Pak Idham Azis, Mana Janjimu Dulu?

by M Rizal Fadillah

Bandung FNN – Kamis (08/10). Dulu saat pertama dilantik sebagai Kapolri, janji Jenderal polisi ini sangat indah dan menyejukkan. Pak Idham Azis mengecam cara-cara penanganan demonstran yang brutal oleh aparat kepolisian. Untuk itu, dalam kepemimpinannya, akan mengubah cara penanganan aksi unjuk rasa tersebut agar lebih manusiawi dan simpatik.

Tetapi di akhir masa jabatannya Kapolri, janji manis dan indah itu tidak terlihat di bawah kasus pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Ketika buruh dan mahasiswa berunjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, penanganan terhadap para pengujuk rasa yang manusiawi dan simpatik itu tidak terlihat dan terbukti.

Penanganan aparat kepolisian sama saja. Masih tetap brutal seperti pada eranya Jendral Muhammad Tito Karnavian menjadi Kapolri. Bahkan dalam beberapa tempat lebih brutal lagi dari eranya Pak Tito. Peristiwa ini menjadi catatan buruk, bahkan hitam bagi anda pada saat pensiun nanti.

Rakyat pemilik sebenarnya negeri ini, yang berunjuk rasa menutuk haknya sebagai warga negara untuk perbaikan bangsanya, dihadapi polisi seperti menghadapi teroris dan penjahat narkoba. Diperlakukan seperti musuh negara. Padahal dengan unjuk rasa seperti inilah Polisi bisa keluar, bahkan berpisah dari genggaman serta ketiaknya TNI.

Modus bentrokan dan penganiayaan selalu sama. Yaitu diawali dengan provokasi satu dua orang terhadap aparat, lalu terjadi lempar-lemparan. Setelah itu, muncul sekelompok orang yang sepertinya "sangat dikenal" dan dipersiapkan oleh aparat untuk menyerang. Lalu terjadilah bentrokan dengan tembakan gas air mata. Buruh atau mahasiswapun terbawa arus.

Ujungnya buruh atau mahasiswa itulah yang akan teraniaya, dan menjadi korban kejaran aparat kepolisian, anak buah anda Pak Idham. Kelompok yang suka memancing keributan itu tetap saja sehat dan segar bugar. Entah kemudian pergi kemana, karena sangat mahir untuk lolos dari penangkapan aparat kepolisian. Rupanya mereka spesialis dalam berbagai aksi dan pergerakan.

"Harap jangan pukul kepala, karena di kepala itu bisa ada hafalan Qur'an dan Hadits" demikian himbauan seorang ustadz ketika berceramah di depan aparat kepolisian pada rakornas atau rapimnas kepolisian seluruh Indonesia. Kegiatan itu juga dihadiri juga oleh Kapolri Jenderal Idham Azis.

Pak Kapolri sangat merespon ceramah dan himbauan sang ustaz agar jangan pukul kepala itu dengan positif. Pak Idham mengapresiasi dan menyatakan setuju dengan ceramahnya sang ustadz. Bahkan Pak Idham menyatakan akan memegang itu sebagai salah satu prinsip kepemimpinannya.

Sayang di hari kemarin dan hari ini, aparat kepolisian yang bertugas di beberapa tempat untuk mengawal serta menangani unjuk rasa buruh dan mahasiswa, ternyata tidak mampu merealisasikan amanat janji Pak Kapolri itu dengan baik. Penanganan terhadap pengunjuk rasa yang humanis dan simpatik hanya ada dalam ceritra. Di lapangan, sama saja realitanya.

Kita berharap pak Jenderal Idham Azis mengakhiri jabatannya dengan manis dan indah. Bukan dengan "su'ul khotimah". Sebab terlalu banyak banyak buruh atau mahasiswa yang merintih kesakitan akibat pukulan aparat pada badan dan kepalanya. Ingat Pak Idham, buruh dan mahasiswa yang berunjuk rasa tidak dibayar. Mereka berunjuk rasa dengan kesadaran sendiri.

Mereka para buruh dan mahasiswa itu terpanggil jiwanya, raganya untuk memperbaiki nasib dirinya, nasib keluarganya dan nasib bangsanya yang mulai tergelincuir akibat salah kelola oleh penyelenggara negara. Mereka didorong untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Sekedar berjuang untuk menjaga makan diri dan anak istrinya. Hak untuk mendapat perlindungan dari negara.

Penangkapan, penganiayaan, bahkan konon ada korban yang tewas telah menjadi goresan hitam dari pemaksaan sebuah undang-undang yang merugikan rakyat. Diproduk dengan cara yang tidak sehat oleh para wakil rakyat yang tidak terhormat.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

488

Related Post