Pagar Laut 30 KM, Jelas Alat Bukti Kejahatan
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
PENYEGELAN pagar laut oleh pihak Kementrian Kelautan Perikanan (KKP) patut untuk diapresiasi, meskipun janggal bin aneh bahwa pihak KKP baru tahu setelah sekian lama terpasang, itupun akibat reaksi dari banyak pihak yang menolak proyek kontroversial PIK 2 dengan status PSN nya tersebut. Panjang 30 KM bukan hal yang tersembunyi.
Pihak perusahaan Aguan pemilik proyek PIK 2 membantah bertanggungjawab atas pembuatan pagar laut tersebut. Publik membaca dengan mudah bahwa pihak yang berkepentingan adalah pihak PT PIK 2. Jika tidak ada pihak yang mengaku telah membuat maka pagar misterius 30 KM mungkin akan menjadi salah satu keajaiban dunia. Buatan Jin atau Alien?
Terakhir muncul nama Ali Hanafiah Alijaya yang diramaikan orang yang bertanggungjawab pemagaran. Ia dalam Channel Eddy Mulyadi disebut sebagai monster yang menakutkan bagi rakyat sehingga rakyat terpaksa melepaskan hak tanahnya untuk kepentingan proyek PIK 2. Ali Hanafiah dikenal sebagai etnis Cina tangan Aguan.
Dengan munculnya nama ini semestinya pihak aparat penegak hukum harus mulai mengendus dan bergerak. Polisi segera bertindak untuk menahan dan memproses hukum. Barang-barang bukti segera disita. Pagar laut 30,16 KM yang telah disegel KKP adalah salah satu alat bukti kejahatan itu.
Adanya pernyataan bahwa KKP akan membongkar pagar laut tanpa izin tersebut jelas sangat keliru. Pagar itu alat bukti, tidak boleh dibongkar sebelum diproses hukum si pembuat dan penyuruhnya. Nanti pengadilan yang menentukan statusnya. Jika tiba-tiba KKP membongkar, maka KKP telah melakukan "obstruction of justice".
Terjadi pengulangan kasus KM 50 untuk pagar laut 30 KM.
Borok-borok Aguan di PIK 2 semakin terlihat. Setelah dugaan pemberian status PSN PIK 2 sebagai tukar guling Aguan menyelamatkan Jokowi di IKN, lalu ungkapan Nusron Wahid bahwa PIK 2 melanggar hukum soal RTRW, RDTR dan status hutan lindung, kemudian penyelundupan hukum PSN dan mafia pertanahan, kini pagar laut pun terungkap. Memang Aguan harus ditangkap.
Pemerintahan Prabowo tidak boleh tinggal diam. Semangat mengevaluasi PSN itu bagus tetapi kebijakan nyata yang dapat mencegah kerusakan bahkan kejahatan itu harus didahulukan. Prabowo berhak untuk memerintahkan aparat Kepolisian untuk segera bertindak agar memproses para pelanggar hukum. PIK 2 adalah proyek berbahaya.
Bahaya penggerusan kedaulatan rakyat oleh sekelompok orang yang menjadi penentu kebijakan. Oligarki mengubah dan menginjak-injak demokrasi. Bahaya hukum yang telah menjadi mainan kepentingan bisnis, termasuk penegak hukum yang diperalat. Bahaya kesenjangan sosial akibat pagar-pagar kekayaan, relasi atau etnik. Bahaya hankamneg akibat investasi yang berimplikasi pada invasi dan kolonialisasi.
Dalam kaitan pagar laut 30 KM bukan prioritas untuk membongkar, tetapi menangkap dan memproses hukum pelaku atau pembuat, penyerta kerjasama, serta pihak yang menyuruhnya. Nampaknya akan banyak pihak terlibat termasuk mereka yang membiarkan terjadinya pelanggaran hukum atau kejahatan tersebut.
PIK-2 yang ditempeli PSN adalah skandal besar pengusaha besar yang berkolusi dengan pejabat dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten hingga Provinsi Banten. Bahkan terkait dengan permainan Pemerintah Pusat di masa Presiden Jokowi. Lazim jika kolusi disana bersarang korupsi.
Pagar laut adalah jembatan awal Kepolisian, Kejaksaan atau KPK untuk memeriksa dan menyelidiki kejahatan yang terjadi dalam proyek PIK 2. Ada pemaksaan, penyerobotan, penipuan, penggelapan, suap, gratifikasi hingga kolusi dan korupsi. PIK 2 merupakan skandal nasional.
Selesaikan secara mandiri sebelum OCCRP dan lembaga internasional lain melempar rilis baru. (*).