Pangkas Habis Anggaran Jalur Sepeda, Pj Gubernur DKI Akan Berhadapan dengan Rakyat

Komunitas Bike to Work gowes bareng menuju Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, (18/11/2022). (Foto: Detik)

Jakarta, FNN – Beberapa hari terakhir ini, warga Jakarta, terutama penggiat sepeda dan pemerhati lingkungan, dihebohkan oleh dua hal. Bagaimana tidak, di saat berbagai kota di seluruh dunia ingin memperpanjang jalur sepedanya, karena berkaitan dengan usaha memperbaiki iklim agar ramah lingkungan, DKI Jakarta justru menghentikan pembangunan jalur sepeda. 

Bukan hanya penghentian jalur sepedanya semata, tetapi anggaran untuk maintenance-nya juga dinolkan. Itu kehebohan pertama. Kehebohan kedua, terkait dengan pengalihan atau hibah dana subsidi transportasi di sirkuit penumpang Transjakarta sebesar Rp 409 miliar ke pembelian kendaraan untuk TNI dan Polri di DKI Jakarta.

Bagaimana mungkin ketika orang berharap subsidi transportasi agar orang berpindah ke transportasi publik, tapi ternyata dananya malah dipotong untuk membelikan kendaraan sebuah instansi yang kita tahu anggarannya sudah sangat besar, terutama Polri.

Dua kehebohan yang dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah DKI Jakarta ini banyak disoroti masyarakat dan media besar secara serius. Hersubeno Arif, wartawan senior FNN pun menyorotinya dalam Kanal YouTube Hersubeno Point, Kamis, 17 November 2022, dengan mengundang nara sumber Doktor Hamdani, mantan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri bidang pembangunan dan keuangan, dan dua kali menjadi Penjabat Gubernur, yaitu Bali dan Sumatera Barat.

Dari sisi perspektif kebijakan dan masalah keuangan mengenai boleh tidaknya Pj Gubernur melakukan hal ini, Hamdani menjelaskan bahwa jika dilihat dari sisi kewenangan, sejauh mana kewenangan dari seorang Pj Gubernur sudah diatur secara lebih tegas dalam PP 49 Tahun 2008.

Dalam PP tersebut ada larangan-larangan, antara lain, pertama, melakukan mutasi pegawai; kedua, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat  sebelumnya; ketiga, membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggara pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Atas dasar hal itu, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi Nomor 70 Tahun 2021. Instruksi ini terkait dengan bagaimana penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bagi Kepala Daerah yang berakhir pada 2022.

Menurut Hamdani, instruksi ini dikeluarkan berkaitan dengan banyaknya kepala daerah (setidaknya ada 7 Gubernur) yang masa jabatannya berakhir  pada 2022. Penjabat Gubernur itu bukan bukan pejabat politis sehingga dia tidak mengemban visi misi, tidak membawa visi misi.

Dalam instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 70 tahun 2021 itu diminta kepada Kepala Daerah atau dalam hal ini Gubernur  yang berakhir pada 2022 untuk menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah periode 2003-2026.

Ini seperti RPJMD, sebagai acuan untuk penyusunan RKPD 2003 dan dalam rangka untuk penyusunan APBD 2023. Dengan demikian, program bagi Gubernur yang berakhir 2022 itu kuat sekali untuk APBD 2023. Setidaknya dua dokumen yang dipegangnya.

“Jadi, bagi kepala daerah yang berakhir 2022, legacy yang berkaitan dengan APBD 2023 ini kuat sekali. Pertama, ditopang oleh Pergub atau Perkada RPD 2023-2006,” kata Hamdani.

Kedua, Pergub atau Perkada RKPD 2023. Jadi, kuat sekali legacy-nya tadi. Kalau hanya demikian, karena yang menjadi acuan penyusunan APBD itu adalah RKPD, dengan sendirinya tentu tidak mudah bagi seorang Penjabat Gubernur mengganti atau mengubah.

Tetapi, memang dalam aturan tadi dimungkinkan setelah mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri. Dalam hal ini, apakah Penjabat Gubernur DKI sekarang sudah mendapat izin dari Mendagri atau belum, perlu dikonfirmasi lagi.

“Yang perlu dipertanyakan adalah: pertama, apakah anggaran tersebut ada dalam RKPD 2023? Kalau tidak, berarti ada proses anggaran yang tidak didukung dengan proses perencanaan pembangunan, karena pada hakikatnya kalau kita bicara tentang masalah tata kelola pengeluaran keuangan daerah itu, mesti diawali dari perencanaan pembangunannya yang ada dalam RKPD sehingga tidak ujug-ujug dia muncul dalam APBD saja,” ujar Hamdani.

Berkaitan dengan usulan-usulan yang apakah kegiatan sepeda itu dihilangkan atau kegiatan subsidi untuk transportasi massa dihibahkan, lanjut Hamdani wa yang harus kita pahami adalah kalau subsidi untuk transportasi massa itu dihilangkan, harus diingat bahwa itu merupakan unsur wajib, itu pelayanan dasar, wajib dan dasar, karena menyangkut sosial kemasyarakatan yang tidak bisa kita kurangkan atau kita hilangkan.

Apalagi kalau dibarter dengan hibah. Ketentuan hibah sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa hibah dapat dialokasikan apabila telah terpenuhi urusan wajib tadi. Jadi tidak bisa tiba-tiba muncul anggaran hibah.

Kemudian hibah tadi juga tidak bisa muncul dalam proses apalagi kalau sudah lewat WAPPS. Jadi, ketika usulan-usulan tadi disampaikan atau proposal yang masuk dan permohonan masuknya sekarang dan itu lewat, tidak masuk dalam kebijakan umum anggaran pembangunan, maka sudah bisa dipastikan tidak memiliki legalitas untuk dianggarkan.

Jika demikian peraturannya maka apa yang bisa dilakukan? Apakah publik bisa mengajukan keberatan soal ini atau mekanismenya seperti apa?

Menjawab pertanyaan ini Hamdani menjelaskan, kalau berkaitan dengan dokumen perencanaan anggaran, kita bisa melihat rencana pembangunan di situsnya DKI Jakarta.

Jika yang berkaitan dengan warga yang merasa terdampak dengan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi sebagian warga tadi, pertama kita melihat bahwa seorang penjabat mundur manakala program itu merupakan program lanjutan, maka yang harus diperhatikan adalah kesinambungan dari program yang sudah ada.

Bagaimana pemanfaatannya bisa maksimal kalau di tengah jalan diamputasi. Program ini kan sudah dimusyawarah dan diputuskan dalam Musrembang, sehingga jika ada perubahan harus dipertemukan antara Gubernur dan warga dalam RKPD-nya.

“Jadi, rencana pembangunan yang ada dalam RPD bukan merupakan selera personal. Ini adalah kemauan warga dan merupakan kesepakatan antara Pemprov DKI dengan warga, juga dengan DPRD,” lanjut Hamdani. Bahasan selengkapnya bisa disaksikan di Herubeno Point. (ida)

566

Related Post