia ditemani William P. Chase, kandidat Capres Republik pada pilpres tahun 1860, yang gagal ini. Tahun-tahun kepresidenan Jackson dikenal sebagai Bank War. Jackson tak menyerah. Jackson mengidentikan Bank sebagai pencipta kepanikan keuangan -krisis keuangan. Paper money bankin diidentifikasi Jackson sebagai creat a great financial oligarchy of bankers.

Jackson akhirnya tempatkan bank dibawah Kementerian Keuangan, dan diatur dalam Conage Act 1834. Ini luar biasa. Mengapa? Thomkas Jefferson, James Madison dan Edmund Randolp, penantang terkuat Hamilton pada perdebatan pembentukan Firts American Bank tahun 1790 gagal dalam urusan ini.

Membaikah keadaan keuangan setelah itu? Tidak. Thomas Ewing menggambarkan keadaan Amerika hampir bangkrut. Ini harus dibereskan oleh Presiden William Henry Horison. Sayang Horison terlalu cepat meninggal dunia. Wakilnya, John Tyuler, naik menggantikannya. bersambung.

Penulis adalah Pengajar HTN Univesitas Khairun Ternate.

547

Related Post