Otonomi Khusus Jawa Barat, Siapapun Pemimpinnya
Oleh M Rizal Fadilllah | Mantan Anggota DPRD Jawa Barat
Mungkin pilihan Jawa Barat merdeka terlalu jauh, karenanya jalan terdekat agar Jawa Barat dapat melompat lebih maju, mandiri dan sejahtera adalah Otonomi Khusus.
Jawa Barat sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Pusat. Keluhuran budaya dan nilai-nilai keagamaan masyarakat Jawa Barat perlu untuk diakui kekhususannya.
Jawa Barat sebagai daerah penyangga ibu kota DKI Jakarta telah berkontribusi besar bagi perkembangan Ibu Kota. Kini Ibu Kota telah diundangkan untuk pindah ke Kaltim. Jakarta berstatus Daerah Khusus saja.
Jawa Barat tentu prihatin atas pencopotan status Ibu Kota Jakarta. Saatnya memikirkan penggabungan kembali sebagaimana pernah terjadi dalam sejarah saat Jawa Barat, Jakarta dan Banten bersatu dalam Negara Pasundan.
Sebelum terlalu jauh melangkah, ada baiknya Jawa Barat diberi penghargaan sebagai daerah yang berposisi strategis. Untuk itu Daerah Otonomi Khusus layak untuk disematkan kepada Jawa Barat. Akar kesejarahan yang lekat dengan Kerajaan Sunda dan Kerajaan Pajajaran menjadi dasar bagi kekhasan budaya Jawa Barat. Nilai budaya Sunda yang luhur.
Kesultanan Cirebon kental dengan nilai keagamaan. Di bawah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati Kesultanan Cirebon berkembang dan memasuki masa keemasannya. Begitu juga dengan Kerajaan Islam Sumedang Larang di Sumedang, Majalengka dan Subang. Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Aji Putih.
Haji pertama di Jawa Barat adalah Bratalegawa putera Bunisora Raja Kerajaan Galuh. Prabu Kiansantang putera Prabu Siliwangi menjadi penyebar agama dan bergelar Syech Rohmat Suci. Begitu juga dengan putera kedua Prabu Siliwangi yaitu Nyi Rara Santang atau Hajjah Syarifah Mudaim tidak lain adalah ibu dari Sunan Gunung Jati.
Dengan demikian sejak dahulu hingga kini Jawa Barat memiliki kekhasan dari sisi budaya dan agama. Oleh karenanya demi kemajuan Jawa Barat dengan tingkat kemandirian yang tinggi, maka sudah sepatutnya Jawa Barat menjadi Daerah dengan status jelas dan tegas "Otonomi Khusus".
Fenomena Pemerintahan kini yang sentralistik dinilai sangat merugikan Jawa Barat, karenanya Otonomi Khusus menjadi opsi absolut bagi kemajuan Jawa Barat. Kebijakan Otonomi yang diberikan kepada Kabupaten/Kota dinilai memecahbelah dan tidak konstruktif bagi Provinsi. Keuntungan besar justru didapat oleh Pemerintah Pusat.
Motto yang sudah bagus dahulu saat menjadi Negara Pasundan patut untuk dipakai atau sekurangnya direvitalisasi sebagai filosofi : "Gemah Ripah, Pasir Wukir, Loh Jinawi" (Kemakmuran dan kegembiraan dari lautan hingga gunung membuat semua orang sejahtera dan panjang umur).
Kini di tengah deru Pemilu Kepala Daerah termasuk pemilihan Gubernur Jawa Barat, maka masyarakat Jawa Barat harus mengamanatkan kepada siapapun yang turut berkompetisi agar menjadikan Otonomi Khusus Jawa Barat sebagai misi perjuangannya. Jika "letoy" atau sekedar berlomba untuk menikmati jabatan, maka rakyat Jawa Barat jangan memilih pemimpin model tukang "cari aman" seperti ini.
Ia bukan pejuang bagi kemajuan, kesejahteraan dan kemandirian Jawa Barat. Apalagi jika lebih kental untuk menjadi boneka Pusat ketimbang pemimpin Daerah. Jawa Barat tidak butuh pemimpin yang letoy, gemoy dan geboy. Pemimpin pesolek yang semata gemar pada pencitraan.
"Ngan loba gaya euweuh kabisa jeung teu boga kawani" (cuma banyak gaya tidak punya kemampuan dan keberanian). (*)